Di Kota Shibuya, Jepang, tepatnya di alun-alun sebelah timur Stasiun Kereta Api Shibuya, terdapat patung yang sangat termasyur. Bukan patung pahlawan ataupun patung selamat datang, melainkan patung seekor anjing. Dibuat oleh Ando Takeshi pada tahun 1935 untuk mengenang kesetiaan seekor anjing kepada tuannya.
Seorang Profesor setengah tua tinggal sendirian di Kota Shibuya. Namanya Profesor Hidesamuro Ueno. Dia hanya ditemani seekor anjing kesayangannya, Hachiko. Begitu akrab hubungan anjing dan tuannya itu sehingga kemanapun pergi Hachiko selalu mengantar. Profesor itu setiap hari berangkat mengajar di universitas selalu menggunakan kereta api.. Hachiko pun setiap hari setia menemani Profesor sampai stasiun. Di stasiun Shibuya ini Hachiko dengan setia menunggui tuannya pulang tanpa beranjak pergi sebelum sang profesor kembali. Dan ketika Profesor Ueno kembali dari mengajar dengan kereta api, dia selalu mendapati Hachiko sudah menunggu dengan setia di stasiun. Begitu setiap hari yang dilakukan Hachiko tanpa pernah bosan.
Musim dingin di Jepang tahun ini begitu parah. Semua tertutup salju. Udara yang dingin menusuk sampai ke tulang sumsum membuat warga kebanyakan enggan ke luar rumah dan lebih memilih tinggal dekat perapian yang hangat.
Pagi itu, seperti biasa sang Profesor berangkat mengajar ke kampus. Dia seorang profesor yang sangat setia pada profesinya. Udara yang sangat dingin tidak membuatnya malas untuk menempuh jarak yang jauh menuju kampus tempat ia mengajar. Usia yang semakin senja dan tubuh yang semakin rapuh juga tidak membuat dia beralasan untuk tetap tinggal di rumah. Begitu juga Hachiko, tumpukan salju yang tebal dimana-mana tidak menyurutkan kesetiaan menemani tuannya berangkat kerja. Dengan jaket tebal dan payung yang terbuka, Profesor Ueno berangkat ke stasun Shibuya bersama Hachiko.
Tempat mengajar Profesor Ueno sebenarnya tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Tapi memang sudah menjadi kesukaan dan kebiasaan Profesor untuk naik kereta setiap berangkat maupun pulang dari universitas.
Kereta api datang tepat waktu. Bunyi gemuruh disertai terompet panjang seakan sedikit menghangatkan stasiun yang penuh dengan orang-orang yang sudah menunggu itu. Seorang awak kereta yang sudah hafal dengan Profesor Ueno segera berteriak akrab ketika kereta berhenti. Ya, hampir semua pegawai stasiun maupun pegawai kereta kenal dengan Profesor Ueno dan anjingnya yang setia itu, Hachiko. Karena memang sudah bertahun-tahun dia menjadi pelanggan setia kendaraan berbahan bakar batu bara itu.
Setelah mengelus dengan kasih sayang kepada anjingnya layaknya dua orang sahabat karib, Profesor naik ke gerbong yang biasa ia tumpangi. Hachiko memandangi dari tepian balkon ke arah menghilangnya profesor dalam kereta, seakan dia ingin mengucapkan, “saya akan menunggu tuan kembali.”
“Anjing manis, jangan pergi ke mana-mana ya, jangan pernah pergi sebelum tuan kamu ini pulang!,” teriak pegawai kereta setengah berkelakar.
Seakan mengerti ucapan itu, Hachiko menyambut dengan suara agak keras, “guukk!”
Tidak berapa lama petugas balkon meniup peluit panjang, pertanda kereta segera berangkat. Hachiko pun tahu arti tiupan peluit panjang itu. Makanya dia seakan-akan bersiap melepas kepergian profesor tuannya dengan gonggongan ringan. Dan didahului semburan asap yang tebal, kereta pun berangkat. Getaran yang agak keras membuat salju-salju yang menempel di dedaunan sekitar stasiun sedikit berjatuhan.
Di kampus, Profesor Ueno selain jadwal mengajar, dia juga ada tugas menyelesaikan penelitian di laboratorium. Karena itu begitu selesai mengajar di kelas, dia segera siap-siap memasuki lab untuk penelitianya. Udara yang sangat dingin di luar menerpa Profesor yang kebetulah lewat koridor kampus.
Tiba-tiba ia merasakan sesak sekali di dadanya. Seorang staf pengajar yang lain yang melihat Profesor Ueno limbung segera memapahnya ke klinik kampus. Berawal dari hal yang sederhana itu, tiba-tiba kampus jadi heboh karena Profesor Ueno pingsan. Dokter yang memeriksanya menyatakan Profesor Ueno menderita penyakit jantung, dan siang itu kambuh. Mereka berusaha menolong dan menyadarkan kembali Profesor. Namun tampaknya usaha mereka sia-sia. Profesor Ueno meninggal dunia.
Segera kerabat Profesor dihubungi. Mereka datang ke kampus dan memutuskan membawa jenazah profesor ke kampung halaman mereka, bukan kembali ke rumah Profesor di Shibuya.
Menjelang malam udara semakin dingin di stasiun Shibuya. Tapi Hachiko tetap bergeming dengan menahan udara dingin dengan perasaan gelisah. Seharusnya Profesor Ueno sudah kembali, pikirnya. Sambil mondar-mandir di sekitar balkon Hachiko mencoba mengusir kegelisahannya. Beberapa orang yang ada di stasiun merasa iba dengan kesetiaan anjing itu. Ada yang mendekat dan mencoba menghiburnya, namun tetap saja tidak bisa menghilangkan kegelisahannya.
Malam pun datang. Stasiun semakin sepi. Hachiko masih menunggu di situ. Untuk menghangatkan badannya dia meringkuk di pojokan salah satu ruang tunggu. Sambil sesekali melompat menuju balkon setiap kali ada kereta datang, mengharap tuannya ada di antara para penumpang yang datang. Tapi selalu saja ia harus kecewa, karena Profesor Ueno tidak pernah datang. Bahkan hingga esoknya, dua hari kemu dian , dan berhari-hari berikutnya dia tidak pernah datang. Namun Hachiko tetap menunggu dan menunggu di stasiun itu, mengharap tuannya kembali. Tubuhnya pun mulai menjadi kurus.
Para pegawai stasiun yang kasihan melihat Hachiko dan penasaran kenapa Profesor Ueno tidak pernah kembali mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Akhirnya didapat kabar bahwa Profesor Ueno telah meninggal dunia, bahkan telah dimakamkan oleh kerabatnya.
Mereka pun berusaha memberi tahu Hachiko bahwa tuannya tak akan pernah kembali lagi dan membujuk agar dia tidak perlu menunggu terus. Tetapi anjing itu seakan tidak percaya, atau tidak peduli. Dia tetap menunggu dan menunggu tuannya di stasiun itu, seakan dia yakin bahwa tuannya pasti akan kembali. Semakin hari tubuhnya semakin kurus kering karena jarang makan.
Akhirnya tersebarlah berita tentang seekor anjing yang setia terus menunggu tuannya walaupun tuannya sudah meninggal. Warga pun banyak yang datang ingin melihatnya. Banyak yang terharu. Bahkan sebagian sempat menitikkan air matanya ketika melihat dengan mata kepala sendiri seekor anjing yang sedang meringkuk di dekat pintu masuk menunggu tuannya yang sebenarnya tidak pernah akan kembali. Mereka yang simpati itu ada yang memberi makanan, susu, bahkan selimut agar tidak kedinginan.
Selama 9 tahun lebih, dia muncul di station setiap harinya pada pukul 3 sore, saat dimana dia biasa menunggu kepulangan tuannya. Namun hari-hari itu adalah saat dirinya tersiksa karena tuannya tidak kunjung tiba. Dan di suatu pagi, seorang petugas kebersihan stasiun tergopoh-gopoh melapor kepada pegawai keamanan. Sejenak kemu dian suasana menjadi ramai. Pegawai itu menemukan tubuh seekor anjing yang sudah kaku meringkuk di pojokan ruang tunggu. Anjing itu sudah menjadi mayat. Hachiko sudah mati. Kesetiaannya kepada sang tuannya pun terbawa sampai mati.
Warga yang mendengar kematian Hachiko segera berduyun-duyun ke stasiun Shibuya. Mereka umumnya sudah tahu cerita tentang kesetiaan anjing itu. Mereka ingin menghormati untuk yang terakhir kalinya. Menghormati sebuah arti kesetiaan yang kadang justru langka terjadi pada manusia.
Mereka begitu terkesan dan terharu. Untuk mengenang kesetiaan anjing itu mereka kemu dian membuat sebuah patung di dekat stasiun Shibuya. Sampai sekarang taman di sekitar patung itu sering dijadikan tempat untuk membuat janji bertemu. Karena masyarakat di sana berharap ada kesetiaan seperti yang sudah dicontohkan oleh Hachiku saat mereka harus menunggu maupun janji untuk datang. Akhirnya patung Hachiku pun dijadikan symbol kesetiaan. Kesetiaan yang tulus, yang terbawa sampai mati.
Sabtu, 29 Mei 2010
tradisi kita "laki-laki berdiri di kiri dan wanita di kanan"
Di Tiongkok "laki-laki berdiri di kiri dan wanita di kanan" seolah-olah sudah menjadi kebiasaan masyarakat Tiongkok, dan berpengaruh pada kehidupan sehari-hari dalam berbagai bidang. Kalau ke WC, lelaki masuk pintu kiri, dan wanita masuk pintu kanan. Kalau mengenakan cincin, laki-laki di tangan kiri, dan wanita di tangan kanan. Selain itu, apabila sepasang suami istri mengambil foto, atau menghadiri upacara tertentu, biasanya suami di sebelah kiri dan istri di sebelah kanan. Kalau terbalik, bisa ditertawai karena dianggap melanggar adat istiadat "laki-laki di kiri dan wanita di kanan".
Bagaimana terjadinya adat istiadat itu? Konon ketika leluhur bangsa Tionghoa Pangu meninggal dunia, organ-organ badannya menjelma menjadi matahari, bulan, bintang, gunung, sungai serta jiwa di bumi. Mata kiri Pangu menjadi dewa mata hari, mata kanannya menjadi dewi bulan. Adat istiadat "laki-laki di kiri, dan wanita di kanan" berasal dari cerita itu. Kedua dewa yang masing-masing mewakili matahari dan bulan itu siapa? Dewa matahari namanya Fuxi, dewi bulan namanya Nuwa, keduanya adalah dewa dalam dongeng rakyat Tiongkok.
Selain itu, adat istiadat "laki-laki di kiri, wanita di kanan" berhubungan erat dengan pandangan filsafat rakyat di zaman kuno. Para ahli filsafat kuno Tiongkok berpendapat, di dunia terdapat dua energi. Satu disebut Yang, dan yang satu lagi disebut Yin. Semua hal ikhwal di dunia alam ini bisa diuraikan menjadi Yin dan Yang. Misalnya besar dan kecil, panjang dan pendek, atas dan bawah, kiri dan kanan. Yang besar, panjang, atas dan kiri adalah Yang, sedangkah hal-hal yang kecil, pendek, bawah dan kanan adalah Yin.
Laki-laki yang dianggap kuat digolongkan sebagai Yang. Ia berdiri di sebelah kiri wanita yang dianggap lemah dan termasuk Yin di kanannya. Ini juga merupakan salah satu asal usul adat istiadat "laki-laki di kiri, wanita di kanan".
Dalam masyarakat feodal Tiongkok, semua hal ikhwal terbagi ke dalam hormat dan hina serta tinggi dan rendah, tak kecuali arah Timur, Barat, Selatan dan Utara, serta depan, belakang, kiri dan kanan.
Pada zaman kuno Tiongkok, kaisar adalah yang paling tinggi. Ia duduk menghadap ke Selatan dan membelakangi Utara. Di sebelah kirinya adalah Timur. Maka sementara kita menghormati arah Timur, posisi kiri juga ikut menjadi anggun. Kamar merupakan bagian paling penting dalam perumahan rakyat.
Di Siheyuan, yaitu perumahan dengan pekarangan segi empat di tengahnya yang merupakan perumahan tradisional di Beijing semuanya berlantai satu, tidak ada bangunan bertingkat. Rumah paling penting dalam Siheyuan adalah Zhengfang, atau rumah resmi, yaitu kamar-kamar mengarah selatan ,disebut pula Shangfang, atau rumah kehormatan. Karena roh peringatan leluhur ditempatkan di tengah rumah Zhengfang, maka kamar Zhengfang berstatus paling tinggi di seluruh rumah Siheyuan. Rumah Zhengfang terdiri dari tiga kamar, di tengah-tengah adalah ruang untuk menghormat leluhur, kamar kiri di sisi timur untuk kakek dan nenek , dan kamar kanan di sisi barat untuk ibu dan ayah. Kamar di sisi kiri lebih besar daripada kamar di sisi kanan. Itu juga adalah pengaruh dari adat istiadat menghormati kiri.
Mengenakan cincin juga mempunyai aturan sendiri.Publik pada umumnya menganggap, kiri menandakan kewibawaan dan kekuatan, kanan menandakan kelemahan dan perhatian. Maka pemakaian cincin juga dibedakan. Laki-laki memakai cincin di tangan kiri, wanita di tangan kanan.
Disamping itu, kalau cincin dikenakan di jari telunjuk oleh seorang , itu pertanda bahwa ia sedang mencari jodoh. Kalau cincin itu dikenakan di jari manisnya , pertanda bahwa pria itu sudah menikah. Sedangkan wanita pada umumnya tidak mengenakan cincin pada jari telunjuknya. Baik laki-laki maupun perempuan bila mengenakan cincin pada jari kelingkingnya masing-masing di tangan kiri dan tangan kanannya , itu adalah pernyataan tegas bahwa dirinya masih belum punya pasangan. Kalau berhubungan dengan orang lain, sebaiknya memperhatikan di mana orang tersebut memakai cincinnya, dan menghormati adat istiadat ini supaya dapat bergaul dengan baik.
Menurut adat istiadat Timur, kalau sepasang suami isteri harus menandatangani sebuah dokumen, nama suaminya pasti harus di depan, dan disusul dengan nama istrinya . Tapi lain di Barat yang menjunjung kebiasaan lady first. Ada satu pepatah Tiongkok berbunyi, memasuki negara lain harus mengikuti kebiasaan negara itu. Dengan mengikuti adat istiadat ini, kalau Anda datang ke Tiongkok, Anda akan dapat dengan cepat membaur dengan masyarakat Tiongkok.
Bagaimana terjadinya adat istiadat itu? Konon ketika leluhur bangsa Tionghoa Pangu meninggal dunia, organ-organ badannya menjelma menjadi matahari, bulan, bintang, gunung, sungai serta jiwa di bumi. Mata kiri Pangu menjadi dewa mata hari, mata kanannya menjadi dewi bulan. Adat istiadat "laki-laki di kiri, dan wanita di kanan" berasal dari cerita itu. Kedua dewa yang masing-masing mewakili matahari dan bulan itu siapa? Dewa matahari namanya Fuxi, dewi bulan namanya Nuwa, keduanya adalah dewa dalam dongeng rakyat Tiongkok.
Selain itu, adat istiadat "laki-laki di kiri, wanita di kanan" berhubungan erat dengan pandangan filsafat rakyat di zaman kuno. Para ahli filsafat kuno Tiongkok berpendapat, di dunia terdapat dua energi. Satu disebut Yang, dan yang satu lagi disebut Yin. Semua hal ikhwal di dunia alam ini bisa diuraikan menjadi Yin dan Yang. Misalnya besar dan kecil, panjang dan pendek, atas dan bawah, kiri dan kanan. Yang besar, panjang, atas dan kiri adalah Yang, sedangkah hal-hal yang kecil, pendek, bawah dan kanan adalah Yin.
Laki-laki yang dianggap kuat digolongkan sebagai Yang. Ia berdiri di sebelah kiri wanita yang dianggap lemah dan termasuk Yin di kanannya. Ini juga merupakan salah satu asal usul adat istiadat "laki-laki di kiri, wanita di kanan".
Dalam masyarakat feodal Tiongkok, semua hal ikhwal terbagi ke dalam hormat dan hina serta tinggi dan rendah, tak kecuali arah Timur, Barat, Selatan dan Utara, serta depan, belakang, kiri dan kanan.
Pada zaman kuno Tiongkok, kaisar adalah yang paling tinggi. Ia duduk menghadap ke Selatan dan membelakangi Utara. Di sebelah kirinya adalah Timur. Maka sementara kita menghormati arah Timur, posisi kiri juga ikut menjadi anggun. Kamar merupakan bagian paling penting dalam perumahan rakyat.
Di Siheyuan, yaitu perumahan dengan pekarangan segi empat di tengahnya yang merupakan perumahan tradisional di Beijing semuanya berlantai satu, tidak ada bangunan bertingkat. Rumah paling penting dalam Siheyuan adalah Zhengfang, atau rumah resmi, yaitu kamar-kamar mengarah selatan ,disebut pula Shangfang, atau rumah kehormatan. Karena roh peringatan leluhur ditempatkan di tengah rumah Zhengfang, maka kamar Zhengfang berstatus paling tinggi di seluruh rumah Siheyuan. Rumah Zhengfang terdiri dari tiga kamar, di tengah-tengah adalah ruang untuk menghormat leluhur, kamar kiri di sisi timur untuk kakek dan nenek , dan kamar kanan di sisi barat untuk ibu dan ayah. Kamar di sisi kiri lebih besar daripada kamar di sisi kanan. Itu juga adalah pengaruh dari adat istiadat menghormati kiri.
Mengenakan cincin juga mempunyai aturan sendiri.Publik pada umumnya menganggap, kiri menandakan kewibawaan dan kekuatan, kanan menandakan kelemahan dan perhatian. Maka pemakaian cincin juga dibedakan. Laki-laki memakai cincin di tangan kiri, wanita di tangan kanan.
Disamping itu, kalau cincin dikenakan di jari telunjuk oleh seorang , itu pertanda bahwa ia sedang mencari jodoh. Kalau cincin itu dikenakan di jari manisnya , pertanda bahwa pria itu sudah menikah. Sedangkan wanita pada umumnya tidak mengenakan cincin pada jari telunjuknya. Baik laki-laki maupun perempuan bila mengenakan cincin pada jari kelingkingnya masing-masing di tangan kiri dan tangan kanannya , itu adalah pernyataan tegas bahwa dirinya masih belum punya pasangan. Kalau berhubungan dengan orang lain, sebaiknya memperhatikan di mana orang tersebut memakai cincinnya, dan menghormati adat istiadat ini supaya dapat bergaul dengan baik.
Menurut adat istiadat Timur, kalau sepasang suami isteri harus menandatangani sebuah dokumen, nama suaminya pasti harus di depan, dan disusul dengan nama istrinya . Tapi lain di Barat yang menjunjung kebiasaan lady first. Ada satu pepatah Tiongkok berbunyi, memasuki negara lain harus mengikuti kebiasaan negara itu. Dengan mengikuti adat istiadat ini, kalau Anda datang ke Tiongkok, Anda akan dapat dengan cepat membaur dengan masyarakat Tiongkok.
Kisah Nyata Sedih Gadis-gadis Amoy, Singkawang
Kalimantan memang pulau yang indah nan subur, pulau yang memberikan berkah berlimpah berkat sumber daya alamnya yang kaya. Pulau yang dimiliki oleh tiga Negara sekaligus ini merupakan salah satu pulau terbesar di dunia. Memiliki kekayaan alam, tidak sepenuhnya memberikan berkah bagi penduduk sekitarnya. Indonesia memiliki bagian terbesar daerah di Kalimantan tapi ironisnya, Indonesia memiliki penduduk termiskin yang sangat kontras dengan pemilik pulau lainnya seperti Malaysia dan Brunai Darusallam yang hidup dengan mewahnya.
Ketimpangan sosial ini menimbulkan banyak persoalan dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang hidup di Kalimantan. Banyak dari mereka yang tidak memiliki pekerjaan walaupun sadar tanah yang mereka pijak telah memberikan triliunan Dollar kepada pemerintah dan sebagian pengusaha. Bila kita mendengar terjadinya eksodus TKI dari daerah sekitar Kalimantan menuju Malaysia atau Brunai, maka kita tidak bisa menyalahkan mereka.
Bagi mereka yang mendapatkan pekerjaan di negeri tetangga, itu adalah sebuah berkah, tapi bagi mereka yang tidak punya pilihan karena tidak dapat bekerja. Mereka hanya mengandalkan satu hal, diri mereka sendiri untuk dikorbankan. Itulah yang terjadi pada gadis-gadis Kalimantan yang banyak terjadi di sebuah daerah Kalimantan Barat, Singkawang. Gadis-gadis remaja yang beranjak dewasa atau disebut Amoy, rela melepas perawan mereka dengan diperistri oleh laki-laki luar yang kebanyakan berasal dari Malaysia, Taiwan, Hongkong dan Brunei.
