Selasa, 18 Mei 2010

Siauw Giok Tjhan (萧玉灿), Pejuang Yang Dihapus Dari Sejarah…

Siauw Giok Tjhan ( 萧玉灿 Xiāo Yù Càn ), lahir di Kapasan, Simokerto, Surabaya, Jawa Timur, 23 Maret 1914 – meninggal di Leiden, Belanda, 20 November 1981 pada umur 67 tahun. Ia adalah seorang politikus pejuang dan tokoh gerakan kemerdekaan Indonesia dari golongan Tionghoa-Indonesia.

Ayahnya bernama Siauw Gwan Swie, seorang peranakan dan ibunya Kwan Tjian Nio, seorang totok. Memiliki adik bernama Siauw Giok Bie. Siauw pernah menjadi ketua umum Baperki, Menteri Negara, anggota BP KNIP, anggota parlemen RIS, parlemen RI sementara, anggota DPR hasil pemilu 1955/anggota Majelis Konstituante, anggota DPRGR/MPR-S, dan anggota DPA. Salah satu warisan buah karya Siauw ialah Universitas Trisakti yang dulu didirikan oleh Baperki dengan nama Universitas Res Publika, yang kemudian diubah namanya menjadi Universitas Trisakti. Siauw Giok Tjhan wafat di Belanda pada tanggal 20 November 1981, beberapa menit sebelum memberikan ceramah di Universitas Leiden.

Siauw sejak kecil sudah mempunyai watak perlawanan atas penghinaan dan ketidakadilan yang menimpa diri dan kelompok etnisnya. Saat itu, ejekan "cina loleng" sering sekali dilayangkan oleh kelompok anti-Tionghoa untuk merendahkan orang-orang Tionghoa. Begitulah, dengan kemahiran kung-fu yang dipelajari dari kakeknya, memungkinkan Siauw Giok Tjhan untuk berkelahi melawan anak-anak Belanda, Indo, dan Ambon yang mengejek dirinya. Istilah "cina-loleng" adalah salah satu penghinaan yang biasa dilontarkan untuk etnis Tionghoa. Keteguhan dan kekerasan jiwa dalam memperjuangkan keadilan tumbuh dalam lingkungan hidup yang harus dihadapi. Terutama setelah kedua orang tuanya meninggal dalam usia muda, ia terpaksa melepaskan sekolah begitu selesai HBS, untuk mencari nafkah meneruskan hidupnya bersama adik tunggalnya, Siauw Giok Bie yang masih harus meneruskan sekolah itu.

**************************************************************************

KONSEP INTEGRASI
"Lahir di Indonesia, Besar di Indonesia menjadi Putra-Putri Indonesia" adalah semboyan yang untuk pertama-kalinya dikumandangkan Kwee Hing Tjiat melalui Harian MATAHARI di Semarang sejak tahun 1933-1934. Dan semboyan ini benar-benar menjadi keyakinan-hidup Siauw Giok Tjhan sejak masa muda, berjuang menjadi putra ter-baik Indonesia yang tidak ada bedanya dengan putra-putra Indonesia bersuku lainnya dalam usaha dan memperjuangkan kemerdekaan dan kebahagiaan hidup bersama.

Dalam menghadapi persoalan Tionghoa di Indonesia, Siauw Giok Tjhan menganut konsep Integrasi yaitu konsep menjadi Warga Negara dan menjadi bagian dari masyarakat Indonesia yang terdiri dari beragam suku dan budaya tanpa menghilangkan identitas budaya dan suku dari masing masing komponen masyarakat termasuk masyarakat Tionghoa. Konsep Integrasi yang diperjuangkan oleh Siauw Giok Tjhan ini sangat identik dengan teori "pluralisme" atau "multikulturalisme".

