Selasa, 18 Mei 2010

Belajar Dari Sebatang Tebu

Belajar Dari Sebatang Tebu


Sebatang tebu terbaring pasrah.
Dia tahu, umurnya tak lagi lama. Dia mengerti, sebentar lagi waktunya akan tiba. Siap menghadapi penghakiman terakhir di mesin giling, guna menghasilkan air tebu yang sering diminum manusia sebagai es tebu atau jus tebu. Dia tahu dirinya memiliki rasa manis yang sering dicari oleh manusia yang dahaga.

Dirinya mulai gelisah, ketika satu per satu temannya diambil dari kelompoknya. Secara paksa. Karena dari mereka sebetulnya tak ada yang rela. Diperas habis, kemudian tinggal sepahnya. Seolah tak lagi berguna. Seolah hidup sia-sia. Hanya menyisakan segelas air tebu. Sekali teguk habislah sudah.

Namun, Si Tebu lupa…
Semasa hidup dia miliki manisnya dirinya. Sebelum usai hidupnya, dia persembahkan manisnya itu bagi manusia untuk dinikmati. Untuk ikut mencicipi kemanisan miliknya. Sehingga dia tidak lagi serakah, simpan rasa hanya untuk diri sendiri saja.

Si Tebu akhirnya menyadari bahwa prinsip berbagi itulah yang terpenting. Bukan lagi berapa lama dia hidup. Melainkan semasa hidup, mampukah ia memberi arti? Semasa hidup mampukah ia meninggalkan kesan mendalam di hati? Semasa hidup, masihkah dia terus berkarya dan memberi?

Ketika tangan penjual tebu tiba untuk mengambil dirinya…
Si Tebu tersenyum. Manis sekali.
Lebih manis dari rasa yang dia berikan kepada yang meminumnya. Karena dia sadar, hidupnya sudah berarti. Setidaknya dia sudah bagikan kepada seseorang atau dua orang. Tak mengapa. Yang penting dia hidup bahagia dan tidak mati sia-sia. Berbagi, memberi, berkarya terus sampai akhir hidupnya, jadikan dirinya tersenyum bahagia. Tak ada yang lebih bahagia selain memberikan diri bagi dunia. Walaupun dunia itu baginya hanya satu atau dua orang saja. Walaupun dunia itu baginya hanya sekitarnya saja. Tak ada sesal, lakukan yang terbaik sampai akhir hidupnya.

Kalaupun sekarang engkau tengah merasa lelah…
Energi terkuras, letih fisik dan mental luar biasa. Ingatlah untuk tetap terus berkarya bagi sesama. Beristirahatlah barang sejenak, lakukan apa yang dianggap perlu untuk rileks dan kembali berkarya sesuai apa yang sudah dipercayakan-Nya.

Sehingga, walaupun hidup ini singkat, tak perlu kuatir…
Karena yang terpenting adalah seberapa banyak yang sudah kita lakukan semasa hidup bagi sesama, bagi dunia? Atau dalam lingkup yang lebih kecil: bagi keluarga dan teman-teman kita? Bagi orang lain?

Hidup akan jauh lebih berarti bila kita memberikan bagian dari diri yang terbaik demi kebaikan. Memberikan yang terbaik bagi diri bagi kemanusiaan. Memberi yang terbaik dengan keluar dari diri sendiri dan membantu orang lain yang berkekurangan.

Si Tebu mengajarkan saya sesuatu...
Apakah Si Tebu juga mengajarkanmu sesuatu? Semoga:)