Singkawang memang kota yang unik, hampir sebagian penduduknya secara garis besar adalah warga keturunan China yang telah hidup di Indonesia selama beberapa generasi dari nenek moyang mereka. Banyak dari mereka yang bekerja sebagai petani, nelayan dan pedagang. Sayangnya, tidak semua penduduknya hidup seperti layaknya keturunan China di beberapa Negara atau kota yang hidup mewah ataupun sederhana. Banyak dari penduduknya hidup dibawah garis kemiskinan yang sangat menyedihkan.
Kata Amoy adalah singkatan bagi gadis-gadis remaja keturunan China yang belum menikah. Boleh dikatakan Singkawang memang indentik dengan julukan lain kota Amoy selain kota seribu kelenteng. Parahnya, singkatan itu tidak semuanya berujung baik, Amoy Singkawang indentik sebagai gudangnya pria-pria yang ingin mencari istri secara instans. Fenomena Amoy yang tersohor itulah yang melahirkan pernikahan lintas Negara.
Pernikahan lintas Negara sepertinya sudah menjadi impian bagi gadis-gadis singkawang untuk mengubah garis hidup mereka yang miskin dengan harapan ketika menikah nanti, sang suami bisa mengubah semuanya. Lucunya lagi, keinginan gadis-gadis Amoy itu menjadi ladang bisnis yang subur bagi segelintir orang untuk mendirikan kantor agen biro jodoh. Jadi selain kantor agen biro tenaga kerja, agen biro jodoh ala makcomblang modern, kini sangat banyak tumbuh subur di Singkawang ( CIC: Selang 15 tahun belakangan ini saja sudah terjadi 55.800 lebih perkawinan lintas negara ini. Dan kebanyakan adalah dengan pria-pria dari negara Taiwan )
Keinginan besar untuk segera lepas dari garis kemiskinan membuat banyak gadis-gadis singkawang mendaftarkan diri ke Biro jodoh untuk dicarikan suami tanpa pernah merasakan cinta. Melihat fenomena itu, tidak heran begitu banyak para orang tua yang berharap melahirkan anak perempuan daripada laki-laki. Padahal tidak semua gadis Amoy ya1ng menikah dengan pria asing menjadi kaya seketika. Karena latar belakang pria yang akan menikahi gadis Amoy tidak akan pernah jelas sebelum gadis Amoy itu tiba di Negara Suami.
Gadis Amoy memang menjadi idaman bagi pria-pria asing untuk dinikahi, selain terkenal dengan tekun dan pekerja keras. Gadis amoy juga terkenal dengan rasa hormat serta pengorbanan yang tinggi kepada orang tua mereka. Itu terbukti dengan kerelaan mereka menikah dengan pria asing hanya untuk membantu perekonomian orang tuanya. Padahal, uang yang didapatkan dari hasil pernikahan itu tidak seberapa besarnya.
Seorang agen biro jodoh menjelaskan kalau seorang gadis Amoy yang menikah, biasanya akan mendapatkan mahar nikah dari suami yang berkisar antara 5-20 juta. Dengan uang sebanyak itu, maka sang anak gadis sudah resmi terjual kepada pria yang meminangnya. Celakanya dalam tradisi kebudayaan China, anak gadis ketika menikah dianggap telah lepas dari garis keturunan keluarga, itu terlihat dari hilangnya marga sang gadis mengikuti suami.
Gadis Amoy yang menikah tanpa cinta itu, setelah menikah tidak akan pernah melupakan keadaan orang tua. Biasanya setiap bulan mereka akan mengirimkan uang kepada orang tua, itulah yang membuat banyak orang tua yang berpikir pendek untuk tanpa ragu menikahkan anak gadisnya ketika menginjak usia 14 tahun. Padahal tidak semua pernikahan itu berujung bahagia, bisa jadi malah menjadi petaka.
Seperti yang dikisahkan oleh Asing. Gadis Amoy yang terpaksa menikah dengan pria Taiwan karena ingin membantu orang tuanya yang miskin. Asing menikah disaat usianya 14 tahun. Orang tuanya hanya petani serabutan, ia mendaftarkan dirinya ke agen biro jodoh setempat. Hanya seminggu setelah mendaftar, ia sudah dilamar oleh pria Taiwan berusia 30 tahun atau dua kali lipat umurnya. Dengan mahar sebesar 10 juta, ia pun menikah dan merantau ke negeri suaminya.
Awalnya ia berpikir kalau suaminya adalah orang kaya yang akan mengubah hidupnya, ternyata ia salah. Suaminya berbohong tentang semua kekayaan yang pernah dikatakan. Ketika tiba di Taiwan, ternyata sang suami hanyalah pedagang ikan yang berjualan di pasar. Kalau sudah begitu, Asing tidak punya pilihan selain ikut kepada suaminya, ia tidak bisa lari karena kendala bahasa dan lingkungan yang asing baginya.
Pernikahan itu seolah hanya untuk membuat suaminya memiliki pembantu, terbukti dengan betapa beratnya hidup Asing mengikuti suami. Ia harus membantu berdagang dan mencari ikan di laut. Hatinya miris dan ingin lari dari keadaan tapi tak berdaya, pasportnya ditahan sang suami. Demi membahagiakan orang tua, ia pun terpaksa menutupin semua kesedihan hatinya. Setiap bulan hasil keringat kerjanya dikirim kepada orang tua. Itupun hanya kalau sang suami berbaik hati memberikan uang.
Lain Asing lain pula dengan Alang. Ia menikah dengan pria Hongkong dengan keadaan cacat lumpuh. Ia rela menikah dengan pria itu untuk membantu ibunya yang sudah janda dan adik-adiknya yang masih kecil agar tetap bisa bersekolah. Ia seperti menjadi seorang suster bagi suami yang tidak mampu berjalan, setiap paginya ia harus merawat suami hingga malam. Tapi, sekali lagi.. Demi harapan besar agar hidup keluarganya berubah, ia menutup mata hatinya dan pasrah terhadap takdirnya.
Asing atau Aling hanya sebagian kecil dari ribuan gadis-gadis amoy yang berjuang hidup untuk orang tuanya. Banyak lagi yang tidak beruntung hingga mengalami siksaan fisik , cacat dan lebih buruk lagi dijadikan pelacur oleh suaminya sendiri. Mendengar hal-hal seperti itu, agen biro jodoh malah tidak pernah sepi dari gadis-gadis lugu yang tak berdaya karena kemiskinan untuk mengantri menunggu giliran takdir mereka selanjutnya..
Sungguh pilu melihat keadaan anak-anak Indonesia yang harus hidup tanpa nurani yang mampu berkata ataupun menjerit. Pernikahan ala export itu telah menjadi bagian daripada sindikat penjualan manusia secara legal. Tapi semua pihak tidak pernah bisa berdaya melihat kejadian fenomena ini. Mereka hanya bisa berharap kepada Tuhan agar fenomena ini berakhir, untuk berharap kepada pemerintah rasanya seperti bicara dengan burung didalam sangkar...
Ketimpangan sosial ini menimbulkan banyak persoalan dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang hidup di Kalimantan. Banyak dari mereka yang tidak memiliki pekerjaan walaupun sadar tanah yang mereka pijak telah memberikan triliunan Dollar kepada pemerintah dan sebagian pengusaha. Bila kita mendengar terjadinya eksodus TKI dari daerah sekitar Kalimantan menuju Malaysia atau Brunai, maka kita tidak bisa menyalahkan mereka.
Bagi mereka yang mendapatkan pekerjaan di negeri tetangga, itu adalah sebuah berkah, tapi bagi mereka yang tidak punya pilihan karena tidak dapat bekerja. Mereka hanya mengandalkan satu hal, diri mereka sendiri untuk dikorbankan. Itulah yang terjadi pada gadis-gadis Kalimantan yang banyak terjadi di sebuah daerah Kalimantan Barat, Singkawang. Gadis-gadis remaja yang beranjak dewasa atau disebut Amoy, rela melepas perawan mereka dengan diperistri oleh laki-laki luar yang kebanyakan berasal dari Malaysia, Taiwan, Hongkong dan Brunei.
Singkawang memang kota yang unik, hampir sebagian penduduknya secara garis besar adalah warga keturunan China yang telah hidup di Indonesia selama beberapa generasi dari nenek moyang mereka. Banyak dari mereka yang bekerja sebagai petani, nelayan dan pedagang. Sayangnya, tidak semua penduduknya hidup seperti layaknya keturunan China di beberapa Negara atau kota yang hidup mewah ataupun sederhana. Banyak dari penduduknya hidup dibawah garis kemiskinan yang sangat menyedihkan.
Kata Amoy adalah singkatan bagi gadis-gadis remaja keturunan China yang belum menikah. Boleh dikatakan Singkawang memang indentik dengan julukan lain kota Amoy selain kota seribu kelenteng. Parahnya, singkatan itu tidak semuanya berujung baik, Amoy Singkawang indentik sebagai gudangnya pria-pria yang ingin mencari istri secara instans. Fenomena Amoy yang tersohor itulah yang melahirkan pernikahan lintas Negara.
Pernikahan lintas Negara sepertinya sudah menjadi impian bagi gadis-gadis singkawang untuk mengubah garis hidup mereka yang miskin dengan harapan ketika menikah nanti, sang suami bisa mengubah semuanya. Lucunya lagi, keinginan gadis-gadis Amoy itu menjadi ladang bisnis yang subur bagi segelintir orang untuk mendirikan kantor agen biro jodoh. Jadi selain kantor agen biro tenaga kerja, agen biro jodoh ala makcomblang modern, kini sangat banyak tumbuh subur di Singkawang ( CIC: Selang 15 tahun belakangan ini saja sudah terjadi 55.800 lebih perkawinan lintas negara ini. Dan kebanyakan adalah dengan pria-pria dari negara Taiwan )
Keinginan besar untuk segera lepas dari garis kemiskinan membuat banyak gadis-gadis singkawang mendaftarkan diri ke Biro jodoh untuk dicarikan suami tanpa pernah merasakan cinta. Melihat fenomena itu, tidak heran begitu banyak para orang tua yang berharap melahirkan anak perempuan daripada laki-laki. Padahal tidak semua gadis Amoy ya1ng menikah dengan pria asing menjadi kaya seketika. Karena latar belakang pria yang akan menikahi gadis Amoy tidak akan pernah jelas sebelum gadis Amoy itu tiba di Negara Suami.
Gadis Amoy memang menjadi idaman bagi pria-pria asing untuk dinikahi, selain terkenal dengan tekun dan pekerja keras. Gadis amoy juga terkenal dengan rasa hormat serta pengorbanan yang tinggi kepada orang tua mereka. Itu terbukti dengan kerelaan mereka menikah dengan pria asing hanya untuk membantu perekonomian orang tuanya. Padahal, uang yang didapatkan dari hasil pernikahan itu tidak seberapa besarnya.
Seorang agen biro jodoh menjelaskan kalau seorang gadis Amoy yang menikah, biasanya akan mendapatkan mahar nikah dari suami yang berkisar antara 5-20 juta. Dengan uang sebanyak itu, maka sang anak gadis sudah resmi terjual kepada pria yang meminangnya. Celakanya dalam tradisi kebudayaan China, anak gadis ketika menikah dianggap telah lepas dari garis keturunan keluarga, itu terlihat dari hilangnya marga sang gadis mengikuti suami.
Gadis Amoy yang menikah tanpa cinta itu, setelah menikah tidak akan pernah melupakan keadaan orang tua. Biasanya setiap bulan mereka akan mengirimkan uang kepada orang tua, itulah yang membuat banyak orang tua yang berpikir pendek untuk tanpa ragu menikahkan anak gadisnya ketika menginjak usia 14 tahun. Padahal tidak semua pernikahan itu berujung bahagia, bisa jadi malah menjadi petaka.
Seperti yang dikisahkan oleh Asing. Gadis Amoy yang terpaksa menikah dengan pria Taiwan karena ingin membantu orang tuanya yang miskin. Asing menikah disaat usianya 14 tahun. Orang tuanya hanya petani serabutan, ia mendaftarkan dirinya ke agen biro jodoh setempat. Hanya seminggu setelah mendaftar, ia sudah dilamar oleh pria Taiwan berusia 30 tahun atau dua kali lipat umurnya. Dengan mahar sebesar 10 juta, ia pun menikah dan merantau ke negeri suaminya.
Awalnya ia berpikir kalau suaminya adalah orang kaya yang akan mengubah hidupnya, ternyata ia salah. Suaminya berbohong tentang semua kekayaan yang pernah dikatakan. Ketika tiba di Taiwan, ternyata sang suami hanyalah pedagang ikan yang berjualan di pasar. Kalau sudah begitu, Asing tidak punya pilihan selain ikut kepada suaminya, ia tidak bisa lari karena kendala bahasa dan lingkungan yang asing baginya.
Pernikahan itu seolah hanya untuk membuat suaminya memiliki pembantu, terbukti dengan betapa beratnya hidup Asing mengikuti suami. Ia harus membantu berdagang dan mencari ikan di laut. Hatinya miris dan ingin lari dari keadaan tapi tak berdaya, pasportnya ditahan sang suami. Demi membahagiakan orang tua, ia pun terpaksa menutupin semua kesedihan hatinya. Setiap bulan hasil keringat kerjanya dikirim kepada orang tua. Itupun hanya kalau sang suami berbaik hati memberikan uang.
Lain Asing lain pula dengan Alang. Ia menikah dengan pria Hongkong dengan keadaan cacat lumpuh. Ia rela menikah dengan pria itu untuk membantu ibunya yang sudah janda dan adik-adiknya yang masih kecil agar tetap bisa bersekolah. Ia seperti menjadi seorang suster bagi suami yang tidak mampu berjalan, setiap paginya ia harus merawat suami hingga malam. Tapi, sekali lagi.. Demi harapan besar agar hidup keluarganya berubah, ia menutup mata hatinya dan pasrah terhadap takdirnya.
Asing atau Aling hanya sebagian kecil dari ribuan gadis-gadis amoy yang berjuang hidup untuk orang tuanya. Banyak lagi yang tidak beruntung hingga mengalami siksaan fisik , cacat dan lebih buruk lagi dijadikan pelacur oleh suaminya sendiri. Mendengar hal-hal seperti itu, agen biro jodoh malah tidak pernah sepi dari gadis-gadis lugu yang tak berdaya karena kemiskinan untuk mengantri menunggu giliran takdir mereka selanjutnya..
Sungguh pilu melihat keadaan anak-anak Indonesia yang harus hidup tanpa nurani yang mampu berkata ataupun menjerit. Pernikahan ala export itu telah menjadi bagian daripada sindikat penjualan manusia secara legal. Tapi semua pihak tidak pernah bisa berdaya melihat kejadian fenomena ini. Mereka hanya bisa berharap kepada Tuhan agar fenomena ini berakhir, untuk berharap kepada pemerintah rasanya seperti bicara dengan burung didalam sangkar...
Time to Change
Berhasil mengatasi masalah akan mengantarkan kita
pada posisi yang bagus untuk mengatasi masalah berikutnya.
Kesuksesan kita akan menjadi bekal yang sangat baik untuk mencapai kesuksesan2 berikutnya.
Orang yang kaya menjadi lebih kaya bukan karena
harta yang dimilikinya, namun karena arah yang
benar dalam usaha dan kehidupannya;
tindakan yang benar dalam langkah-langkahnya,
sehingga kesuksesan itu akan muncul ber-ulang2!
Kalau dalam kehidupan, kita melihat yang kaya makin kaya,
yang miskin makin miskin. Memang itu yang terjadi.
Sekarang lihatlah kehidupan kita. Apakah kita makin kaya
atau makin miskin? Jika kita makin miskin, maka segeralah berbalik arah.
Kita pasti melakukan kesalahan yang mungkin tidak kita sadari. Jika kita
tetap menjalani apa yang kita lakukan sekarang ini, maka kemungkinan
kita akan semakin terpuruk. Namun jika kita merasa makin kaya, maka
melangkahlah makin cepat. Berlarilah! Karena arah Kita sudah benar.
Jika kita cenderung mengalami kemerosotan
dalam taraf kehidupan, maka saatnya sekarang
berbalik arah! Ubah arah kita karena itu tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Kita telah melakukan kesalahan!
Sekaranglah saatnya KITA berubah! Kemalasan kita
ubah menjadi ketekunan. Kesombongan kita harus
diubah menjadi keramahan. Kesederhanaan kita dalam
berpikir harus kita ubah dengan kreativitas
yang genius. Kelalain Kita harus kita ubah dengan
kewaspadaan yang tajam. Waktu kita harus diisi
penuh dengan aktivitas, detik demi detik.
Pikiran negatif kita harus diubah dengan pikiran positif.
Apakah mudah? Jangan bertanya lagi! Begitu kita ingat
maka lakukan perubahan itu, terus menerus, hingga kita
tidak akan merasakan itu, dan kita sudah berbalik arah.
Ya, sekaranglah saatnya kita banting setir!
Rasakan perubahan itu. Bila kehidupan kita sudah
mulai membaik, maka semangati untuk melakukan lebih
kencang, bergerak lebih cepat, berpikir lebih taktis
dan lakukan terus hal-hal baik yang sudah membuat
kehidupan kita menuju arah yang benar.
Ingat! Orang yang kaya semakin kaya, bukan karena dia
memiliki harta lebih banyak, namun karena dia sudah
berada diarah yang benar. Kesuksesan yang dia capai
telah membuat efek domino untuk kesuksesan berikutnya!
pada posisi yang bagus untuk mengatasi masalah berikutnya.
Kesuksesan kita akan menjadi bekal yang sangat baik untuk mencapai kesuksesan2 berikutnya.
Orang yang kaya menjadi lebih kaya bukan karena
harta yang dimilikinya, namun karena arah yang
benar dalam usaha dan kehidupannya;
tindakan yang benar dalam langkah-langkahnya,
sehingga kesuksesan itu akan muncul ber-ulang2!
Kalau dalam kehidupan, kita melihat yang kaya makin kaya,
yang miskin makin miskin. Memang itu yang terjadi.
Sekarang lihatlah kehidupan kita. Apakah kita makin kaya
atau makin miskin? Jika kita makin miskin, maka segeralah berbalik arah.
Kita pasti melakukan kesalahan yang mungkin tidak kita sadari. Jika kita
tetap menjalani apa yang kita lakukan sekarang ini, maka kemungkinan
kita akan semakin terpuruk. Namun jika kita merasa makin kaya, maka
melangkahlah makin cepat. Berlarilah! Karena arah Kita sudah benar.
Jika kita cenderung mengalami kemerosotan
dalam taraf kehidupan, maka saatnya sekarang
berbalik arah! Ubah arah kita karena itu tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Kita telah melakukan kesalahan!
Sekaranglah saatnya KITA berubah! Kemalasan kita
ubah menjadi ketekunan. Kesombongan kita harus
diubah menjadi keramahan. Kesederhanaan kita dalam
berpikir harus kita ubah dengan kreativitas
yang genius. Kelalain Kita harus kita ubah dengan
kewaspadaan yang tajam. Waktu kita harus diisi
penuh dengan aktivitas, detik demi detik.
Pikiran negatif kita harus diubah dengan pikiran positif.
Apakah mudah? Jangan bertanya lagi! Begitu kita ingat
maka lakukan perubahan itu, terus menerus, hingga kita
tidak akan merasakan itu, dan kita sudah berbalik arah.
Ya, sekaranglah saatnya kita banting setir!
Rasakan perubahan itu. Bila kehidupan kita sudah
mulai membaik, maka semangati untuk melakukan lebih
kencang, bergerak lebih cepat, berpikir lebih taktis
dan lakukan terus hal-hal baik yang sudah membuat
kehidupan kita menuju arah yang benar.
Ingat! Orang yang kaya semakin kaya, bukan karena dia
memiliki harta lebih banyak, namun karena dia sudah
berada diarah yang benar. Kesuksesan yang dia capai
telah membuat efek domino untuk kesuksesan berikutnya!
Yang Baru di Tahun Baru
Tak terasa waktu sudah membawa kita menapak ke tahun yang baru. Wah, apa yang sudah kita raih di tahun yang lalu? Adakah yang ingin kita ulangi? Adakah yang ingin kita perbaiki? Adakah hal baru yang ingin kita mulai? Jika ini yang ingin Anda lakukan, ide-ide berikut mungkin bisa Anda coba di tahun yang baru ini.
Mimpi Baru
Sebuah kesuksesan dimulai dari sebuah mimpi. Impian dapat sederhana, seperti membeli laptop baru sampai mimpi yang lebih tinggi lagi seperti membangun bisnis baru. Yang pasti mimpi banyak manfaatnya. Mimpi memberi motivasi bagi kita untuk bertindak. Mimpi juga memberi arah bagi kita untuk melangkah.
Mimpi merupakan “vitamin” bagi kita untuk memperkuat diri dalam menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Dengan berfokus pada mimpi kita menjadi bersemangat mencari tambahan pemasukan. Mimpi juga memberi kita keinginan untuk menabung guna merealisasikan mimpi. Mimpi juga memberi kekuatan dan kreativitas bagi kita untuk mangatasi masalah dan menemukan solusi.
Tanpa mimpi, tak ada harapan. Tanpa harapan, tak ada tindakan. Tanpa tindakan tak ada langkah maju. Jadi, jika Anda belum punya mimpi baru di tahun yang baru, segeralah mengambil alat tulis, dan mulailah menuliskan daftar mimpi yang ingin Anda raih.