Menurut Siauw Giok Tjhan, Indonesian Race - Ras Indonesia - tidak ada. Yang ada adalah "Nasion" Indonesia, yang terdiri dari banyak suku bangsa. Siauw berpendapat, sejak tahun 50-an, golongan Tionghoa yang sudah bergenerasi di Indonesia, harus memperoleh status suku. Dengan demikian suku Tionghoa adalah bagian dari "Nasion" Indonesia. Berdasarkan pengertian inilah, Siauw mencanangkan konsep integrasi, sebagai metode yang paling efektif dalam mewujudkan "Nasion" Indonesia - Nasion yang ber-Bhineka Tunggal Ika - berbeda-beda tetapi bersatu. Setiap suku, termasuk suku Tionghoa, harus mengintegrasikan diri mereka ke dalam tubuh "Nasion" Indonesia melalui kegiatan politik, sosial dan ekonomi, sehingga aspirasi "Nasion" Indonesia itu menjadi aspirasi setiap suku. Berpijak di atas prinsip ini, Siauw mengemukakan bahwa setiap suku tetap mempertahankan nama, bahasa dan kebudayaannya, tetapi bekerja sama dengan suku-suku lainnya dalam membangun Indonesia.

**************************************************************************

MENENTANG ASIMILASI
Menurut Siauw Giok Tjhan, kecintaaan seseorang terhadap Indonesia, tidak bisa diukur dari nama, bahasa dan kebudayaan yang dipertahankannya, melainkan dari tindak tanduk dan kesungguhannya dalam berbakti untuk Indonesia. Konsep ini kemudian diterima oleh Bung Karno pada tahun 1963, yang secara tegas menyatakan bahwa golongan Tionghoa adalah suku Tionghoa dan orang Tionghoa tidak perlu mengganti namanya, ataupun agamanya, atau menjalankan kawin campuran dengan suku non-Tionghoa untuk berbakti kepada Indonesia.

Oleh karena itu Siauw Giok Tjhan menentang konsep asimilasi yang dikembangkan oleh Lembaga Pembina Kesatuan Bangsa (LPKB), dibawah kepemimpinan Kristoforus Sindhunata pada awal 1960-an. LPKB yang dimotori oleh para politisi katolik seperti Harry Tjan Silalahi, Onghokham dsb mencanangkan asimilasi sebagai "terapi" penyelesaian masalah Tionghoa. Dengan asimilasi mereka bermaksud golongan Tionghoa menghilangkan ke-Tionghoaan-nya dengan menanggalkan semua kebudayaan Tionghoa, mengganti nama-nama Tionghoa menjadi nama-nama Indonesia dan kawin campur antar ras. Dengan demikian, golongan Tionghoa tidak lagi bereksistensi sebagai golongan terpisah dari golongan mayoritas. Kalau ini dijalankan, LPKB menyatakan, lenyaplah diskriminasi rasial.

Siauw tidak menentang proses asimilasi yang berjalan secara suka-rela dan wajar. Yang ia tentang adalah proses pemaksaan untuk menghilangkan identitas sebuah golongan, karena menurutnya usaha ini bisa meluncur ke genosida, seperti yang dialami oleh golongan Yahudi pada masa Perang Dunia ke II.

Putra bungsu Siauw Giok Tjhan yang bernama Siauw Tiong Djin menyatakan bahwa efek samping dari penerapan konsep Asimilasi yang pada awalnya dipercaya mempunyai maksud baik, namun pada saat pelaksanaannya oleh penguasa Orde Baru, kebijakan asimilasi itu dijadikan Undang-Undang dan peraturan pemerintah yang bentuknya memaksa, sehingga timbulah larangan yang kita alami selama 32 tahun tersebut. Sejarah membuktikan bahwa akibat dari itu semua akhirnya meledak pada Kerusuhan Mei 1998, dimana terjadi pembunuhan, penjarahan dan pemerkosaan terhadap kelompok minoritas Tionghoa.

2 komentar:

NinjaDiary mengatakan...

hohoho
senang ketemu cerita kayak gini
kampung Kapasan (kampungnya ngkong Siauw) memang terkenal akan jago kung-fu-nya

http://ninjakonohajournal.blogspot.com/2011/02/buaya-kapasan-legenda-pecinan-surabaya.html

buat koko/cece admin
salam kenal ya

Taufiq mengatakan...

saya ada tugas, yaitu skripsi. saya menulis mengenai Siauw Giok Tjhan. apa ada yang tau, dimana rumah tempat tInggal Bapak Siauw Giok Tjhan. atau mungkin putranya bapak Siauw Tiong Djin. atau informasi lainnya yang bisa saya jadikan sebagai sumber atau referensi untuk skripsi saya mengenai Siauw Giok Tjhan

Posting Komentar