Pilih satu atau beberapa yang benar-benar ingin Anda capai, dan bertindaklah mendekatkan diri ke arah realisasi mimpi. Di akhir tahun nanti, coba lihat kembali daftar mimpi Anda. Berapa banyak mimpi yang berhasil Anda realisasikan? Pasti asyik melihat kembali prestasi yang sudah Anda cetak.
Rencana Baru
Mimpi tanpa rencana tindakan tidaklah lengkap. Mimpi Yohanes Surya membawa putra-putri bangsa sebagai pemenang di ajang Olimpiade Fisika Internasional sudah mulai membuahkan sukses.
Semua ini tidak bergulir begitu saja. Yohanes Surya dan timnya membuat rencana terperinci dari seleksi, persiapan akademis dan nonakademis, strategi bertanding, menerjemahkan soal-soal yang harus dikerjakan peserta dari Indonesia, sampai memperjuangkan nilai peserta dari Indonesia di hadapan juri internasional.
Semua dilakukan dengan rencana matang. Rencana yang matang ini mempermudah kita meyakinkan orang-orang sekitar untuk memberikan dukungan penuh bagi kita untuk merealisasikan rencana untuk menggapai mimpi.
Rencana akan lebih mudah dibuat jika kita memiliki gambaran yang jelas dan terperinci akan mimpi yang kita ingin raih. Jadi, rencana akan tergantung pada kejelasan mimpi. Nah, jika Anda sudah mempunyai mimpi, visualiasasikan mimpi Anda dengan jelas dan terperinci, lalu mulailah menyusun rencana strategis untuk meraih sukses.
Cara Pandang Baru
Jika tadinya kita adalah seorang karyawan dan memiliki mimpi menjadi seorang pengusaha, tentunya kita perlu mengubah cara pandang kita, dari cara pandang karyawan biasa menjadi cara pandang pengusaha. Sebagai karyawan kita fokus pada kepuasan atasan, sebagai pengusaha kita perlu fokus pada kepuasan karyawan dan kepuasan pelanggan.
Sebagai karyawan sasaran usaha kita adalah penyelesaian pekerjaan dan pencapaian target yang menjadi tanggung jawab kita. Di sisi lain, sebagai pengusaha kita harus meluaskan pandangan kita, tidak hanya hal-hal yang berada dalam jangkauan keterampilan kita, tetapi yang lebih luas dari itu.
Kita perlu mempunyai pandangan multidimensi, yakni dimensi keterampilan yang kita kuasai, dimensi keuangan, pemasaran, jaringan hubungan dengan bank, investor, pelanggan, supplier, dan berbagai pihak lain yang terkait dengan bisnis yang akan kita raih, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kebiasaan Baru
Cara pandang baru menuntut kita memiliki kebiasaan baru juga. Kebiasaan menunda pekerjaan bisa kita ganti dengan kebiasaan menyelesaikan pekerjaan tanpa penundaan. Kebiasaan datang terlambat bisa kita ganti dengan kebiasaan datang lebih awal. Kebiasaan menyelesaikan pekerjaan tanpa melakukan pengecekan kembali, bisa diganti dengan kebiasaan untuk selalu mengecek ulang hasil kerja yang telah diselesaikan. Kebiasaan bertindak tanpa rencana bisa kita ganti dengan bertindak dengan rencana. Kebiasaan-kebiasaan baru tidak harus selalu merupakan kebiasaan yang baru sama sekali, tetapi kita bisa juga mengembangkan kebiasaan-kebiasaan lama yang sudah baik tetapi lebih diperbaharui.
Kebiasaan menuntaskan pekerjaan bisa diperbaiki menjadi kebiasaan menuntaskan pekerjaan lebih awal. Kebiasaan berpikir positif bisa ditingkatkan menjadi kebiasaan berpikir positif dan kreatif.
Coba pikirkan kebiasaan-kebiasaan positif baru apa yang bisa kita kembangkan di tahun yang baru ini? Kesuksesan dapat diraih karena kebiasaan-kebiasaan sukses dari melakukan hal-hal kecil dengan baik.
Keterampilan dan Pengetahuan Baru
Perubahan merupakan bagian tak terpisahkan dari hidup manusia. Yang namanya hidup, haruslah ada perubahan. Perubahan membuat kita lebih bersemangat karena ada hal-hal baru yang kita pelajari.
Untuk itulah kita harus selalu meningkatkan diri dengan pengetahuan dan keterampilan baru setiap saat. Agar hidup terasa lebih hidup, miliki keterampilan dan pengetahuan baru. Hal itu pasti menyenangkan, karena dengan keterampilan baru, dunia baru terbuka bagi kita di depan mata kita.
Dengan belajar bahasa baru (bahasa Inggris, Prancis, Jepang, China, Thailand, Filipina, ataupun India), kita memiliki minat baru untuk melihat dunia baru, yakni adat istiadat, tempat-tempat menarik, hasil budaya, atau kesempatan berbisnis di negara-negara lain. Dengan mempelajari ilmu baru, kita memperkaya kemampuan dan keterampilan kita saat ini menjadi lebih luas, sehingga kombinasinya menjadi lebih unik.
Seorang pebisnis makanan yang memiliki keterampilan, pengetahuan, ataupun minat di bidang musik, desain interior, atau teknologi informasi bisa menjadikan bisnis rumah makannya lebih unik dengan paduan berbagai keterampilan, minat dan pengetahuan yang dimilikinya, misalnya restoran dengan nuansa musik, sentuhan teknologi, dan desain interior yang menarik. Dengan demikian bisnis restorannya tampil beda dari pesaing di bidang yang sama.
Penampilan Baru
Kadang-kadang untuk meningkatkan diri menjadi lebih baik di tahun yang baru, kita hanya perlu mengubah penampilan kita saja. Jika kita ingin menjiwai usaha dan pekerjaan yang baru, penampilan seringkali sangat membantu.
Seorang pebasket yang menjawab tantangan untuk ikut kontes menjadi seorang penari, tidak hanya harus mempelajari keterampilan baru sebagai seorang penari, cara pandang baru, tetapi juga dianjurkan pelatihnya menyesuaikan penampilannya dengan penampilan seorang penari: dari baju yang fleksibel dan luwes agar mempermudah gerak, sampai potongan rambut yang praktis dan licin agar tetap rapi ketika bergerak lincah ke sana-sini.
Mimpi Baru
Sebuah kesuksesan dimulai dari sebuah mimpi. Impian dapat sederhana, seperti membeli laptop baru sampai mimpi yang lebih tinggi lagi seperti membangun bisnis baru. Yang pasti mimpi banyak manfaatnya. Mimpi memberi motivasi bagi kita untuk bertindak. Mimpi juga memberi arah bagi kita untuk melangkah.
Mimpi merupakan “vitamin” bagi kita untuk memperkuat diri dalam menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Dengan berfokus pada mimpi kita menjadi bersemangat mencari tambahan pemasukan. Mimpi juga memberi kita keinginan untuk menabung guna merealisasikan mimpi. Mimpi juga memberi kekuatan dan kreativitas bagi kita untuk mangatasi masalah dan menemukan solusi.
Tanpa mimpi, tak ada harapan. Tanpa harapan, tak ada tindakan. Tanpa tindakan tak ada langkah maju. Jadi, jika Anda belum punya mimpi baru di tahun yang baru, segeralah mengambil alat tulis, dan mulailah menuliskan daftar mimpi yang ingin Anda raih.
Pilih satu atau beberapa yang benar-benar ingin Anda capai, dan bertindaklah mendekatkan diri ke arah realisasi mimpi. Di akhir tahun nanti, coba lihat kembali daftar mimpi Anda. Berapa banyak mimpi yang berhasil Anda realisasikan? Pasti asyik melihat kembali prestasi yang sudah Anda cetak.
Rencana Baru
Mimpi tanpa rencana tindakan tidaklah lengkap. Mimpi Yohanes Surya membawa putra-putri bangsa sebagai pemenang di ajang Olimpiade Fisika Internasional sudah mulai membuahkan sukses.
Semua ini tidak bergulir begitu saja. Yohanes Surya dan timnya membuat rencana terperinci dari seleksi, persiapan akademis dan nonakademis, strategi bertanding, menerjemahkan soal-soal yang harus dikerjakan peserta dari Indonesia, sampai memperjuangkan nilai peserta dari Indonesia di hadapan juri internasional.
Semua dilakukan dengan rencana matang. Rencana yang matang ini mempermudah kita meyakinkan orang-orang sekitar untuk memberikan dukungan penuh bagi kita untuk merealisasikan rencana untuk menggapai mimpi.
Rencana akan lebih mudah dibuat jika kita memiliki gambaran yang jelas dan terperinci akan mimpi yang kita ingin raih. Jadi, rencana akan tergantung pada kejelasan mimpi. Nah, jika Anda sudah mempunyai mimpi, visualiasasikan mimpi Anda dengan jelas dan terperinci, lalu mulailah menyusun rencana strategis untuk meraih sukses.
Cara Pandang Baru
Jika tadinya kita adalah seorang karyawan dan memiliki mimpi menjadi seorang pengusaha, tentunya kita perlu mengubah cara pandang kita, dari cara pandang karyawan biasa menjadi cara pandang pengusaha. Sebagai karyawan kita fokus pada kepuasan atasan, sebagai pengusaha kita perlu fokus pada kepuasan karyawan dan kepuasan pelanggan.
Sebagai karyawan sasaran usaha kita adalah penyelesaian pekerjaan dan pencapaian target yang menjadi tanggung jawab kita. Di sisi lain, sebagai pengusaha kita harus meluaskan pandangan kita, tidak hanya hal-hal yang berada dalam jangkauan keterampilan kita, tetapi yang lebih luas dari itu.
Kita perlu mempunyai pandangan multidimensi, yakni dimensi keterampilan yang kita kuasai, dimensi keuangan, pemasaran, jaringan hubungan dengan bank, investor, pelanggan, supplier, dan berbagai pihak lain yang terkait dengan bisnis yang akan kita raih, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kebiasaan Baru
Cara pandang baru menuntut kita memiliki kebiasaan baru juga. Kebiasaan menunda pekerjaan bisa kita ganti dengan kebiasaan menyelesaikan pekerjaan tanpa penundaan. Kebiasaan datang terlambat bisa kita ganti dengan kebiasaan datang lebih awal. Kebiasaan menyelesaikan pekerjaan tanpa melakukan pengecekan kembali, bisa diganti dengan kebiasaan untuk selalu mengecek ulang hasil kerja yang telah diselesaikan. Kebiasaan bertindak tanpa rencana bisa kita ganti dengan bertindak dengan rencana. Kebiasaan-kebiasaan baru tidak harus selalu merupakan kebiasaan yang baru sama sekali, tetapi kita bisa juga mengembangkan kebiasaan-kebiasaan lama yang sudah baik tetapi lebih diperbaharui.
Kebiasaan menuntaskan pekerjaan bisa diperbaiki menjadi kebiasaan menuntaskan pekerjaan lebih awal. Kebiasaan berpikir positif bisa ditingkatkan menjadi kebiasaan berpikir positif dan kreatif.
Coba pikirkan kebiasaan-kebiasaan positif baru apa yang bisa kita kembangkan di tahun yang baru ini? Kesuksesan dapat diraih karena kebiasaan-kebiasaan sukses dari melakukan hal-hal kecil dengan baik.
Keterampilan dan Pengetahuan Baru
Perubahan merupakan bagian tak terpisahkan dari hidup manusia. Yang namanya hidup, haruslah ada perubahan. Perubahan membuat kita lebih bersemangat karena ada hal-hal baru yang kita pelajari.
Untuk itulah kita harus selalu meningkatkan diri dengan pengetahuan dan keterampilan baru setiap saat. Agar hidup terasa lebih hidup, miliki keterampilan dan pengetahuan baru. Hal itu pasti menyenangkan, karena dengan keterampilan baru, dunia baru terbuka bagi kita di depan mata kita.
Dengan belajar bahasa baru (bahasa Inggris, Prancis, Jepang, China, Thailand, Filipina, ataupun India), kita memiliki minat baru untuk melihat dunia baru, yakni adat istiadat, tempat-tempat menarik, hasil budaya, atau kesempatan berbisnis di negara-negara lain. Dengan mempelajari ilmu baru, kita memperkaya kemampuan dan keterampilan kita saat ini menjadi lebih luas, sehingga kombinasinya menjadi lebih unik.
Seorang pebisnis makanan yang memiliki keterampilan, pengetahuan, ataupun minat di bidang musik, desain interior, atau teknologi informasi bisa menjadikan bisnis rumah makannya lebih unik dengan paduan berbagai keterampilan, minat dan pengetahuan yang dimilikinya, misalnya restoran dengan nuansa musik, sentuhan teknologi, dan desain interior yang menarik. Dengan demikian bisnis restorannya tampil beda dari pesaing di bidang yang sama.
Penampilan Baru
Kadang-kadang untuk meningkatkan diri menjadi lebih baik di tahun yang baru, kita hanya perlu mengubah penampilan kita saja. Jika kita ingin menjiwai usaha dan pekerjaan yang baru, penampilan seringkali sangat membantu.
Seorang pebasket yang menjawab tantangan untuk ikut kontes menjadi seorang penari, tidak hanya harus mempelajari keterampilan baru sebagai seorang penari, cara pandang baru, tetapi juga dianjurkan pelatihnya menyesuaikan penampilannya dengan penampilan seorang penari: dari baju yang fleksibel dan luwes agar mempermudah gerak, sampai potongan rambut yang praktis dan licin agar tetap rapi ketika bergerak lincah ke sana-sini.
Hal terindah dalam hidup
Hal terindah dalam hidup ini adalah disaat kita bahagia. Banyak hal yang bisa membuat seseorang itu merasa bahagia, apakah itu karena kenaikan gaji, promosi, atau berkat-berkat lain yang bisa membuat seseorang itu tersenyum dan tertawa. Tapi banyak hal pula yang bisa membuat seseorang itu sedih. Mungkin dikarenakan ditinggal oleh orang terkasih, mengalami kecelakaan, diPHK dan banyak lagi segudang masalah yang bisa membuat seseorang itu murung dan menangis. Itulah hidup, yang harus dijalani oleh setiap umat manusia. Seberat apapun permasalahan yang ia hadapi, tetap harus terus dijalani karena hidup tidak berhenti hanya karena sebuah masalah.
Jika kita amati, dewasa ini banyak orang yang menderita. Apakah itu karena tingginya tingkat kebutuhan hidup secara materi, apakah itu karena adanya isu dan sejumlah permasalahan di Negara saat ini ataukah permasalahan intern dalam masyarakat dan keluarga. Memang masalah tidak akan pernah luput dari kehidupan kita, ia akan selalu ada, berjalan beriiringan dan selalu mengusik ketenangan hidup kita. Pasalnya sekarang, apakah kita bisa menghadapi tiap hal yang mengusik ketentraman hidup kita ini? Tidak setiap orang mampu bertahan dalam setiap masalah yang ia gumuli. Seseorang yang ingin cepat kaya, rela mengambil jalan pintas dengan cara korupsi. Suami yang tidak bekerja, dengan mudah mencuri demi untuk menghidupi keluarganya. Sebuah keluarga harus tinggal terpisah hanya karena masalah ekonomi yang mereka hadapi. Seorang lulusan smu mengorbankan dirinya jatuh dalam “dunia gelap” hanya karena ingin sekedar mendapatkan rupiah. Apakah ini sebenarnya hidup yang merupakan anugerah besar dari Sang Khalik?
Apakah hal-hal demikian dianggap sebagai sebuah kehidupan umat manusia masa kini? Disadari atau tidak emang inilah fakta yang kalau kita perhatikan banyak sekali terjadi dalam masyarakat kita. Begitu banyak manusia di luar sana yang harus menjalani hidup sangat memprihatinkan. Sebagai contoh, keluarga yang harus hidup terpisah. Mereka tidak lagi bisa merasakan kehangatan kumpul bersama keluarga. Anak merindukan perhatian dan cinta kasih orang tua nya yang selama masih bersama dapat ia rasakan setiap waktu, sang istri/suami tidak bisa lagi saling memperhatikan dan berbagi cerita setiap saat. Karena jarak yang terlalu jauh memisahkan mereka. Terkadang sempat terbersit, “sampai kapan kita harus seperti ini? Tidah kah kau ingin melihat anak-anak ini tumbuh?” tidak jarang para istri mengeluh demikian. Dan tidak sedikit pula suami-suami yang berbisik “aku ingin berada didekat anak dan istriku”
Adapula anak yang harus berjauhan dari orang tua karena ingin mengejar cita-cita. Dia sanggup melakukan apasaja asalkan keinginan untuk melanjutkan sekolah terwujud. Dilemma anak-anak jalanan yang harus bekerja siang dan malam,dari menjual Koran, asongan, bahkan mengemis. Keberadaan mereka terkadang mengganggu tetapi ini juga suatu tuntuan hidup buat mereka. Diusia belia, mereka harus bekerja, bermandikan terik matahari dan dinginnya malam. Sepintas tersirat dibenak kita, dimanakah orang tua mereka? Mengapa begitu tega membiarkan anak-anak ini bertungkus lumus siang dan malam?
Apakah ini sudah menjadi jalan hidup mereka? Yah begitulah hidup. Kita dituntut untuk melakukannya, kita dipaksa untuk mengikuti alurnya. Bahkan mau tidak mau, jalan kehidupan itu memang sudah seharusnya dilalui. Tapi apakah kita hanya menyerah begitu saja pada hidup? Tidak adakah jalan lain yang dapat kita lakukan untuk mengubahnya? Tetapi adapula yang berkata” ini sudah takdir saya, jadi mau apalagi yah..harus dijalani”. Hidup manusia berasal dari Yang Maha Kuasa. Kita adalah milikNYA. Apapun yang IA ingin perbuat terhadap kita pasti akan DIA lakukan. Namun, sesungguhnya tidak ada yang buruk yang pernah DIA berikan pada kita,hanya yang terbaik dan selalu yang terbaik. Terkadang kita yang tidak pernah mengerti SANG PENCIPTA. Sebagi contoh, seorang karyawan pada sebuah perusahaan swasta katakanlah sebuah bank, sanggup menggelapkan uang perusahaan hanya karena alasan ingin menjadi orang terpandang dilingkungannya. Padahal semula ia hidup tenang bersama keluarganya disebuah rumah sederhana yang ia beli dari hasil usahanya yang halal. Hanya sekejap saja, buah perbuatan jahatnya dapat ia petik, selanjutnya sisa hidupnya ia habiskan dengan merenungi nasibnya di balik jeruji tahanan sambil bergumam” yah, sudah takdir saya masuk penjara
Dari ilustrasi tersebut dapat dilihat bahwa SANG KUASA tidak pernah mengabaikan kita, DIA tahu mana yang terbaik untuk kita. Tapi tetap saja manusia ciptaanNYA menghujat DIA bila problema mendekat. Tidak adakah kata-kata manis yang seharusnya kita panjatkan kepadaNYA selain daripada hujatan dan caci maki atas setiap penderitaan yang kita alami, yang sudah jelas kitalah pelaku untuk setiap derita yang ada pada kita saat ini?
Maka jalanilah hidup ini dengan apa adanya, apa yang kita miliki yang merupakan pemberian dari Sang Pencipta. Tidak perlu terlalu mengejar hal yang sifatnya sementara, karena hanya sesaat kita menikmatinya. Materi yang kita miliki saat ini merupakan pinjaman dari Sang Pemberi. Untuk apa terlalu mencintai sesuatu yang tidak memiliki nilai keabadian yang absolute. Carilah kasih dan damai sejahtera dalam hidup, kelak apa pun yang kita perbuat akan senantiasa terberkati dan berkat itu pasti akan selalu tercurah tanpa kita minta. Sesuatu yang sudah Tuhan rencanakan akan terjadi untuk kita, kelak akan terlaksana. Tinggal lagi kita harus membekali diri dengan kesabaran ekstra untuk menunggu waktuNYA tiba. Kapan? Kita juga tidak tahu, tidak mampu untuk memprediksikannya. Tidak pula sanggup untuk mengetahui alur cerita yang telah DIA berikan buat kita. Lantas apa yang seharusnya kita lakukan. Apakah hanya menunggu dan menunggu tanpa berbuat sesuatu? Jawabnya tentu tidak. Ibarat seorang nelayan yang sedang melaut ditengah samudra lepas, mengharap kembali dengan perahu penuh ikan, namun tak kunjung melepaskan umpan dan kail.
Bagaimana mungkin ikan-ikan lompat masuk ke dalam perahu sang nelayan kalau tidak ada usaha darinya untuk mengundang ikan-ikan itu masuk perahu. Seperti itu pula lah hidup kita, tanpa usaha apapun yang kita harapkan tidak mungkin akan terwujud. Tuhan menghendaki kita berusaha dalam setiap detik kehidupan kita. Berusaha untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, apakah itu pekerjaan, materi, atau seseorang yang kelak akan menjadi pasangan hidup kita atau apapun yang kita inginkan dalam hidup. Agar berbuah sempurna, usaha itu harus pula di iringi doa-doa kecil yang selalu kita panjatkan dalam setiap hembusan nafas yang kita tarik dan hirup. Tak lupa ucapkan syukur. Panjatkan rasa syukur kita pada Sang Pemberi Kehidupan. Katakan padaNYA bahwa sungguh suatu anugerah dan berkat yang begitu besar yang DIA berikan bagi kita setiap hari. Refleksikanlah diri kita setiap hari, pekalah terhadap sekelilingmu.
Lihatlah mereka yang membutuhkan bantuan mu..apakah mereka yang membutuhkan perhatianmu, kasih sayang darimu ataupun sekedar bantuan materi dari mu. Berikanlah apa yang ada padamu pada sesamamu…ikhlaslah dan jangan biarkan hatimu menggerutu dengan pemberian mu itu. Namun, hal terbesar yang dapat kau berikan kepada sesamamu adalah Cinta Kasih. Itu mahal nilainya, tidak dapat dibeli dengan apapun. Perhatikanlah rekan-rekanmu, dan kasihilah mereka senantiasa. Selayaknya kau mengasihi dirimu. Karena tidak ada satu orangpun yang tidak butuh kasih. Kasih itu menyejukkan. Bila amarah ada padamu dikarenakan oleh perbuatan rekan atau pun saudaramu, sejukkanlah hati dan perasaanmu dengan kasih. Jadikanlah kasih penawar dari setiap kebimbangan dan kegalauan hatimu..karena Kasih sejati itu tidak datang dari manusia namun dari Sang Empunya kehidupan. Maka dari itulah, sebagaimana Allah SWT mengasihimu, begitu pulalah hendaknya kau perbuat terhadap sesamamu.
Note :
Jalani kehidupan dengan bijaksana, tentukan tujuan hidup yang akan dicapai hari ini dan masa mendatang serta bersyukurlah selalu pada Sang Khalik.
Jika kita amati, dewasa ini banyak orang yang menderita. Apakah itu karena tingginya tingkat kebutuhan hidup secara materi, apakah itu karena adanya isu dan sejumlah permasalahan di Negara saat ini ataukah permasalahan intern dalam masyarakat dan keluarga. Memang masalah tidak akan pernah luput dari kehidupan kita, ia akan selalu ada, berjalan beriiringan dan selalu mengusik ketenangan hidup kita. Pasalnya sekarang, apakah kita bisa menghadapi tiap hal yang mengusik ketentraman hidup kita ini? Tidak setiap orang mampu bertahan dalam setiap masalah yang ia gumuli. Seseorang yang ingin cepat kaya, rela mengambil jalan pintas dengan cara korupsi. Suami yang tidak bekerja, dengan mudah mencuri demi untuk menghidupi keluarganya. Sebuah keluarga harus tinggal terpisah hanya karena masalah ekonomi yang mereka hadapi. Seorang lulusan smu mengorbankan dirinya jatuh dalam “dunia gelap” hanya karena ingin sekedar mendapatkan rupiah. Apakah ini sebenarnya hidup yang merupakan anugerah besar dari Sang Khalik?
Apakah hal-hal demikian dianggap sebagai sebuah kehidupan umat manusia masa kini? Disadari atau tidak emang inilah fakta yang kalau kita perhatikan banyak sekali terjadi dalam masyarakat kita. Begitu banyak manusia di luar sana yang harus menjalani hidup sangat memprihatinkan. Sebagai contoh, keluarga yang harus hidup terpisah. Mereka tidak lagi bisa merasakan kehangatan kumpul bersama keluarga. Anak merindukan perhatian dan cinta kasih orang tua nya yang selama masih bersama dapat ia rasakan setiap waktu, sang istri/suami tidak bisa lagi saling memperhatikan dan berbagi cerita setiap saat. Karena jarak yang terlalu jauh memisahkan mereka. Terkadang sempat terbersit, “sampai kapan kita harus seperti ini? Tidah kah kau ingin melihat anak-anak ini tumbuh?” tidak jarang para istri mengeluh demikian. Dan tidak sedikit pula suami-suami yang berbisik “aku ingin berada didekat anak dan istriku”
Adapula anak yang harus berjauhan dari orang tua karena ingin mengejar cita-cita. Dia sanggup melakukan apasaja asalkan keinginan untuk melanjutkan sekolah terwujud. Dilemma anak-anak jalanan yang harus bekerja siang dan malam,dari menjual Koran, asongan, bahkan mengemis. Keberadaan mereka terkadang mengganggu tetapi ini juga suatu tuntuan hidup buat mereka. Diusia belia, mereka harus bekerja, bermandikan terik matahari dan dinginnya malam. Sepintas tersirat dibenak kita, dimanakah orang tua mereka? Mengapa begitu tega membiarkan anak-anak ini bertungkus lumus siang dan malam?
Apakah ini sudah menjadi jalan hidup mereka? Yah begitulah hidup. Kita dituntut untuk melakukannya, kita dipaksa untuk mengikuti alurnya. Bahkan mau tidak mau, jalan kehidupan itu memang sudah seharusnya dilalui. Tapi apakah kita hanya menyerah begitu saja pada hidup? Tidak adakah jalan lain yang dapat kita lakukan untuk mengubahnya? Tetapi adapula yang berkata” ini sudah takdir saya, jadi mau apalagi yah..harus dijalani”. Hidup manusia berasal dari Yang Maha Kuasa. Kita adalah milikNYA. Apapun yang IA ingin perbuat terhadap kita pasti akan DIA lakukan. Namun, sesungguhnya tidak ada yang buruk yang pernah DIA berikan pada kita,hanya yang terbaik dan selalu yang terbaik. Terkadang kita yang tidak pernah mengerti SANG PENCIPTA. Sebagi contoh, seorang karyawan pada sebuah perusahaan swasta katakanlah sebuah bank, sanggup menggelapkan uang perusahaan hanya karena alasan ingin menjadi orang terpandang dilingkungannya. Padahal semula ia hidup tenang bersama keluarganya disebuah rumah sederhana yang ia beli dari hasil usahanya yang halal. Hanya sekejap saja, buah perbuatan jahatnya dapat ia petik, selanjutnya sisa hidupnya ia habiskan dengan merenungi nasibnya di balik jeruji tahanan sambil bergumam” yah, sudah takdir saya masuk penjara
Dari ilustrasi tersebut dapat dilihat bahwa SANG KUASA tidak pernah mengabaikan kita, DIA tahu mana yang terbaik untuk kita. Tapi tetap saja manusia ciptaanNYA menghujat DIA bila problema mendekat. Tidak adakah kata-kata manis yang seharusnya kita panjatkan kepadaNYA selain daripada hujatan dan caci maki atas setiap penderitaan yang kita alami, yang sudah jelas kitalah pelaku untuk setiap derita yang ada pada kita saat ini?
Maka jalanilah hidup ini dengan apa adanya, apa yang kita miliki yang merupakan pemberian dari Sang Pencipta. Tidak perlu terlalu mengejar hal yang sifatnya sementara, karena hanya sesaat kita menikmatinya. Materi yang kita miliki saat ini merupakan pinjaman dari Sang Pemberi. Untuk apa terlalu mencintai sesuatu yang tidak memiliki nilai keabadian yang absolute. Carilah kasih dan damai sejahtera dalam hidup, kelak apa pun yang kita perbuat akan senantiasa terberkati dan berkat itu pasti akan selalu tercurah tanpa kita minta. Sesuatu yang sudah Tuhan rencanakan akan terjadi untuk kita, kelak akan terlaksana. Tinggal lagi kita harus membekali diri dengan kesabaran ekstra untuk menunggu waktuNYA tiba. Kapan? Kita juga tidak tahu, tidak mampu untuk memprediksikannya. Tidak pula sanggup untuk mengetahui alur cerita yang telah DIA berikan buat kita. Lantas apa yang seharusnya kita lakukan. Apakah hanya menunggu dan menunggu tanpa berbuat sesuatu? Jawabnya tentu tidak. Ibarat seorang nelayan yang sedang melaut ditengah samudra lepas, mengharap kembali dengan perahu penuh ikan, namun tak kunjung melepaskan umpan dan kail.
Bagaimana mungkin ikan-ikan lompat masuk ke dalam perahu sang nelayan kalau tidak ada usaha darinya untuk mengundang ikan-ikan itu masuk perahu. Seperti itu pula lah hidup kita, tanpa usaha apapun yang kita harapkan tidak mungkin akan terwujud. Tuhan menghendaki kita berusaha dalam setiap detik kehidupan kita. Berusaha untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, apakah itu pekerjaan, materi, atau seseorang yang kelak akan menjadi pasangan hidup kita atau apapun yang kita inginkan dalam hidup. Agar berbuah sempurna, usaha itu harus pula di iringi doa-doa kecil yang selalu kita panjatkan dalam setiap hembusan nafas yang kita tarik dan hirup. Tak lupa ucapkan syukur. Panjatkan rasa syukur kita pada Sang Pemberi Kehidupan. Katakan padaNYA bahwa sungguh suatu anugerah dan berkat yang begitu besar yang DIA berikan bagi kita setiap hari. Refleksikanlah diri kita setiap hari, pekalah terhadap sekelilingmu.
Lihatlah mereka yang membutuhkan bantuan mu..apakah mereka yang membutuhkan perhatianmu, kasih sayang darimu ataupun sekedar bantuan materi dari mu. Berikanlah apa yang ada padamu pada sesamamu…ikhlaslah dan jangan biarkan hatimu menggerutu dengan pemberian mu itu. Namun, hal terbesar yang dapat kau berikan kepada sesamamu adalah Cinta Kasih. Itu mahal nilainya, tidak dapat dibeli dengan apapun. Perhatikanlah rekan-rekanmu, dan kasihilah mereka senantiasa. Selayaknya kau mengasihi dirimu. Karena tidak ada satu orangpun yang tidak butuh kasih. Kasih itu menyejukkan. Bila amarah ada padamu dikarenakan oleh perbuatan rekan atau pun saudaramu, sejukkanlah hati dan perasaanmu dengan kasih. Jadikanlah kasih penawar dari setiap kebimbangan dan kegalauan hatimu..karena Kasih sejati itu tidak datang dari manusia namun dari Sang Empunya kehidupan. Maka dari itulah, sebagaimana Allah SWT mengasihimu, begitu pulalah hendaknya kau perbuat terhadap sesamamu.
Note :
Jalani kehidupan dengan bijaksana, tentukan tujuan hidup yang akan dicapai hari ini dan masa mendatang serta bersyukurlah selalu pada Sang Khalik.
CINTA dan KEHIDUPAN
Plato bertanya akan cinta dan
kehidupan …
Suatu hari, Plato bertanya pada
gurunya, “Apa itu cinta? Bagaimana
saya menemukannya? Gurunya
menjawab, “Ada ladang gandum yang luas
didepan sana. Berjalanlah kamu dan
tanpa boleh mundur kembali, kemudian
ambillah satu saja ranting. Jika kamu
menemukan ranting yang kamu anggap
paling menakjubkan, artinya kamu telah
menemukan cinta” .
Plato pun berjalan, dan tidak seberapa
lama, dia kembali dengan tangan
kosong, tanpa membawa apapun.
Gurunya bertanya, “Mengapa kamu tidak
membawa satupun ranting?” Plato
menjawab, “Aku hanya boleh membawa
satu saja,dan saat berjalan tidak
boleh mundur kembali (berbalik)”.
Sebenarnya aku telah menemukan yang
paling menakjubkan, tapi aku tak tahu
apakah ada yang lebih menakjubkan lagi
di depan sana, jadi tak kuambil
ranting tersebut. Saat kumelanjutkan
berjalan lebih jauh lagi, baru
kusadari bahwa ranting-ranting yang
kutemukan kemudian tak sebagus ranting
yang tadi, jadi tak kuambil
sebatangpun pada akhirnya”
Gurunya kemudian menjawab ” Jadi ya
itulah cinta”
Di hari yang lain, Plato bertanya lagi
pada gurunya,”Apa itu perkawinan?
Bagaiman a saya bisa menemukannya?”
Gurunya pun menjawab “Ada hutan yang
subur didepan sana. Berjalanlah tanpa
boleh mundur kembali (menoleh) dan
kamu hanya boleh menebang satu pohon
saja. Dan tebanglah jika kamu
menemukan pohon yang paling tinggi,
karena artinya kamu telah menemukan
apa itu perkawinan”
Plato pun berjalan, dan tidak seberapa
lama, dia kembali dengan membawa
pohon. Pohon tersebut bukanlah pohon
yang segar/subur, dan tidak juga
terlalu tinggi. Pohon itu biasa-biasa
saja.
Gurunya bertanya, “Mengapa kamu
memotong pohon yang seperti itu?”
Plato pun menjawab, “sebab berdasarkan
pengalamanku sebelumnya, setelah
menjelajah hampir setengah hutan,
ternyata aku kembali dengan tangan
kosong. Jadi dikesempatan ini, aku
lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah
buruk-buruk amat, jadi kuputuskan
untuk menebangnya dan membawanya
kesini. Aku tidak mau menghilangkan
kesempatan untuk mendapatkannya”
Gurunya pun kemudian menjawab, “Dan ya
itulah perkawinan”
NOTE
Cinta itu semakin dicari, maka semakin
tidak ditemukan. Cinta adanya di dalam
lubuk hati, ketika dapat menahan
keinginan dan harapan yang lebih.
Ketika pengharapan dan keinginan yang
berlebih akan cinta, maka yang didapat
adalah kehampaan… tiada sesuatupun
yang didapat, dan tidak dapat
dimundurkan kembali. Waktu dan masa
tidak dapat diputar mundur. Terimalah
cinta apa adanya.
Pernikahan adalah kelanjutan dari
Cinta. Adalah proses mendapatkan
kesempatan, ketika kita mencari yang
terbaik diantara pilihan yang ada,
maka akan mengurangi kesempatan untuk
mendapatkannya, Ketika kesempurnaan
ingin kita dapatkan, maka sia2lah
waktumu dalam mendapatkan pernikahan
itu, karena, sebenarnya kesempurnaan
itu hampa adanya
kehidupan …
Suatu hari, Plato bertanya pada
gurunya, “Apa itu cinta? Bagaimana
saya menemukannya? Gurunya
menjawab, “Ada ladang gandum yang luas
didepan sana. Berjalanlah kamu dan
tanpa boleh mundur kembali, kemudian
ambillah satu saja ranting. Jika kamu
menemukan ranting yang kamu anggap
paling menakjubkan, artinya kamu telah
menemukan cinta” .
Plato pun berjalan, dan tidak seberapa
lama, dia kembali dengan tangan
kosong, tanpa membawa apapun.
Gurunya bertanya, “Mengapa kamu tidak
membawa satupun ranting?” Plato
menjawab, “Aku hanya boleh membawa
satu saja,dan saat berjalan tidak
boleh mundur kembali (berbalik)”.
Sebenarnya aku telah menemukan yang
paling menakjubkan, tapi aku tak tahu
apakah ada yang lebih menakjubkan lagi
di depan sana, jadi tak kuambil
ranting tersebut. Saat kumelanjutkan
berjalan lebih jauh lagi, baru
kusadari bahwa ranting-ranting yang
kutemukan kemudian tak sebagus ranting
yang tadi, jadi tak kuambil
sebatangpun pada akhirnya”
Gurunya kemudian menjawab ” Jadi ya
itulah cinta”
Di hari yang lain, Plato bertanya lagi
pada gurunya,”Apa itu perkawinan?
Bagaiman a saya bisa menemukannya?”
Gurunya pun menjawab “Ada hutan yang
subur didepan sana. Berjalanlah tanpa
boleh mundur kembali (menoleh) dan
kamu hanya boleh menebang satu pohon
saja. Dan tebanglah jika kamu
menemukan pohon yang paling tinggi,
karena artinya kamu telah menemukan
apa itu perkawinan”
Plato pun berjalan, dan tidak seberapa
lama, dia kembali dengan membawa
pohon. Pohon tersebut bukanlah pohon
yang segar/subur, dan tidak juga
terlalu tinggi. Pohon itu biasa-biasa
saja.
Gurunya bertanya, “Mengapa kamu
memotong pohon yang seperti itu?”
Plato pun menjawab, “sebab berdasarkan
pengalamanku sebelumnya, setelah
menjelajah hampir setengah hutan,
ternyata aku kembali dengan tangan
kosong. Jadi dikesempatan ini, aku
lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah
buruk-buruk amat, jadi kuputuskan
untuk menebangnya dan membawanya
kesini. Aku tidak mau menghilangkan
kesempatan untuk mendapatkannya”
Gurunya pun kemudian menjawab, “Dan ya
itulah perkawinan”
NOTE
Cinta itu semakin dicari, maka semakin
tidak ditemukan. Cinta adanya di dalam
lubuk hati, ketika dapat menahan
keinginan dan harapan yang lebih.
Ketika pengharapan dan keinginan yang
berlebih akan cinta, maka yang didapat
adalah kehampaan… tiada sesuatupun
yang didapat, dan tidak dapat
dimundurkan kembali. Waktu dan masa
tidak dapat diputar mundur. Terimalah
cinta apa adanya.
Pernikahan adalah kelanjutan dari
Cinta. Adalah proses mendapatkan
kesempatan, ketika kita mencari yang
terbaik diantara pilihan yang ada,
maka akan mengurangi kesempatan untuk
mendapatkannya, Ketika kesempurnaan
ingin kita dapatkan, maka sia2lah
waktumu dalam mendapatkan pernikahan
itu, karena, sebenarnya kesempurnaan
itu hampa adanya
Kisah pohon Apel
Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang
bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari.
Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya,
tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat
mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak
kecil itu. Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan
tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.
Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. “Ayo ke sini
bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu. “Aku bukan anak kecil
yang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab anak lelaki itu.”Aku ingin
sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.”
Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang… tetapi kau
boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang
untuk membeli mainan kegemaranmu.” Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu
memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita.
Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu
kembali sedih.
Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya
datang. “Ayo bermain-main denganku lagi,” kata pohon apel. “Aku tak punya
waktu,” jawab anak lelaki itu. “Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami
membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?” Duh, maaf
aku pun tak memiliki rumah.
Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu,” kata
pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon
apel itu dan pergi dengan gembira.Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat
anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon
apel itu merasa kesepian dan sedih.
Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa
sangat bersuka cita menyambutnya.”Ayo bermain-main lagi denganku,” kata
pohon apel.”Aku sedih,” kata anak lelaki itu.”Aku sudah tua dan ingin hidup
tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah
kapal untuk pesiar?”
“Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan
menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan
bersenang-senanglah.”
Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal
yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui
pohon apel itu.
Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. “Maaf
anakku,” kata pohon apel itu. “Aku sudah tak memiliki buah apel lagi
untukmu.” “Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah
apelmu,” jawab anak lelaki itu.
“Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat,” kata pohon
apel.”Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu,” jawab anak lelaki itu.”Aku
benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang
tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini,” kata pohon
apel itu sambil menitikkan air mata.
“Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,” kata anak lelaki.
“Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah
sekian lama meninggalkanmu.” “Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar
pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari,
marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.”
Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon.
Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.
NOTE :
Pohon apel itu adalah orang tua kita.
Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika
kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita
memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita
akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk
membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah
bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita
memperlakukan orang tua kita.
Dan, yang terpenting: cintailah orang tua kita.
Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan
berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada
kita.
bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari.
Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya,
tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat
mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak
kecil itu. Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan
tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.
Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. “Ayo ke sini
bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu. “Aku bukan anak kecil
yang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab anak lelaki itu.”Aku ingin
sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.”
Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang… tetapi kau
boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang
untuk membeli mainan kegemaranmu.” Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu
memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita.
Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu
kembali sedih.
Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya
datang. “Ayo bermain-main denganku lagi,” kata pohon apel. “Aku tak punya
waktu,” jawab anak lelaki itu. “Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami
membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?” Duh, maaf
aku pun tak memiliki rumah.
Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu,” kata
pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon
apel itu dan pergi dengan gembira.Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat
anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon
apel itu merasa kesepian dan sedih.
Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa
sangat bersuka cita menyambutnya.”Ayo bermain-main lagi denganku,” kata
pohon apel.”Aku sedih,” kata anak lelaki itu.”Aku sudah tua dan ingin hidup
tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah
kapal untuk pesiar?”
“Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan
menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan
bersenang-senanglah.”
Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal
yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui
pohon apel itu.
Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. “Maaf
anakku,” kata pohon apel itu. “Aku sudah tak memiliki buah apel lagi
untukmu.” “Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah
apelmu,” jawab anak lelaki itu.
“Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat,” kata pohon
apel.”Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu,” jawab anak lelaki itu.”Aku
benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang
tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini,” kata pohon
apel itu sambil menitikkan air mata.
“Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,” kata anak lelaki.
“Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah
sekian lama meninggalkanmu.” “Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar
pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari,
marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.”
Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon.
Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.
NOTE :
Pohon apel itu adalah orang tua kita.
Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika
kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita
memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita
akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk
membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah
bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita
memperlakukan orang tua kita.
Dan, yang terpenting: cintailah orang tua kita.
Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan
berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada
kita.
Sup dari Batu
Pada suatu hari, tiga orang bijaksana berjalan melintasi sebuah desa kecil.
Desa itu tampak miskin. Tampak dari sawah-sawah sekitarnya yang sudah tidak menghasilkan apa-apa lagi. Ya, memang telah terjadi perang di negeri itu – dan sebagai rakyat jelata – merekalah yang kena dampaknya. Macetnya distribusi pupuk, bibit, dan kesulitan-kesulitan lain membuat sawah mereka tidak mampu menghasilkan apa-apa lagi. Cuma beberapa puluh orang yang masih setia tinggal di desa itu.
Sekonyong-konyong beberapa orang mengerubuti tiga orang bijaksana itu. Dengan memijit-mijit tangan dan punggung tiga orang itu, orang-orang desa memelas dan meminta sedekah, roti, beras, atau apalah yang bisa dimakan.
Satu dari tiga orang bijaksana itu lalu bertanya kepada penduduk desa itu, “Apakah kalian tidak punya apa-apa, hingga kalian meminta-minta seperti ini ?”
“Kami tidak memiliki apapun untuk dimakan, hanya batu-batu berserakan itu yang kita miliki.” Jawab salah satu penduduk desa.
“Maukah kalian kuajari untuk membuat sup dari batu-batu itu ?” Tanya orang bijaksana sekali lagi.
Dengan setengah tidak percaya, penduduk itu menjawab, “Mau..”
“Baiklah ikutilah petunjukku.” Orang bijaksana itu menjelaskan, “Pertama-tama, ambil tiga batu besar itu, lalu cucilah hingga bersih !” perintah orang bijaksana sambil menunjuk tiga buah batu sebesar kepalan tangan. Orang-orang pun mengikuti perintahnya.
Sesudah batu itu dicuci dengan bersih hingga tanpa ada pasir sedikitpun di permukaannya. Orang bijaksana itu lalu menyuruh penduduk untuk menyiapkan panci yang paling besar dan menyuruh panci itu untuk diisi dengan air. Ketiga batu bersih itupun lalu dimasukkan ke dalam panci – dan sesuai dengan petunjuk orang bijaksana itu – batu-batu itupun mulai direbus.
“Ada yang dari kalian tau bumbu masak ? Batu-batu itu tidak akan enak rasanya jika dimasak tanpa bumbu.” Tanya orang bijaksana.
“Aku tahu !” seru seorang ibu, kemudian ia mengambil sebagian persediaan bumbu dapurnya, kemudian meraciknya, dan memasukkannya kedalam panci besar itu.
“Adakah dari kalian yang memiliki bahan-bahan sup yang lain ?” Tanya orang bijaksana itu. “Sup ini akan lebih enak jika kalian menambahkan beberapa bahan lain, jangan cuma batu saja.”
Beberapa penduduk mulai mencari bahan-bahan makanan lain di sekitar desa. Beberapa waktu kemudian dua orang datang dengan membawa tiga kantung kentang. “Kami menemukannya di dekat kali, ternyata ada banyak sekali kentang liar tumbuh disana.” Katanya. Kemudian orang itu mengupas, mencuci, dan memotong-motong kentang-kentang itu dan memasukkannya ke dalam panci.
Kurang dari satu menit, seorang ibu datang dengan membawa buncis dan sawi. “Aku masih punya banyak dari kebun di belakang halaman rumahku.” Kata ibu itu, lalu ibu itu meraciknya dan memasukkannya ke dalam panci.
Sesaat, datang pula seorang bapak dengan tiga ekor kelinci di tangannya. “Aku berhasil memburu tiga ekor kelinci, kalau ada waktu banyak, mungkin aku bisa membawa lebih lagi, soalnya aku baru saja menemukan banyak sekali kawanan kelinci di balik bukit itu.” Dengan bantuan beberapa orang, tiga kelinci itu pun disembelih dan diolah kemudian dimasukkan ke dalam panci.
Merasa telah melihat beberapa orang berhasil menyumbang sesuatu. Penduduk-penduduk yang lain tidak mau kalah, mereka pun mulai mencari-cari sesuatu yang dapat dimasukkan ke dalam panci sebagai pelengkap sup batu.
Kurang dari satu jam, beberapa penduduk mulai membawa kol, buncis, jagung, dan bermacam-macam sayuran lain. Tak hanya itu, anak-anak juga membawa bermacam-macam buah dari hutan. Mereka berpikir akan enak sekali jika buah-buah itu bisa dijadikan pencuci mulut sesudah sup disantap. Ada pula seorang bapak yang membawa susu dari kambing piaraannya, dan ada pula yang membawa madu dari lebah liar yang bersarang di beberapa pohon di desa itu.
Beberapa jam kemudian sup batu itu telah matang. Panci yang sangat besar itu sekarang telah penuh dengan berbagai sayuran dan siap disantap. Dengan suka cita, penduduk itu makan bersama dengan lahapnya. Mereka sudah sangat kenyang, hingga mereka lupa ‘memakan’ batu yang terletak di dasar panci.
Tiga orang bijaksana itu hanya tersenyum melihat tingkah para penduduk itu. Dan mereka pun sadar, sekarang waktunya mereka untuk meneruskan perjalanan. Mereka mohon diri untuk meninggalkan desa itu. Sebelum beranjak pergi, seorang bapak sekonyong-konyong memeluk dan menciumi ketiga orang itu sambil berkata, “Terima kasih telah mengajari kami untuk membuat sup dari batu..”
Desa itu tampak miskin. Tampak dari sawah-sawah sekitarnya yang sudah tidak menghasilkan apa-apa lagi. Ya, memang telah terjadi perang di negeri itu – dan sebagai rakyat jelata – merekalah yang kena dampaknya. Macetnya distribusi pupuk, bibit, dan kesulitan-kesulitan lain membuat sawah mereka tidak mampu menghasilkan apa-apa lagi. Cuma beberapa puluh orang yang masih setia tinggal di desa itu.
Sekonyong-konyong beberapa orang mengerubuti tiga orang bijaksana itu. Dengan memijit-mijit tangan dan punggung tiga orang itu, orang-orang desa memelas dan meminta sedekah, roti, beras, atau apalah yang bisa dimakan.
Satu dari tiga orang bijaksana itu lalu bertanya kepada penduduk desa itu, “Apakah kalian tidak punya apa-apa, hingga kalian meminta-minta seperti ini ?”
“Kami tidak memiliki apapun untuk dimakan, hanya batu-batu berserakan itu yang kita miliki.” Jawab salah satu penduduk desa.
“Maukah kalian kuajari untuk membuat sup dari batu-batu itu ?” Tanya orang bijaksana sekali lagi.
Dengan setengah tidak percaya, penduduk itu menjawab, “Mau..”
“Baiklah ikutilah petunjukku.” Orang bijaksana itu menjelaskan, “Pertama-tama, ambil tiga batu besar itu, lalu cucilah hingga bersih !” perintah orang bijaksana sambil menunjuk tiga buah batu sebesar kepalan tangan. Orang-orang pun mengikuti perintahnya.
Sesudah batu itu dicuci dengan bersih hingga tanpa ada pasir sedikitpun di permukaannya. Orang bijaksana itu lalu menyuruh penduduk untuk menyiapkan panci yang paling besar dan menyuruh panci itu untuk diisi dengan air. Ketiga batu bersih itupun lalu dimasukkan ke dalam panci – dan sesuai dengan petunjuk orang bijaksana itu – batu-batu itupun mulai direbus.
“Ada yang dari kalian tau bumbu masak ? Batu-batu itu tidak akan enak rasanya jika dimasak tanpa bumbu.” Tanya orang bijaksana.
“Aku tahu !” seru seorang ibu, kemudian ia mengambil sebagian persediaan bumbu dapurnya, kemudian meraciknya, dan memasukkannya kedalam panci besar itu.
“Adakah dari kalian yang memiliki bahan-bahan sup yang lain ?” Tanya orang bijaksana itu. “Sup ini akan lebih enak jika kalian menambahkan beberapa bahan lain, jangan cuma batu saja.”
Beberapa penduduk mulai mencari bahan-bahan makanan lain di sekitar desa. Beberapa waktu kemudian dua orang datang dengan membawa tiga kantung kentang. “Kami menemukannya di dekat kali, ternyata ada banyak sekali kentang liar tumbuh disana.” Katanya. Kemudian orang itu mengupas, mencuci, dan memotong-motong kentang-kentang itu dan memasukkannya ke dalam panci.
Kurang dari satu menit, seorang ibu datang dengan membawa buncis dan sawi. “Aku masih punya banyak dari kebun di belakang halaman rumahku.” Kata ibu itu, lalu ibu itu meraciknya dan memasukkannya ke dalam panci.
Sesaat, datang pula seorang bapak dengan tiga ekor kelinci di tangannya. “Aku berhasil memburu tiga ekor kelinci, kalau ada waktu banyak, mungkin aku bisa membawa lebih lagi, soalnya aku baru saja menemukan banyak sekali kawanan kelinci di balik bukit itu.” Dengan bantuan beberapa orang, tiga kelinci itu pun disembelih dan diolah kemudian dimasukkan ke dalam panci.
Merasa telah melihat beberapa orang berhasil menyumbang sesuatu. Penduduk-penduduk yang lain tidak mau kalah, mereka pun mulai mencari-cari sesuatu yang dapat dimasukkan ke dalam panci sebagai pelengkap sup batu.
Kurang dari satu jam, beberapa penduduk mulai membawa kol, buncis, jagung, dan bermacam-macam sayuran lain. Tak hanya itu, anak-anak juga membawa bermacam-macam buah dari hutan. Mereka berpikir akan enak sekali jika buah-buah itu bisa dijadikan pencuci mulut sesudah sup disantap. Ada pula seorang bapak yang membawa susu dari kambing piaraannya, dan ada pula yang membawa madu dari lebah liar yang bersarang di beberapa pohon di desa itu.
Beberapa jam kemudian sup batu itu telah matang. Panci yang sangat besar itu sekarang telah penuh dengan berbagai sayuran dan siap disantap. Dengan suka cita, penduduk itu makan bersama dengan lahapnya. Mereka sudah sangat kenyang, hingga mereka lupa ‘memakan’ batu yang terletak di dasar panci.
Tiga orang bijaksana itu hanya tersenyum melihat tingkah para penduduk itu. Dan mereka pun sadar, sekarang waktunya mereka untuk meneruskan perjalanan. Mereka mohon diri untuk meninggalkan desa itu. Sebelum beranjak pergi, seorang bapak sekonyong-konyong memeluk dan menciumi ketiga orang itu sambil berkata, “Terima kasih telah mengajari kami untuk membuat sup dari batu..”
Cerita Cangkir Yang Cantik
Sepasang kakek dan nenek pergi belanja di sebuah toko suvenir untuk mencari hadiah buat cucu mereka. Kemudian mata mereka tertuju kepada sebuah cangkir yang cantik. “Lihat cangkir itu,” kata si nenek kepada suaminya. “Kau benar, inilah cangkir tercantik yang pernah aku lihat,” ujar si kakek.
Saat mereka mendekati cangkir itu, tiba-tiba cangkir yang dimaksud berbicara “Terima kasih untuk perhatiannya, perlu diketahui bahwa aku dulunya tidak cantik. Sebelum menjadi cangkir yang dikagumi, aku hanyalah seonggok tanah liat yang tidak berguna. Namun suatu hari ada seorang pengrajin dengan tangan kotor melempar aku ke sebuah roda berputar.
Kemudian ia mulai memutar-mutar aku hingga aku merasa pusing. Stop ! Stop ! Aku berteriak, Tetapi orang itu berkata “belum !” lalu ia mulai menyodok dan meninjuku berulang-ulang. Stop! Stop ! teriakku lagi. Tapi orang ini masih saja meninjuku, tanpa menghiraukan teriakanku. Bahkan lebih buruk lagi ia memasukkan aku ke dalam perapian. Panas ! Panas ! Teriakku dengan keras. Stop ! Cukup ! Teriakku lagi. Tapi orang ini berkata “belum !”
Akhirnya ia mengangkat aku dari perapian itu dan membiarkan aku sampai dingin. Aku pikir, selesailah penderitaanku. Oh ternyata belum. Setelah dingin aku diberikan kepada seorang wanita muda dan dan ia mulai mewarnai aku. Asapnya begitu memualkan. Stop ! Stop ! Aku berteriak.
Wanita itu berkata “belum !” Lalu ia memberikan aku kepada seorang pria dan ia memasukkan aku lagi ke perapian yang lebih panas dari sebelumnya! Tolong ! Hentikan penyiksaan ini ! Sambil menangis aku berteriak sekuat-kuatnya. Tapi orang ini tidak peduli dengan teriakanku.Ia terus membakarku. Setelah puas “menyiksaku” kini aku dibiarkan dingin.
Setelah benar-benar dingin, seorang wanita cantik mengangkatku dan menempatkan aku dekat kaca. Aku melihat diriku. Aku terkejut sekali. Aku hampir tidak percaya, karena di hadapanku berdiri sebuah cangkir yang begitu cantik. Semua kesakitan dan penderitaanku yang lalu menjadi sirna tatkala kulihat diriku.
Cerita Motivasi kali ini diambil dari http://www.resensi.net/cangkir-yang-cantik/2008/07/14/
Kesimpulan:
Keberhasilan, Kecantikan, dan Kesuksesan tidak datang begitu saja, semua ada prosesnya yang harus dilalui. Setiap proses yang datang dalam hidup kita semua merupakan satu bagian dari pelajaran terpenting dalam hidup kita. Tanpa ada kesulitan, halangan dan rintangan, mana mungkin ada ketegaran, kesabaran, dan kegigihan dalam berjuang melewatinya.
Pelajaran terpenting bagi kita, janganlah lihat bagaimana seseorang hari ini, tetapi bagaimana perjalanan seseorang bisa menjadi seperti sekarang ini?
Sesuatu yang menyakitkan, sesuatu yang membuatmu tertekan dan sesuatu yang membuatmu jatuh, terpukul dan terhina belum tentu tidak baik. Bila semua itu dapat dilewati dengan kekuatan dan kebesaran jiwamu, maka kau akan berubah menjadi sosok yang berbeda.
Saat mereka mendekati cangkir itu, tiba-tiba cangkir yang dimaksud berbicara “Terima kasih untuk perhatiannya, perlu diketahui bahwa aku dulunya tidak cantik. Sebelum menjadi cangkir yang dikagumi, aku hanyalah seonggok tanah liat yang tidak berguna. Namun suatu hari ada seorang pengrajin dengan tangan kotor melempar aku ke sebuah roda berputar.
Kemudian ia mulai memutar-mutar aku hingga aku merasa pusing. Stop ! Stop ! Aku berteriak, Tetapi orang itu berkata “belum !” lalu ia mulai menyodok dan meninjuku berulang-ulang. Stop! Stop ! teriakku lagi. Tapi orang ini masih saja meninjuku, tanpa menghiraukan teriakanku. Bahkan lebih buruk lagi ia memasukkan aku ke dalam perapian. Panas ! Panas ! Teriakku dengan keras. Stop ! Cukup ! Teriakku lagi. Tapi orang ini berkata “belum !”
Akhirnya ia mengangkat aku dari perapian itu dan membiarkan aku sampai dingin. Aku pikir, selesailah penderitaanku. Oh ternyata belum. Setelah dingin aku diberikan kepada seorang wanita muda dan dan ia mulai mewarnai aku. Asapnya begitu memualkan. Stop ! Stop ! Aku berteriak.
Wanita itu berkata “belum !” Lalu ia memberikan aku kepada seorang pria dan ia memasukkan aku lagi ke perapian yang lebih panas dari sebelumnya! Tolong ! Hentikan penyiksaan ini ! Sambil menangis aku berteriak sekuat-kuatnya. Tapi orang ini tidak peduli dengan teriakanku.Ia terus membakarku. Setelah puas “menyiksaku” kini aku dibiarkan dingin.
Setelah benar-benar dingin, seorang wanita cantik mengangkatku dan menempatkan aku dekat kaca. Aku melihat diriku. Aku terkejut sekali. Aku hampir tidak percaya, karena di hadapanku berdiri sebuah cangkir yang begitu cantik. Semua kesakitan dan penderitaanku yang lalu menjadi sirna tatkala kulihat diriku.
Cerita Motivasi kali ini diambil dari http://www.resensi.net/cangkir-yang-cantik/2008/07/14/
Kesimpulan:
Keberhasilan, Kecantikan, dan Kesuksesan tidak datang begitu saja, semua ada prosesnya yang harus dilalui. Setiap proses yang datang dalam hidup kita semua merupakan satu bagian dari pelajaran terpenting dalam hidup kita. Tanpa ada kesulitan, halangan dan rintangan, mana mungkin ada ketegaran, kesabaran, dan kegigihan dalam berjuang melewatinya.
Pelajaran terpenting bagi kita, janganlah lihat bagaimana seseorang hari ini, tetapi bagaimana perjalanan seseorang bisa menjadi seperti sekarang ini?
Sesuatu yang menyakitkan, sesuatu yang membuatmu tertekan dan sesuatu yang membuatmu jatuh, terpukul dan terhina belum tentu tidak baik. Bila semua itu dapat dilewati dengan kekuatan dan kebesaran jiwamu, maka kau akan berubah menjadi sosok yang berbeda.
Tiga Karung Beras
Kisah ini adalah kisah nyata sebuah keluarga yang sangat miskin di Daratan Tiongkok, yang memiliki seorang anak laki-laki. Ayahnya sudah meninggal dunia, tinggalah ibu dan anak laki-lakinya untuk saling menopang.
Ibunya bersusah payah seorang membesarkan anaknya, saat itu kampung tersebut belum memiliki listrik. Saat membaca buku, sang anak tersebut diterangi sinar lampu minyak, sedangkan ibunya dengan penuh kasih menjahitkan baju untuk sang anak.
Saat memasuki musim gugur, sang anak memasuki sekolah menengah atas.
Tetapi justru saat itulah ibunya menderita penyakit rematik yang parah sehingga tidak bisa lagi bekerja di sawah.
Saat itu setiap bulannya murid-murid diharuskan membawa tiga puluh kg beras untuk dibawa kekantin sekolah. Sang anak mengerti bahwa ibuya tidak mungkin bisa memberikan tiga puluh kg beras tersebut.
Dan kemudian berkata kepada ibunya, "Ma, saya mau berhenti sekolah dan membantu mama bekerja disawah". Ibunya mengelus kepala anaknya dan berkata, "Kamu memiliki niat seperti itu mama sudah senang sekali tetapi kamu harus tetap sekolah. Jangan khawatir, kalau mama sudah melahirkan kamu,
pasti bisa merawat dan menjaga kamu. Cepatlah pergi daftarkan ke sekolah nanti berasnya mama yang akan bawa kesana."
Karena sang anak tetap bersikeras tidak mau mendaftarkan ke sekolah, mamanya menampar sang anak tersebut. Dan ini adalah pertama kalinya sang anak ini dipukul oleh mamanya.
Sang anak akhirnya pergi juga ke sekolah. Sang ibunya terus berpikir dan merenung dalam hati sambil melihat bayangan anaknya yang pergi menjauh.
Tak berapa lama, dengan terpincang-pincang dan nafas tergesa-gesa Ibunya datang ke kantin sekolah dan menurunkan sekantong beras dari bahunya.
Pengawas yang bertanggung jawab menimbang beras dan membuka kantongnya dan mengambil segenggam beras lalu menimbangnya dan berkata, "Kalian para wali murid selalu suka mengambil keuntungan kecil, kalian lihat, disini isinya campuran beras dan gabah. Jadi kalian kira kantin saya ini tempat penampungan beras campuran." Sang ibu ini pun malu dan berkali-kali meminta maaf kepada ibu pengawas tersebut.
Awal bulan berikutnya ibu memikul sekantong beras dan masuk ke dalam kantin. Ibu pengawas seperti biasanya mengambil sekantong beras dari kantong tersebut dan melihat. Masih dengan alis yang mengerut dan berkata, "Masih dengan beras yang sama." Pengawas itupun berpikir, apakah kemarin
itu dia belum berpesan dengan Ibu ini dan kemudian berkata, "Tak perduli beras apapun yang Ibu berikan kami akan terima tapi jenisnya harus dipisah, jangan dicampur bersama, kalau tidak maka beras yang dimasak tidak bisa matang sempurna. Selanjutnya, kalau begini lagi, maka saya tidak bisa menerimanya!"
Sang ibu sedikit takut dan berkata, "Ibu pengawas, beras di rumah kami semuanya seperti ini jadi bagaimana?" Pengawas itu pun tidak mau tahu dan berkata, "Ibu punya berapa hektar tanah sehingga bisa menanam bermacam-macam jenis beras?" Menerima pertanyaan seperti itu sang ibu tersebut
akhirnya tidak berani berkata apa-apa lagi.
Awal bulan ketiga, sang ibu datang kembali ke sekolah. Sang pengawas kembali marah besar dengan kata-kata kasar dan berkata, "Kamu sebagai mama, kenapa begitu keras kepala, kenapa masih tetap membawa beras yang sama? Bawa pulang saja berasmu itu!"
Dengan berlinang air mata sang ibu pun berlutut di depan pengawas tersebut dan berkata, "Maafkan saya, bu, sebenarnya beras ini saya dapat dari mengemis". Setelah mendengar kata sang ibu, pengawas itu kaget dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sang ibu tersebut akhirnya duduk diatas lantai,
menggulung celananya dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan membengkak.
Sang ibu tersebut menghapus air mata dan berkata, "Saya menderita rematik stadium terakhir, bahkan untuk berjalan pun susah, apalagi untuk bercocok tanam. Anakku sangat mengerti kondisiku dan mau berhenti sekolah untuk membantuku bekerja disawah. Tapi saya melarang dan menyuruhnya bersekolah
lagi."
Ternyata selama ini sang ibu tidak memberi tahu sanak saudaranya yang ada di kampung sebelah Barat. Lebih-lebih takut melukai harga diri anaknya. Jadi setiap hari pagi-pagi buta dengan kantong kosong dan bantuan tongkat pergi ke kampung sebelah Timur untuk mengemis. Sampai hari sudah gelap pelan-pelan
kembali ke kampung sendiri. Sampai pada awal bulan semua beras yang terkumpul diserahkan ke sekolah.
Pada saat sang ibu bercerita, secara tidak sadar air mata Pengawas itupun mulai mengalir, kemudian mengangkat ibu tersebut dari lantai dan berkata, "Maafkan, saya tidak tahu keadaan yang sebenarnya. Bu, sekarang saya akan melapor kepada kepala sekolah, supaya bisa diberikan sumbangan untuk keluarga ibu."
Sang ibu buru-buru menolak dan berkata, "Jangan, kalau anakku tahu ibunya pergi mengemis untuk sekolah anaknya, maka itu akan menghancurkan harga dirinya. Dan itu akan mengganggu sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan hati ibu pengawas, tetapi tolong ibu bisa menjaga rahasia ini."
Akhirnya masalah ini diketahui juga oleh kepala sekolah. Secara diam- diam kepala sekolah membebaskan biaya sekolah dan biaya hidup anak tersebut selama tiga tahun. Setelah tiga tahun kemudian, sang anak tersebut lulus masuk ke perguruan tinggi Qing Hua dengan nilai 627 point.
Di hari perpisahan sekolah, kepala sekolah sengaja mengundang ibu dari anak ini duduk di atas tempat duduk utama. Ibu ini merasa aneh, begitu banyak murid yang mendapat nilai tinggi, tetapi mengapa hanya dia yang diundang. Yang lebih aneh lagi disana masih terdapat tiga kantong beras.
Pengawas sekolah tersebut akhirnya maju ke depan dan di depan semua siswa yang hadir, dia menceritakan kisah sang ibu ini yang mengemis beras demi anaknya bersekolah. Kepala sekolah pun menunjukkan tiga kantong beras itu lalu kepada sang ibu, dan dengan penuh haru dia berkata, "Inilah sang ibu dalam cerita tadi."
Dia mempersilakan sang ibu yang sangat luar biasa tersebut untuk naik ke atas panggung.
Anak dari sang ibu tersebut dengan ragu-ragu melihat kebelakang dan melihat gurunya menuntun mamanya berjalan ke atas panggung. Sang ibu dan sang anakpun saling bertatapan. Pandangan mama yang hangat dan lembut kepada anaknya. Akhirnya sang anak pun memeluk dan merangkul erat mamanya dan berkata, "Oh, Mamaku...... ......... ..."
Inti dari kisah ini adalah:
Pepatah mengatakan: "Kasih ibu sepanjang masa, sepanjang jaman dan sepanjang kenangan". Inilah kasih seorang mama yang terus dan terus memberi kepada anaknya tanpa mengharapkan kembali dari sang anak. Hati mulia seorang mama demi menghidupi sang anak bekerja tak kenal lelah dengan satu
harapan sang anak mendapatkan kebahagian serta sukses di masa depannya.
Mulai sekarang, katakanlah kepada mama dimanapun mama kita berada dengan satu kalimat:
"Terima kasih Mama.. Terima kasih untuk semua yang telah Mama berikan kepadaku selama ini. Semua perjuangan dan pengorbananmu takkan pernah sanggup aku balas. Aku Mencintaimu. Aku Mengasihimu... selamanya."
Ibunya bersusah payah seorang membesarkan anaknya, saat itu kampung tersebut belum memiliki listrik. Saat membaca buku, sang anak tersebut diterangi sinar lampu minyak, sedangkan ibunya dengan penuh kasih menjahitkan baju untuk sang anak.
Saat memasuki musim gugur, sang anak memasuki sekolah menengah atas.
Tetapi justru saat itulah ibunya menderita penyakit rematik yang parah sehingga tidak bisa lagi bekerja di sawah.
Saat itu setiap bulannya murid-murid diharuskan membawa tiga puluh kg beras untuk dibawa kekantin sekolah. Sang anak mengerti bahwa ibuya tidak mungkin bisa memberikan tiga puluh kg beras tersebut.
Dan kemudian berkata kepada ibunya, "Ma, saya mau berhenti sekolah dan membantu mama bekerja disawah". Ibunya mengelus kepala anaknya dan berkata, "Kamu memiliki niat seperti itu mama sudah senang sekali tetapi kamu harus tetap sekolah. Jangan khawatir, kalau mama sudah melahirkan kamu,
pasti bisa merawat dan menjaga kamu. Cepatlah pergi daftarkan ke sekolah nanti berasnya mama yang akan bawa kesana."
Karena sang anak tetap bersikeras tidak mau mendaftarkan ke sekolah, mamanya menampar sang anak tersebut. Dan ini adalah pertama kalinya sang anak ini dipukul oleh mamanya.
Sang anak akhirnya pergi juga ke sekolah. Sang ibunya terus berpikir dan merenung dalam hati sambil melihat bayangan anaknya yang pergi menjauh.
Tak berapa lama, dengan terpincang-pincang dan nafas tergesa-gesa Ibunya datang ke kantin sekolah dan menurunkan sekantong beras dari bahunya.
Pengawas yang bertanggung jawab menimbang beras dan membuka kantongnya dan mengambil segenggam beras lalu menimbangnya dan berkata, "Kalian para wali murid selalu suka mengambil keuntungan kecil, kalian lihat, disini isinya campuran beras dan gabah. Jadi kalian kira kantin saya ini tempat penampungan beras campuran." Sang ibu ini pun malu dan berkali-kali meminta maaf kepada ibu pengawas tersebut.
Awal bulan berikutnya ibu memikul sekantong beras dan masuk ke dalam kantin. Ibu pengawas seperti biasanya mengambil sekantong beras dari kantong tersebut dan melihat. Masih dengan alis yang mengerut dan berkata, "Masih dengan beras yang sama." Pengawas itupun berpikir, apakah kemarin
itu dia belum berpesan dengan Ibu ini dan kemudian berkata, "Tak perduli beras apapun yang Ibu berikan kami akan terima tapi jenisnya harus dipisah, jangan dicampur bersama, kalau tidak maka beras yang dimasak tidak bisa matang sempurna. Selanjutnya, kalau begini lagi, maka saya tidak bisa menerimanya!"
Sang ibu sedikit takut dan berkata, "Ibu pengawas, beras di rumah kami semuanya seperti ini jadi bagaimana?" Pengawas itu pun tidak mau tahu dan berkata, "Ibu punya berapa hektar tanah sehingga bisa menanam bermacam-macam jenis beras?" Menerima pertanyaan seperti itu sang ibu tersebut
akhirnya tidak berani berkata apa-apa lagi.
Awal bulan ketiga, sang ibu datang kembali ke sekolah. Sang pengawas kembali marah besar dengan kata-kata kasar dan berkata, "Kamu sebagai mama, kenapa begitu keras kepala, kenapa masih tetap membawa beras yang sama? Bawa pulang saja berasmu itu!"
Dengan berlinang air mata sang ibu pun berlutut di depan pengawas tersebut dan berkata, "Maafkan saya, bu, sebenarnya beras ini saya dapat dari mengemis". Setelah mendengar kata sang ibu, pengawas itu kaget dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sang ibu tersebut akhirnya duduk diatas lantai,
menggulung celananya dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan membengkak.
Sang ibu tersebut menghapus air mata dan berkata, "Saya menderita rematik stadium terakhir, bahkan untuk berjalan pun susah, apalagi untuk bercocok tanam. Anakku sangat mengerti kondisiku dan mau berhenti sekolah untuk membantuku bekerja disawah. Tapi saya melarang dan menyuruhnya bersekolah
lagi."
Ternyata selama ini sang ibu tidak memberi tahu sanak saudaranya yang ada di kampung sebelah Barat. Lebih-lebih takut melukai harga diri anaknya. Jadi setiap hari pagi-pagi buta dengan kantong kosong dan bantuan tongkat pergi ke kampung sebelah Timur untuk mengemis. Sampai hari sudah gelap pelan-pelan
kembali ke kampung sendiri. Sampai pada awal bulan semua beras yang terkumpul diserahkan ke sekolah.
Pada saat sang ibu bercerita, secara tidak sadar air mata Pengawas itupun mulai mengalir, kemudian mengangkat ibu tersebut dari lantai dan berkata, "Maafkan, saya tidak tahu keadaan yang sebenarnya. Bu, sekarang saya akan melapor kepada kepala sekolah, supaya bisa diberikan sumbangan untuk keluarga ibu."
Sang ibu buru-buru menolak dan berkata, "Jangan, kalau anakku tahu ibunya pergi mengemis untuk sekolah anaknya, maka itu akan menghancurkan harga dirinya. Dan itu akan mengganggu sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan hati ibu pengawas, tetapi tolong ibu bisa menjaga rahasia ini."
Akhirnya masalah ini diketahui juga oleh kepala sekolah. Secara diam- diam kepala sekolah membebaskan biaya sekolah dan biaya hidup anak tersebut selama tiga tahun. Setelah tiga tahun kemudian, sang anak tersebut lulus masuk ke perguruan tinggi Qing Hua dengan nilai 627 point.
Di hari perpisahan sekolah, kepala sekolah sengaja mengundang ibu dari anak ini duduk di atas tempat duduk utama. Ibu ini merasa aneh, begitu banyak murid yang mendapat nilai tinggi, tetapi mengapa hanya dia yang diundang. Yang lebih aneh lagi disana masih terdapat tiga kantong beras.
Pengawas sekolah tersebut akhirnya maju ke depan dan di depan semua siswa yang hadir, dia menceritakan kisah sang ibu ini yang mengemis beras demi anaknya bersekolah. Kepala sekolah pun menunjukkan tiga kantong beras itu lalu kepada sang ibu, dan dengan penuh haru dia berkata, "Inilah sang ibu dalam cerita tadi."
Dia mempersilakan sang ibu yang sangat luar biasa tersebut untuk naik ke atas panggung.
Anak dari sang ibu tersebut dengan ragu-ragu melihat kebelakang dan melihat gurunya menuntun mamanya berjalan ke atas panggung. Sang ibu dan sang anakpun saling bertatapan. Pandangan mama yang hangat dan lembut kepada anaknya. Akhirnya sang anak pun memeluk dan merangkul erat mamanya dan berkata, "Oh, Mamaku...... ......... ..."
Inti dari kisah ini adalah:
Pepatah mengatakan: "Kasih ibu sepanjang masa, sepanjang jaman dan sepanjang kenangan". Inilah kasih seorang mama yang terus dan terus memberi kepada anaknya tanpa mengharapkan kembali dari sang anak. Hati mulia seorang mama demi menghidupi sang anak bekerja tak kenal lelah dengan satu
harapan sang anak mendapatkan kebahagian serta sukses di masa depannya.
Mulai sekarang, katakanlah kepada mama dimanapun mama kita berada dengan satu kalimat:
"Terima kasih Mama.. Terima kasih untuk semua yang telah Mama berikan kepadaku selama ini. Semua perjuangan dan pengorbananmu takkan pernah sanggup aku balas. Aku Mencintaimu. Aku Mengasihimu... selamanya."
Kupu-Kupu Kembang
Zaman dahulu kala konon dikisahkan, terdapatlah sebuah kerajaan yang sangat indah permai, ialah kerajaan Kupu-kupu yang mirip dengan taman bunga persik, di dalamnya tinggallah masyarakat kupu-kupu yang jumlahnya sangat banyak. Kupu-kupu itu hidup dengan riang gembira. Konon katanya lagi kupu-kupu itu berkembang biak di kerajaan itu dari generasi ke generasi tidak ada satu ekor pun yang ingin meninggalkan tempat itu. Bagi mereka kerajaan itu laksana surga.
Namun pada suatu hari, diluar kebiasaan yang lain seekor kupu-kupu kembang yang cerdas dan berani dalam kerajaan itu ingin keluar. Ia ingin melihat dunia yang ada di luar kerajaan. Ia merasa alam ini sangatlah luas dan indah. Setiap hari ia selalu berpikir dan membayangkan bagaimanakah dunia di luar sana. Setelah tekadnya sudah bulat dan keinginannya untuk pergi tidak dapat ditahan lagi.
Ia lalu menemui sang raja untuk menyampaikan niatnya itu. ia berkata kepada raja :
" Yang Mulia hamba memohon ijin untuk keluar agar dapat melihat-lihat dunia baru, hamba tidak ingin tinggal selamanya di istana yang kecil ini. Yang Mulia mohon perkenankanlah hamba".
Mendengar itu raja menjadi tidak senang dengan tegas ia berkata :
" Tidak! Tidak boleh! Kau tidak akan kuijinkan, bukankah di sini aman dan indah? Kau tau betapa di luar banyak binatang buas yang dapat mencelakai kita, kita tidak bisa hidup aman di luar, sejak bertahun-tahun nenek moyang kita telah hidup aman dan tentram di sini, ini teladan kakek.
Bukankah kau lebih aman dan nyaman disini. Seluruh keluarga dan kerabatmu berada di sini. Untuk apa mengundang bahaya dengan pergi keluar".
Kupu-kupu kembang yang telah bulat tekadnya itu berargumentasi :
" Tetapi Yang Mulia,disini tempatnya terlalu kecil, makanan juga terbatas, tidak cocok menyebarluaskan perkembangbiakan ras kita, suatu saat ini semuanya tidak akan cukup untuk kita. Kita seharusnya membuka kawasan yang baru, yang lebih luas. Jadi hamba mohon Yang Mulia mempertimbangan keinginan hamba".
Namun Sang Raja tetap pada pendiriannya bahwa ia tidak akan mengijinkan kupu-kupu kembang untuk pergi dari kerajaan lalu Sang Raja dengan gusar memutuskan :
"Ah, sudahlah! Kupu-kupu kembang kembalilah bermain bersama teman-temanmu jangan lagi memikirkan untuk pergi keluar. Saya tidak mungkin menyetujui permintaanmu. karena terlalu berbahaya untukmu dan kita".
Namun, kupu-kupu kembang telah bulat memutuskan untuk meninggalkan kehidupan yang aman dan nyaman. Dan juga meninggalkan seluruh keluarga serta kerabat yang disayanginya. Lalu diam-diam ia terbang ke luar. Dengan mengandalkan bakat dan kecerdasannya, ia dapat hidup dengan aman di luar dan berkembang biak. Meskipun terkadang ada sejumlah binatang buas menyerang mereka, akhirnya mereka bisa mengatasi lingkungannya, meningkatkan kemampuan mengalahkan musuh alam. karena itu, keturunan-keturunannya terus berkembang serta hidup nyaman. Dan muncullah kerajaan kupu-kupu yang lain. Dikisahkan kemudian bagaimana dengan kerajaan kupu-kupu taman bunga persik yang ditinggalkannya itu, beberapa waktu setelah kupu-kupu kembang meninggalkan kerajaan, nasib malang menimpa kerajaan kupu-kupu yang indah permai itu.
Suatu ketika sebuah musibah bencana alam terjadi di sana. Bencana alam itu telah mengakibatkan kerusakan yang sangat parah, kerajaan yang indah permai itu hancur dan penghuninya tidak dapat pergi untuk menyelamatkan diri, semua kupu-kupu di istana itu akhirnya punah.
Renungan : Raja dalam kisah di atas bisa seperti orang tua atau guru kita dalam kehidupan sehari-hari, perlindungan yang ekstrem terhadap anak, membuat anak kehilangan kemampuan belajar dan berpikir secara independen. Saat harus hidup di luar payung perlindungan di dunia, si anak menjadi tak berdaya. lebih baik mencoba melepaskan, biarkan si anak memupuk keberanian dan kecerdasan dalam kegagalan, berlatih menempa kemampuan hidup.
Namun pada suatu hari, diluar kebiasaan yang lain seekor kupu-kupu kembang yang cerdas dan berani dalam kerajaan itu ingin keluar. Ia ingin melihat dunia yang ada di luar kerajaan. Ia merasa alam ini sangatlah luas dan indah. Setiap hari ia selalu berpikir dan membayangkan bagaimanakah dunia di luar sana. Setelah tekadnya sudah bulat dan keinginannya untuk pergi tidak dapat ditahan lagi.
Ia lalu menemui sang raja untuk menyampaikan niatnya itu. ia berkata kepada raja :
" Yang Mulia hamba memohon ijin untuk keluar agar dapat melihat-lihat dunia baru, hamba tidak ingin tinggal selamanya di istana yang kecil ini. Yang Mulia mohon perkenankanlah hamba".
Mendengar itu raja menjadi tidak senang dengan tegas ia berkata :
" Tidak! Tidak boleh! Kau tidak akan kuijinkan, bukankah di sini aman dan indah? Kau tau betapa di luar banyak binatang buas yang dapat mencelakai kita, kita tidak bisa hidup aman di luar, sejak bertahun-tahun nenek moyang kita telah hidup aman dan tentram di sini, ini teladan kakek.
Bukankah kau lebih aman dan nyaman disini. Seluruh keluarga dan kerabatmu berada di sini. Untuk apa mengundang bahaya dengan pergi keluar".
Kupu-kupu kembang yang telah bulat tekadnya itu berargumentasi :
" Tetapi Yang Mulia,disini tempatnya terlalu kecil, makanan juga terbatas, tidak cocok menyebarluaskan perkembangbiakan ras kita, suatu saat ini semuanya tidak akan cukup untuk kita. Kita seharusnya membuka kawasan yang baru, yang lebih luas. Jadi hamba mohon Yang Mulia mempertimbangan keinginan hamba".
Namun Sang Raja tetap pada pendiriannya bahwa ia tidak akan mengijinkan kupu-kupu kembang untuk pergi dari kerajaan lalu Sang Raja dengan gusar memutuskan :
"Ah, sudahlah! Kupu-kupu kembang kembalilah bermain bersama teman-temanmu jangan lagi memikirkan untuk pergi keluar. Saya tidak mungkin menyetujui permintaanmu. karena terlalu berbahaya untukmu dan kita".
Namun, kupu-kupu kembang telah bulat memutuskan untuk meninggalkan kehidupan yang aman dan nyaman. Dan juga meninggalkan seluruh keluarga serta kerabat yang disayanginya. Lalu diam-diam ia terbang ke luar. Dengan mengandalkan bakat dan kecerdasannya, ia dapat hidup dengan aman di luar dan berkembang biak. Meskipun terkadang ada sejumlah binatang buas menyerang mereka, akhirnya mereka bisa mengatasi lingkungannya, meningkatkan kemampuan mengalahkan musuh alam. karena itu, keturunan-keturunannya terus berkembang serta hidup nyaman. Dan muncullah kerajaan kupu-kupu yang lain. Dikisahkan kemudian bagaimana dengan kerajaan kupu-kupu taman bunga persik yang ditinggalkannya itu, beberapa waktu setelah kupu-kupu kembang meninggalkan kerajaan, nasib malang menimpa kerajaan kupu-kupu yang indah permai itu.
Suatu ketika sebuah musibah bencana alam terjadi di sana. Bencana alam itu telah mengakibatkan kerusakan yang sangat parah, kerajaan yang indah permai itu hancur dan penghuninya tidak dapat pergi untuk menyelamatkan diri, semua kupu-kupu di istana itu akhirnya punah.
Renungan : Raja dalam kisah di atas bisa seperti orang tua atau guru kita dalam kehidupan sehari-hari, perlindungan yang ekstrem terhadap anak, membuat anak kehilangan kemampuan belajar dan berpikir secara independen. Saat harus hidup di luar payung perlindungan di dunia, si anak menjadi tak berdaya. lebih baik mencoba melepaskan, biarkan si anak memupuk keberanian dan kecerdasan dalam kegagalan, berlatih menempa kemampuan hidup.
TANG CHUE ATAU TUNG CHE ATAU ONDE
TANG CHUE ATAU TUNG CHE ATAU ONDE (By.Purnama Sucipto Gunawan)
Tang Chue atau tung che sekitar bulan 11 sampai bulan 12 kalender
tionghoa. Tung che adalah tradisi perayaaan tanda terima kasih kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas lindunganNYa dan berkahNYA.
1. Perayaan Dongzhi sebenarnya sudah ada sejak dinasti Zhou. Tapi
karena pada masa Zhou memiliki sistem kalender yang berbeda ( cat:
penempatan tahun baru ). Pada masa tersebut, Dongzhi dianggap tahun
baru. Kemudian pada masa dinasti Han, dimana sistem kalender berubah
lagi, barulah Dongzhi dirayakan secara meriah dan dengan cara yang
berbeda pada masa dinasti Zhou. Perayaan Dongzhi sekarang ini bisa
dikatakan berasal dari dinasti Han.
2.dong 冬 berarti musim dingin, zhi 至 berarti paling/sangat
Dongzhi adalah hari dengan siang terpendek (malam terpanjang) di bumi
bagian utara.
Matahari berada pada posisi paling selatan (23,5° LS).
Dongzhi memiliki makna yang luas dan mengandung unsur kekeluargaan.
Dan kita harus tahu bahwa keluarga merupakan salah satu pilar budaya
Tionghoa.
Selain itu dalam Dongzhi ada makanan yang melambangkan bentuk
perlawanan terhadap mereka yang zalim.
Tangyuan atau onde melambangkan persatuan dan keharmonisan keluarga.
Yuan yang artinya bulat melambangkan kesempurnaan. Tangyuan kadang
disebut tuanyuan yang artinya adalah reuni keluarga.
Selain itu juga ada pepatah yang disebutkan pada saat Dongzhi, "Tidak
memakan pil emas, tidak memakan pil perak, tidak bertambah satu
tahun." Maksudnya adalah mereka yang makan onde akan bertambah umurnya
satu tahun, dan ini merupakan suatu doa atau harapan agar kita selalu
panjang umur.
Orang Tiongkok utara memakan Jiao'er atau Huntun.
Ketika dinasti Han, banyak penduduk menderita penyakit akibat hawa
dingin hingga telinganya membeku ( cat: disebut jiaoer ). Seorang
tabib Zhang Zhongjing ( cat: 25-220 M) membuat ramuan obat yang
terdiri dari daging, bumbu serta bahan obat, yang dibungkus menyerupai
bentuk telinga.
Zaman dinasti Han penduduk sering diganggu oleh orang Xiongnu yang
dipimpin oleh dua orang yang bernama Hun dan Tun. Untuk
mengekspresikan kejengkelan mereka, dibuatlah makanan yang dinamakan
huntun. Sehingga memakan huntun diartikan memakan pemimpin Xiongnu:
Hun dan Tun.
Tidak selalu jatuh pada tanggal 13. Tahun ini dongzhi jatuh pada
bulan 11 tanggal 13. Tahun depan jatuh pada tanggal 24 bulan 11.
Dongzhi pasti jatuh di bulan 11 penanggalan Imlek.
Untuk itu kita perlu tahu sistem perhitungan jieqi dan satuan minggu
dalam penanggalan Tiongkok.
Perayaan Tang Chue Atau Tung che merupakan perayaan dimana berkumpulnya satu keluarga, makna perayaan tung che sendiri bersifat kekeluargaan, dimana seluruh kerabat keluarga berkumpul, dan menikmati makan ronde bersama, dalam perayaan ini keharmonisan dalam keluarga sangat diutamakan, sehingga perayaan ini penuh dengan makna rasa syukur apa yang diberikan oleh Yang Kuasa.
dalam Perayaan ini kita belajar menghormati keluarga, dan menghargai keluarga, dimana yang senior diutamakan dahulu dalam pemberian onde dahulu, baru kepada saudara, dan kawan - kawan kita. Artinya warga senior diberi penghormatan agar kita, bisa belajar dari menghormati sesama kita.
Tang Chue atau tung che sekitar bulan 11 sampai bulan 12 kalender
tionghoa. Tung che adalah tradisi perayaaan tanda terima kasih kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas lindunganNYa dan berkahNYA.
1. Perayaan Dongzhi sebenarnya sudah ada sejak dinasti Zhou. Tapi
karena pada masa Zhou memiliki sistem kalender yang berbeda ( cat:
penempatan tahun baru ). Pada masa tersebut, Dongzhi dianggap tahun
baru. Kemudian pada masa dinasti Han, dimana sistem kalender berubah
lagi, barulah Dongzhi dirayakan secara meriah dan dengan cara yang
berbeda pada masa dinasti Zhou. Perayaan Dongzhi sekarang ini bisa
dikatakan berasal dari dinasti Han.
2.dong 冬 berarti musim dingin, zhi 至 berarti paling/sangat
Dongzhi adalah hari dengan siang terpendek (malam terpanjang) di bumi
bagian utara.
Matahari berada pada posisi paling selatan (23,5° LS).
Dongzhi memiliki makna yang luas dan mengandung unsur kekeluargaan.
Dan kita harus tahu bahwa keluarga merupakan salah satu pilar budaya
Tionghoa.
Selain itu dalam Dongzhi ada makanan yang melambangkan bentuk
perlawanan terhadap mereka yang zalim.
Tangyuan atau onde melambangkan persatuan dan keharmonisan keluarga.
Yuan yang artinya bulat melambangkan kesempurnaan. Tangyuan kadang
disebut tuanyuan yang artinya adalah reuni keluarga.
Selain itu juga ada pepatah yang disebutkan pada saat Dongzhi, "Tidak
memakan pil emas, tidak memakan pil perak, tidak bertambah satu
tahun." Maksudnya adalah mereka yang makan onde akan bertambah umurnya
satu tahun, dan ini merupakan suatu doa atau harapan agar kita selalu
panjang umur.
Orang Tiongkok utara memakan Jiao'er atau Huntun.
Ketika dinasti Han, banyak penduduk menderita penyakit akibat hawa
dingin hingga telinganya membeku ( cat: disebut jiaoer ). Seorang
tabib Zhang Zhongjing ( cat: 25-220 M) membuat ramuan obat yang
terdiri dari daging, bumbu serta bahan obat, yang dibungkus menyerupai
bentuk telinga.
Zaman dinasti Han penduduk sering diganggu oleh orang Xiongnu yang
dipimpin oleh dua orang yang bernama Hun dan Tun. Untuk
mengekspresikan kejengkelan mereka, dibuatlah makanan yang dinamakan
huntun. Sehingga memakan huntun diartikan memakan pemimpin Xiongnu:
Hun dan Tun.
Tidak selalu jatuh pada tanggal 13. Tahun ini dongzhi jatuh pada
bulan 11 tanggal 13. Tahun depan jatuh pada tanggal 24 bulan 11.
Dongzhi pasti jatuh di bulan 11 penanggalan Imlek.
Untuk itu kita perlu tahu sistem perhitungan jieqi dan satuan minggu
dalam penanggalan Tiongkok.
Perayaan Tang Chue Atau Tung che merupakan perayaan dimana berkumpulnya satu keluarga, makna perayaan tung che sendiri bersifat kekeluargaan, dimana seluruh kerabat keluarga berkumpul, dan menikmati makan ronde bersama, dalam perayaan ini keharmonisan dalam keluarga sangat diutamakan, sehingga perayaan ini penuh dengan makna rasa syukur apa yang diberikan oleh Yang Kuasa.
dalam Perayaan ini kita belajar menghormati keluarga, dan menghargai keluarga, dimana yang senior diutamakan dahulu dalam pemberian onde dahulu, baru kepada saudara, dan kawan - kawan kita. Artinya warga senior diberi penghormatan agar kita, bisa belajar dari menghormati sesama kita.
Kamis, 20 Mei 2010
True Story: Yu Yuan (Sebuah kisah yang sangat menyentuh hati) bag.2
Setelah itu, pengumuman penggalangan dana dihentikan tetapi dana terus mengalir dari seluruh dunia. Dana pun telah tersedia dan para dokter sudah ada untuk mengobati Yu Yuan. Satu demi satu gerbang kesulitan pengobatan juga telah dilewati. Semua orang menunggu hari suksesnya Yu Yuan. Ada seorang teman di-email bahkan menulis: “Yu Yuan anakku yang tercinta saya mengharapkan kesembuhanmu dan keluar dari rumah sakit. Saya mendoakanmu cepat kembali ke sekolah. Saya mendambakanmu bisa tumbuh besar dan sehat. Yu Yuan anakku tercinta.”
Pada tanggal 21 Juni, Yu Yuan yang telah melepaskan pengobatan dan menunggu kematian akhirnya dibawa kembali ke ibu kota. Dana yang sudah terkumpul, membuat jiwa yang lemah ini memiliki harapan dan alasan untuk terus bertahan hidup. Yu Yuan akhirnya menerima pengobatan dan dia sangat menderita didalam sebuah pintu kaca tempat dia berobat.
Yu Yuan kemudian berbaring di ranjang untuk diinfus. Ketegaran anak kecil ini membuat semua orang kagum padanya. Dokter yang menangani dia, Shii Min berkata, dalam perjalanan proses terapi akan mendatangkan mual yang sangat hebat. Pada permulaan terapi Yu Yuan sering sekali muntah. Tetapi Yu Yuan tidak pernah mengeluh. Pada saat pertama kali melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang, jarum suntik ditusukkan dari depan dadanya, tetapi Yu Yuan tidak menangis dan juga tidak berteriak, bahkan tidak meneteskan air mata. Yu yuan yang dari dari lahir sampai maut menjemput tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ibu. Pada saat dokter Shii Min menawarkan Yu Yuan untuk menjadi anak perempuannya. Air mata Yu Yuan pun mengalir tak terbendung.
Hari kedua saat dokter Shii Min datang, Yu Yuan dengan malu-malu memanggil dengan sebutan Shii Mama. Pertama kalinya mendengar suara itu, Shii Min kaget, dan kemudian dengan tersenyum dan menjawab, “Anak yang baik”. Semua orang mendambakan sebuah keajaiban dan menunggu momen dimana Yu Yuan hidup dan sembuh kembali. Banyak masyarakat datang untuk menjenguk Yu Yuan dan banyak orang menanyakan kabar Yu Yuan dari email. Selama dua bulan Yu Yuan melakukan terapi dan telah berjuang menerobos sembilan pintu maut. Pernah mengalami pendarahan dipencernaan dan selalu selamat dari bencana. Sampai akhirnya darah putih dari tubuh Yu Yuan sudah bisa terkontrol. Semua orang-orang pun menunggu kabar baik dari kesembuhan Yu Yuan.
Tetapi efek samping yang dikeluarkan oleh obat-obat terapi sangatlah menakutkan, apalagi dibandingkan dengan anak-anak leukemia yang lain. Fisik Yu Yuan jauh sangat lemah. Setelah melewati operasi tersebut fisik Yu Yuan semakin lemah.
Pada tanggal 20 agustus, Yu Yuan bertanya kepada wartawan Fu Yuan: “Tante kenapa mereka mau menyumbang dana untuk saya? Tanya Yu Yuan kepada wartawan tersebut. Wartawan tersebut menjawab, karena mereka semua adalah orang yang baik hati”. Yu Yuan kemudian berkata: “Tante saya juga mau menjadi orang yang baik hati”. Wartawan itupun menjawab, “Kamu memang orang yang baik. Orang baik harus saling membantu agar bisa berubah menjadi semakin baik”. Yu yuan dari bawah bantal tidurnya mengambil sebuah buku, dan diberikan kepada ke Fu Yuan. “Tante ini adalah surat wasiat saya.”
Fu yuan kaget, sekali membuka dan melihat surat tersebut ternyata Yu Yuan telah mengatur tentang pengaturan pemakamannya sendiri. Ini adalah seorang anak yang berumur delapan tahun yang sedang menghadapi sebuah kematian dan diatas ranjang menulis tiga halaman surat wasiat dan dibagi menjadi enam bagian, dengan pembukaan, tante Fu Yuan, dan diakhiri dengan selamat tinggal tante Fu Yuan.
Dalam satu artikel itu nama Fu Yuan muncul tujuh kali dan masih ada sembilan sebutan singkat tante wartawan. Dibelakang ada enam belas sebutan dan ini adalah kata setelah Yu Yuan meninggal. Tolong, Dan dia juga ingin menyatakan terima kasih serta selamat tinggal kepada orang-orang yang selama ini telah memperhatikan dia lewat surat kabar. “Sampai jumpa tante, kita berjumpa lagi dalam mimpi. Tolong jaga papa saya. Dan sedikit dari dana pengobatan ini bisa dibagikan kepada sekolah saya. Dan katakan ini juga pada pemimpin palang merah. Setelah saya meninggal, biaya pengobatan itu dibagikan kepada orang-orang yang sakit seperti saya. "Biar mereka lekas sembuh”. Surat wasiat ini membuat Fu Yuan tidak bisa menahan tangis yang membasahi pipinya.
Saya pernah datang, saya sangat patuh, demikianlah kata-kata yang keluar dari bibir Yu Yuan. Pada tanggal 22 agustus, karena pendarahan dipencernaan hampir satu bulan, Yu Yuan tidak bisa makan dan hanya bisa mengandalkan infus untuk bertahan hidup. Mula mulanya berusaha mencuri makan, Yu Yuan mengambil mie instant dan memakannya. Hal ini membuat pendarahan di pencernaan Yu Yuan semakin parah. Dokter dan perawat pun secepatnya memberikan pertolongan darurat dan memberi infus dan transfer darah setelah melihat pendarahan Yu Yuan yang sangat hebat. Dokter dan para perawat pun ikut menangis.
Semua orang ingin membantu meringankan pederitaannya. Tetapi tetap tidak bisa membantunya. Yu Yuan yang telah menderita karena penyakit tersebut akhirnya meninggal dengan tenang. Semua orang tidak bisa menerima kenyataan ini melihat malaikat kecil yang cantik yang suci bagaikan air. Sungguh telah pergi kedunia lain.
Dikecamatan She Chuan, sebuah email pun dipenuhi tangisan menghantar kepergian Yu Yuan. Banyak yang mengirimkan ucapan turut berduka cita dengan karangan bunga yang ditumupuk setinggi gunung. Ada seorang pemuda berkata dengan pelan “Anak kecil, kamu sebenarnya adalah malaikat kecil diatas langit, kepakkanlah kedua sayapmu. Terbanglah…” demikian kata-kata dari seorang pemuda tersebut.
Pada tanggal 26 Agustus, pemakaman Yu Yuan dilaksanakan saat hujan gerimis. Didepan rumah duka, banyak orang-orang berdiri dan menangis mengantar kepergian Yu Yuan. Mereka adalah papa mama Yu Yuan yang tidak dikenal oleh Yu Yuan semasa hidupnya. Demi Yu Yuan yang menderita karena leukemia dan melepaskan pengobatan demi orang lain, maka datanglah papa mama dari berbagai daerah yang diam-diam mengantarkan kepergian Yu Yuan.
Didepan kuburannya terdapat selembar foto Yu Yuan yang sedang tertawa. Diatas batu nisannya tertulis, “Aku pernah datang dan aku sangat patuh” (30 nov 1996- 22 agus 2005). Dan dibelakangnya terukir perjalanan singkat riwayat hidup Yu Yuan. Dua kalimat terakhir adalah disaat dia masih hidup telah menerima kehangatan dari dunia. Beristirahatlah gadis kecilku, nirwana akan menjadi lebih ceria dengan adanya dirimu.
Sesuai pesan dari Yu Yuan, sisa dana 540.000 dolar tersebut disumbangkan kepada anak-anak penderita luekimia lainnya. Tujuh anak yang menerima bantuan dana Yu Yuan itu adalah: Shii Li, Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu, Zhang Yu Jie, Gao Jian, Wang Jie. Tujuh anak kecil yang kasihan ini semua berasal dari keluarga tidak mampu. Mereka adalah anak-anak miskin yang berjuang melawan kematian.
Pada tanggal 24 September, anak pertama yang menerima bantuan dari Yu Yuan di rumah sakit Hua Xi berhasil melakukan operasi. Senyuman yang mengambang pun terlukis diraut wajah anak tersebut. “Saya telah menerima bantuan dari kehidupan Anda, terima kasih adik Yu Yuan kamu pasti sedang melihat kami diatas sana. Jangan risau, kelak di batu nisan, kami juga akan mengukirnya dengan kata-kata “Aku pernah datang dan aku sangat patuh”.
Kesimpulan:
Demikianlah sebuah kisah yang sangat menggugah hati kita. Seorang anak kecil yang berjuang bertahan hidup dan akhirnya harus menghadapi kematian akibat sakit yang dideritanya. Dengan kepolosan dan ketulusan serta baktinya kepada orang tuanya, akhirnya mendapatkan respon yang luar biasa dari kalangan Dunia.
Walaupun hidup serba kekurangan, Dia bisa memberikan kasihnya terhadap sesama. Inilah contoh yang seharusnya kita pun mampu melakukan hal yang sama, berbuat sesuatu yang bermakna bagi sesama, memberikan sedikit kehangatan dan perhatian kepada orang yang membutuhkan. Pribadi dan hati seperti inilah yang dinamakan pribadi seorang Pengasih.
Pada tanggal 21 Juni, Yu Yuan yang telah melepaskan pengobatan dan menunggu kematian akhirnya dibawa kembali ke ibu kota. Dana yang sudah terkumpul, membuat jiwa yang lemah ini memiliki harapan dan alasan untuk terus bertahan hidup. Yu Yuan akhirnya menerima pengobatan dan dia sangat menderita didalam sebuah pintu kaca tempat dia berobat.
Yu Yuan kemudian berbaring di ranjang untuk diinfus. Ketegaran anak kecil ini membuat semua orang kagum padanya. Dokter yang menangani dia, Shii Min berkata, dalam perjalanan proses terapi akan mendatangkan mual yang sangat hebat. Pada permulaan terapi Yu Yuan sering sekali muntah. Tetapi Yu Yuan tidak pernah mengeluh. Pada saat pertama kali melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang, jarum suntik ditusukkan dari depan dadanya, tetapi Yu Yuan tidak menangis dan juga tidak berteriak, bahkan tidak meneteskan air mata. Yu yuan yang dari dari lahir sampai maut menjemput tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ibu. Pada saat dokter Shii Min menawarkan Yu Yuan untuk menjadi anak perempuannya. Air mata Yu Yuan pun mengalir tak terbendung.
Hari kedua saat dokter Shii Min datang, Yu Yuan dengan malu-malu memanggil dengan sebutan Shii Mama. Pertama kalinya mendengar suara itu, Shii Min kaget, dan kemudian dengan tersenyum dan menjawab, “Anak yang baik”. Semua orang mendambakan sebuah keajaiban dan menunggu momen dimana Yu Yuan hidup dan sembuh kembali. Banyak masyarakat datang untuk menjenguk Yu Yuan dan banyak orang menanyakan kabar Yu Yuan dari email. Selama dua bulan Yu Yuan melakukan terapi dan telah berjuang menerobos sembilan pintu maut. Pernah mengalami pendarahan dipencernaan dan selalu selamat dari bencana. Sampai akhirnya darah putih dari tubuh Yu Yuan sudah bisa terkontrol. Semua orang-orang pun menunggu kabar baik dari kesembuhan Yu Yuan.
Tetapi efek samping yang dikeluarkan oleh obat-obat terapi sangatlah menakutkan, apalagi dibandingkan dengan anak-anak leukemia yang lain. Fisik Yu Yuan jauh sangat lemah. Setelah melewati operasi tersebut fisik Yu Yuan semakin lemah.
Pada tanggal 20 agustus, Yu Yuan bertanya kepada wartawan Fu Yuan: “Tante kenapa mereka mau menyumbang dana untuk saya? Tanya Yu Yuan kepada wartawan tersebut. Wartawan tersebut menjawab, karena mereka semua adalah orang yang baik hati”. Yu Yuan kemudian berkata: “Tante saya juga mau menjadi orang yang baik hati”. Wartawan itupun menjawab, “Kamu memang orang yang baik. Orang baik harus saling membantu agar bisa berubah menjadi semakin baik”. Yu yuan dari bawah bantal tidurnya mengambil sebuah buku, dan diberikan kepada ke Fu Yuan. “Tante ini adalah surat wasiat saya.”
Fu yuan kaget, sekali membuka dan melihat surat tersebut ternyata Yu Yuan telah mengatur tentang pengaturan pemakamannya sendiri. Ini adalah seorang anak yang berumur delapan tahun yang sedang menghadapi sebuah kematian dan diatas ranjang menulis tiga halaman surat wasiat dan dibagi menjadi enam bagian, dengan pembukaan, tante Fu Yuan, dan diakhiri dengan selamat tinggal tante Fu Yuan.
Dalam satu artikel itu nama Fu Yuan muncul tujuh kali dan masih ada sembilan sebutan singkat tante wartawan. Dibelakang ada enam belas sebutan dan ini adalah kata setelah Yu Yuan meninggal. Tolong, Dan dia juga ingin menyatakan terima kasih serta selamat tinggal kepada orang-orang yang selama ini telah memperhatikan dia lewat surat kabar. “Sampai jumpa tante, kita berjumpa lagi dalam mimpi. Tolong jaga papa saya. Dan sedikit dari dana pengobatan ini bisa dibagikan kepada sekolah saya. Dan katakan ini juga pada pemimpin palang merah. Setelah saya meninggal, biaya pengobatan itu dibagikan kepada orang-orang yang sakit seperti saya. "Biar mereka lekas sembuh”. Surat wasiat ini membuat Fu Yuan tidak bisa menahan tangis yang membasahi pipinya.
Saya pernah datang, saya sangat patuh, demikianlah kata-kata yang keluar dari bibir Yu Yuan. Pada tanggal 22 agustus, karena pendarahan dipencernaan hampir satu bulan, Yu Yuan tidak bisa makan dan hanya bisa mengandalkan infus untuk bertahan hidup. Mula mulanya berusaha mencuri makan, Yu Yuan mengambil mie instant dan memakannya. Hal ini membuat pendarahan di pencernaan Yu Yuan semakin parah. Dokter dan perawat pun secepatnya memberikan pertolongan darurat dan memberi infus dan transfer darah setelah melihat pendarahan Yu Yuan yang sangat hebat. Dokter dan para perawat pun ikut menangis.
Semua orang ingin membantu meringankan pederitaannya. Tetapi tetap tidak bisa membantunya. Yu Yuan yang telah menderita karena penyakit tersebut akhirnya meninggal dengan tenang. Semua orang tidak bisa menerima kenyataan ini melihat malaikat kecil yang cantik yang suci bagaikan air. Sungguh telah pergi kedunia lain.
Dikecamatan She Chuan, sebuah email pun dipenuhi tangisan menghantar kepergian Yu Yuan. Banyak yang mengirimkan ucapan turut berduka cita dengan karangan bunga yang ditumupuk setinggi gunung. Ada seorang pemuda berkata dengan pelan “Anak kecil, kamu sebenarnya adalah malaikat kecil diatas langit, kepakkanlah kedua sayapmu. Terbanglah…” demikian kata-kata dari seorang pemuda tersebut.
Pada tanggal 26 Agustus, pemakaman Yu Yuan dilaksanakan saat hujan gerimis. Didepan rumah duka, banyak orang-orang berdiri dan menangis mengantar kepergian Yu Yuan. Mereka adalah papa mama Yu Yuan yang tidak dikenal oleh Yu Yuan semasa hidupnya. Demi Yu Yuan yang menderita karena leukemia dan melepaskan pengobatan demi orang lain, maka datanglah papa mama dari berbagai daerah yang diam-diam mengantarkan kepergian Yu Yuan.
Didepan kuburannya terdapat selembar foto Yu Yuan yang sedang tertawa. Diatas batu nisannya tertulis, “Aku pernah datang dan aku sangat patuh” (30 nov 1996- 22 agus 2005). Dan dibelakangnya terukir perjalanan singkat riwayat hidup Yu Yuan. Dua kalimat terakhir adalah disaat dia masih hidup telah menerima kehangatan dari dunia. Beristirahatlah gadis kecilku, nirwana akan menjadi lebih ceria dengan adanya dirimu.
Sesuai pesan dari Yu Yuan, sisa dana 540.000 dolar tersebut disumbangkan kepada anak-anak penderita luekimia lainnya. Tujuh anak yang menerima bantuan dana Yu Yuan itu adalah: Shii Li, Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu, Zhang Yu Jie, Gao Jian, Wang Jie. Tujuh anak kecil yang kasihan ini semua berasal dari keluarga tidak mampu. Mereka adalah anak-anak miskin yang berjuang melawan kematian.
Pada tanggal 24 September, anak pertama yang menerima bantuan dari Yu Yuan di rumah sakit Hua Xi berhasil melakukan operasi. Senyuman yang mengambang pun terlukis diraut wajah anak tersebut. “Saya telah menerima bantuan dari kehidupan Anda, terima kasih adik Yu Yuan kamu pasti sedang melihat kami diatas sana. Jangan risau, kelak di batu nisan, kami juga akan mengukirnya dengan kata-kata “Aku pernah datang dan aku sangat patuh”.
Kesimpulan:
Demikianlah sebuah kisah yang sangat menggugah hati kita. Seorang anak kecil yang berjuang bertahan hidup dan akhirnya harus menghadapi kematian akibat sakit yang dideritanya. Dengan kepolosan dan ketulusan serta baktinya kepada orang tuanya, akhirnya mendapatkan respon yang luar biasa dari kalangan Dunia.
Walaupun hidup serba kekurangan, Dia bisa memberikan kasihnya terhadap sesama. Inilah contoh yang seharusnya kita pun mampu melakukan hal yang sama, berbuat sesuatu yang bermakna bagi sesama, memberikan sedikit kehangatan dan perhatian kepada orang yang membutuhkan. Pribadi dan hati seperti inilah yang dinamakan pribadi seorang Pengasih.
True Story: Yu Yuan (Sebuah kisah yang sangat menyentuh hati) bag.1
Kisah tentang seorang gadis kecil yang cantik yang memiliki sepasang bola mata yang indah dan hati yang lugu polos. Dia adalah seorang yatim piatu dan hanya sempat hidup di dunia ini selama delapan tahun. Satu kalimat terakhir yang ia tinggalkan di batu nisannya adalah saya pernah datang dan saya sangat penurut. Anak ini rela melepaskan pengobatan, padahal sebelumnya dia telah memiliki dana pengobatan sebanyak 540.000 dolar yang didapat dari perkumpulan orang Chinese seluruh dunia. Dan membagi dana tersebut menjadi tujuh bagian, yang dibagikan kepada tujuh anak kecil yang juga sedang berjuang menghadapi kematian. Dan dia rela melepaskan pengobatannya.
Begitu lahir dia sudah tidak mengetahui siapa orang tua kandungnya. Dia hanya memiliki seorang papa yang mengadopsinya. Papanya berumur 30 tahun yang bertempat tinggal di provinsi She Cuan kecamatan Suang Liu, kota Sang Xin Zhen Yun Ya Chun Er Cu. Karena miskin, maka selama ini ia tidak menemukan pasangan hidupnya. Kalau masih harus mengadopsi anak kecil ini, mungkin tidak ada lagi orang yang mau dilamar olehnya. Pada tanggal 30 November 1996, tgl 20 bln 10 imlek, adalah saat dimana papanya menemukan anak kecil tersebut diatas hamparan rumput, disanalah papanya menemukan seorang bayi kecil yang sedang kedinginan. Pada saat menemukan anak ini, di dadanya terdapat selembar kartu kecil tertulis, 20 November jam 12.
Melihat anak kecil ini menangis dengan suara tangisannya sudah mulai melemah. Papanya berpikir kalau tidak ada orang yang memperhatikannya, maka kapan saja bayi ini bisa meninggal. Dengan berat hati papanya memeluk bayi tersebut, dengan menghela nafas dan berkata, “saya makan apa, maka kamu juga ikut apa yang saya makan”. Kemudian papanya memberikan dia nama Yu Yan.
Ini adalah kisah seorang pemuda yang belum menikah yang membesarkan seorang anak, tidak ada Asi dan juga tidak mampu membeli susu bubuk, hanya mampu memberi makan bayi tersebut dengan air tajin (air beras). Maka dari kecil anak ini tumbuh menjadi lemah dan sakit-sakitan. Tetapi anak ini sangat penurut dan sangat patuh. Musim silih berganti, Yu Yuan pun tumbuh dan bertambah besar serta memiliki kepintaran yang luar biasa. Para tetangga sering memuji Yu Yuan sangat pintar, walaupun dari kecil sering sakit-sakitan dan mereka sangat menyukai Yu Yuan. Ditengah ketakutan dan kecemasan papanya, Yu Yuan pelan-pelan tumbuh dewasa.
Yu Yuan yang hidup dalam kesusahan memang luar biasa, mulai dari umur lima tahun, dia sudah membantu papa mengerjakan pekerjaan rumah. Mencuci baju, memasak nasi dan memotong rumput. Setiap hal dia kerjakan dengan baik. Dia sadar dia berbeda dengan anak-anak lain. Anak-anak lain memiliki sepasang orang tua, sedangkan dia hanya memiliki seorang papa. Keluarga ini hanya mengandalkan dia dan papa yang saling menopang. Dia harus menjadi seorang anak yang penurut dan tidak boleh membuat papa menjadi sedih dan marah.
Pada saat dia masuk sekolah dasar, dia sendiri sudah sangat mengerti, harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah. Inilah yang bisa membuat papanya yang tidak berpendidikan menjadi bangga di desanya. Dia tidak pernah mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi untuk papanya. Setiap hal yang lucu yang terjadi di sekolahnya diceritakan kepada papanya. Kadang-kadang dia bisa nakal dengan mengeluarkan soal-soal yang susah untuk menguji papanya.
Setiap kali melihat senyuman papanya, dia merasa puas dan bahagia. Walaupun tidak seperti anak-anak lain yang memiliki mama, tetapi bisa hidup bahagia dengan papa, ia sudah sangat berbahagia. Mulai dari bulan Mei 2005 Yu Yuan mulai mengalami mimisan. Pada suatu pagi saat Yu Yuan sedang mencuci muka, ia menyadari bahwa air cuci mukanya sudah penuh dengan darah yang ternyata berasal dari hidungnya. Dengan berbagai cara tidak bisa menghentikan pendarahan tersebut. Sehingga papanya membawa Yu Yuan ke puskesmas desa untuk disuntik. Tetapi sayangnya dari bekas suntikan itu juga mengerluarkan darah dan tidak mau berhenti. Dipahanya mulai bermunculan bintik-bintik merah. Dokter tersebut menyarankan papanya untuk membawa Yu Yuan ke rumah sakit untuk diperiksa. Begitu tiba di rumah sakit, Yu Yuan tidak mendapatkan nomor karena antrian sudah panjang. Yu Yuan hanya bisa duduk sendiri dikursi yang panjang untuk menutupi hidungnya. Darah yang keluar dari hidungnya bagaikan air yang terus mengalir dan memerahi lantai. Karena papanya merasa tidak enak kemudian mengambil sebuah baskom kecil untuk menampung darah yang keluar dari hidung Yu Yuan. Tidak sampai sepuluh menit, baskom yang kecil tersebut sudah penuh berisi darah yang keluar dari hidung Yu Yuan.
Dokter yang melihat keadaaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk diperiksa. Setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa Yu Yuan terkena Leukimia ganas. Pengobatan penyakit tersebut sangat mahal yang memerlukan biaya sebesar 300.000 $. Papanya mulai cemas melihat anaknya yang terbaring lemah di ranjang. Papanya hanya memiliki satu niat yaitu menyelamatkan anaknya. Dengan berbagai cara meminjam uang kesanak saudara dan teman dan ternyata, uang yang terkumpul sangatlah sedikit.
Papanya akhirnya mengambil keputusan untuk menjual rumahnya yang merupakan harta satu satunya. Tapi karena rumahnya terlalu kumuh, dalam waktu yang singkat tidak bisa menemukan seorang pembeli.
Melihat mata papanya yang sedih dan pipi yang kian hari kian kurus. Dalam hati Yu Yuan merasa sedih. Pada suatu hari Yu Yuan menarik tangan papanya, air mata pun mengalir dikala kata-kata belum sempat terlontar. “Papa saya ingin mati”.
Papanya dengan pandangan yang kaget melihat Yu Yuan, “Kamu baru berumur 8 tahun kenapa mau mati”. “Saya adalah anak yang dipungut, semua orang berkata nyawa saya tak berharga, tidaklah cocok dengan penyakit ini, biarlah saya keluar dari rumah sakit ini.”
Pada tanggal 18 juni, Yu Yuan mewakili papanya yang tidak mengenal huruf, menandatangani surat keterangan pelepasan perawatan. Anak yang berumur delapan tahun itu pun mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pemakamannya sendiri. Hari itu juga setelah pulang kerumah, Yu Yuan yang sejak kecil tidak pernah memiliki permintaan, hari itu meminta dua permohonan kepada papanya. Dia ingin memakai baju baru dan berfoto. Yu Yuan berkata kepada papanya: “Setelah saya tidak ada, kalau papa merindukan saya lihatlah melihat foto ini”.
Hari kedua, papanya menyuruh bibi menemani Yu Yuan pergi ke kota dan membeli baju baru. Yu Yuan sendirilah yang memilih baju yang dibelinya. Bibinya memilihkan satu rok yang berwarna putih dengan corak bintik-bintik merah. Begitu mencoba dan tidak rela melepaskannya. Kemudian mereka bertiga tiba di sebuah studio foto. Yu Yuan kemudian memakai baju barunya dengan pose secantik mungkin berjuang untuk tersenyum. Bagaimanapun ia berusaha tersenyum, pada akhirnya juga tidak bisa menahan air matanya yang mengalir keluar. Kalau bukan karena seorang wartawan Chuan Yuan yang bekerja di surat kabar Cheng Du Wan Bao, Yu Yuan akan seperti selembar daun yang lepas dari pohon dan hilang ditiup angin.
Setelah mengetahui keadaan Yu Yuan dari rumah sakit, Chuan Yuan kemudian menuliskan sebuah laporan, menceritakan kisah Yu Yuan secara detail. Cerita tentang anak yang berumur 8 tahun mengatur pemakamakannya sendiri dan akhirnya menyebar keseluruh kota Rong Cheng. Banyak orang-orang yang tergugah oleh seorang anak kecil yang sakit ini, dari ibu kota sampai satu Negara bahkan sampai keseluruh dunia. Mereka mengirim email ke seluruh dunia untuk menggalang dana bagi anak ini”. Dunia yang damai ini menjadi suara panggilan yang sangat kuat bagi setiap orang.
Hanya dalam waktu sepuluh hari, dari perkumpulan orang Chinese didunia saja telah mengumpulkan 560.000 dolar. Biaya operasi pun telah tercukupi. Titik kehidupan Yu Yuan sekali lagi dihidupkan oleh cinta kasih semua orang.
Bersambung...
Begitu lahir dia sudah tidak mengetahui siapa orang tua kandungnya. Dia hanya memiliki seorang papa yang mengadopsinya. Papanya berumur 30 tahun yang bertempat tinggal di provinsi She Cuan kecamatan Suang Liu, kota Sang Xin Zhen Yun Ya Chun Er Cu. Karena miskin, maka selama ini ia tidak menemukan pasangan hidupnya. Kalau masih harus mengadopsi anak kecil ini, mungkin tidak ada lagi orang yang mau dilamar olehnya. Pada tanggal 30 November 1996, tgl 20 bln 10 imlek, adalah saat dimana papanya menemukan anak kecil tersebut diatas hamparan rumput, disanalah papanya menemukan seorang bayi kecil yang sedang kedinginan. Pada saat menemukan anak ini, di dadanya terdapat selembar kartu kecil tertulis, 20 November jam 12.
Melihat anak kecil ini menangis dengan suara tangisannya sudah mulai melemah. Papanya berpikir kalau tidak ada orang yang memperhatikannya, maka kapan saja bayi ini bisa meninggal. Dengan berat hati papanya memeluk bayi tersebut, dengan menghela nafas dan berkata, “saya makan apa, maka kamu juga ikut apa yang saya makan”. Kemudian papanya memberikan dia nama Yu Yan.
Ini adalah kisah seorang pemuda yang belum menikah yang membesarkan seorang anak, tidak ada Asi dan juga tidak mampu membeli susu bubuk, hanya mampu memberi makan bayi tersebut dengan air tajin (air beras). Maka dari kecil anak ini tumbuh menjadi lemah dan sakit-sakitan. Tetapi anak ini sangat penurut dan sangat patuh. Musim silih berganti, Yu Yuan pun tumbuh dan bertambah besar serta memiliki kepintaran yang luar biasa. Para tetangga sering memuji Yu Yuan sangat pintar, walaupun dari kecil sering sakit-sakitan dan mereka sangat menyukai Yu Yuan. Ditengah ketakutan dan kecemasan papanya, Yu Yuan pelan-pelan tumbuh dewasa.
Yu Yuan yang hidup dalam kesusahan memang luar biasa, mulai dari umur lima tahun, dia sudah membantu papa mengerjakan pekerjaan rumah. Mencuci baju, memasak nasi dan memotong rumput. Setiap hal dia kerjakan dengan baik. Dia sadar dia berbeda dengan anak-anak lain. Anak-anak lain memiliki sepasang orang tua, sedangkan dia hanya memiliki seorang papa. Keluarga ini hanya mengandalkan dia dan papa yang saling menopang. Dia harus menjadi seorang anak yang penurut dan tidak boleh membuat papa menjadi sedih dan marah.
Pada saat dia masuk sekolah dasar, dia sendiri sudah sangat mengerti, harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah. Inilah yang bisa membuat papanya yang tidak berpendidikan menjadi bangga di desanya. Dia tidak pernah mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi untuk papanya. Setiap hal yang lucu yang terjadi di sekolahnya diceritakan kepada papanya. Kadang-kadang dia bisa nakal dengan mengeluarkan soal-soal yang susah untuk menguji papanya.
Setiap kali melihat senyuman papanya, dia merasa puas dan bahagia. Walaupun tidak seperti anak-anak lain yang memiliki mama, tetapi bisa hidup bahagia dengan papa, ia sudah sangat berbahagia. Mulai dari bulan Mei 2005 Yu Yuan mulai mengalami mimisan. Pada suatu pagi saat Yu Yuan sedang mencuci muka, ia menyadari bahwa air cuci mukanya sudah penuh dengan darah yang ternyata berasal dari hidungnya. Dengan berbagai cara tidak bisa menghentikan pendarahan tersebut. Sehingga papanya membawa Yu Yuan ke puskesmas desa untuk disuntik. Tetapi sayangnya dari bekas suntikan itu juga mengerluarkan darah dan tidak mau berhenti. Dipahanya mulai bermunculan bintik-bintik merah. Dokter tersebut menyarankan papanya untuk membawa Yu Yuan ke rumah sakit untuk diperiksa. Begitu tiba di rumah sakit, Yu Yuan tidak mendapatkan nomor karena antrian sudah panjang. Yu Yuan hanya bisa duduk sendiri dikursi yang panjang untuk menutupi hidungnya. Darah yang keluar dari hidungnya bagaikan air yang terus mengalir dan memerahi lantai. Karena papanya merasa tidak enak kemudian mengambil sebuah baskom kecil untuk menampung darah yang keluar dari hidung Yu Yuan. Tidak sampai sepuluh menit, baskom yang kecil tersebut sudah penuh berisi darah yang keluar dari hidung Yu Yuan.
Dokter yang melihat keadaaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk diperiksa. Setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa Yu Yuan terkena Leukimia ganas. Pengobatan penyakit tersebut sangat mahal yang memerlukan biaya sebesar 300.000 $. Papanya mulai cemas melihat anaknya yang terbaring lemah di ranjang. Papanya hanya memiliki satu niat yaitu menyelamatkan anaknya. Dengan berbagai cara meminjam uang kesanak saudara dan teman dan ternyata, uang yang terkumpul sangatlah sedikit.
Papanya akhirnya mengambil keputusan untuk menjual rumahnya yang merupakan harta satu satunya. Tapi karena rumahnya terlalu kumuh, dalam waktu yang singkat tidak bisa menemukan seorang pembeli.
Melihat mata papanya yang sedih dan pipi yang kian hari kian kurus. Dalam hati Yu Yuan merasa sedih. Pada suatu hari Yu Yuan menarik tangan papanya, air mata pun mengalir dikala kata-kata belum sempat terlontar. “Papa saya ingin mati”.
Papanya dengan pandangan yang kaget melihat Yu Yuan, “Kamu baru berumur 8 tahun kenapa mau mati”. “Saya adalah anak yang dipungut, semua orang berkata nyawa saya tak berharga, tidaklah cocok dengan penyakit ini, biarlah saya keluar dari rumah sakit ini.”
Pada tanggal 18 juni, Yu Yuan mewakili papanya yang tidak mengenal huruf, menandatangani surat keterangan pelepasan perawatan. Anak yang berumur delapan tahun itu pun mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pemakamannya sendiri. Hari itu juga setelah pulang kerumah, Yu Yuan yang sejak kecil tidak pernah memiliki permintaan, hari itu meminta dua permohonan kepada papanya. Dia ingin memakai baju baru dan berfoto. Yu Yuan berkata kepada papanya: “Setelah saya tidak ada, kalau papa merindukan saya lihatlah melihat foto ini”.
Hari kedua, papanya menyuruh bibi menemani Yu Yuan pergi ke kota dan membeli baju baru. Yu Yuan sendirilah yang memilih baju yang dibelinya. Bibinya memilihkan satu rok yang berwarna putih dengan corak bintik-bintik merah. Begitu mencoba dan tidak rela melepaskannya. Kemudian mereka bertiga tiba di sebuah studio foto. Yu Yuan kemudian memakai baju barunya dengan pose secantik mungkin berjuang untuk tersenyum. Bagaimanapun ia berusaha tersenyum, pada akhirnya juga tidak bisa menahan air matanya yang mengalir keluar. Kalau bukan karena seorang wartawan Chuan Yuan yang bekerja di surat kabar Cheng Du Wan Bao, Yu Yuan akan seperti selembar daun yang lepas dari pohon dan hilang ditiup angin.
Setelah mengetahui keadaan Yu Yuan dari rumah sakit, Chuan Yuan kemudian menuliskan sebuah laporan, menceritakan kisah Yu Yuan secara detail. Cerita tentang anak yang berumur 8 tahun mengatur pemakamakannya sendiri dan akhirnya menyebar keseluruh kota Rong Cheng. Banyak orang-orang yang tergugah oleh seorang anak kecil yang sakit ini, dari ibu kota sampai satu Negara bahkan sampai keseluruh dunia. Mereka mengirim email ke seluruh dunia untuk menggalang dana bagi anak ini”. Dunia yang damai ini menjadi suara panggilan yang sangat kuat bagi setiap orang.
Hanya dalam waktu sepuluh hari, dari perkumpulan orang Chinese didunia saja telah mengumpulkan 560.000 dolar. Biaya operasi pun telah tercukupi. Titik kehidupan Yu Yuan sekali lagi dihidupkan oleh cinta kasih semua orang.
Bersambung...
Kisah Ibu dan Anak Pencuri
Kisah Ibu dan Anak Pencuri
Alkisah di sebuah desa, ada seorang ibu yang sudah tua, hidup berdua dengan anak satu-satunya
Suaminya sudah lama meninggal karena sakit. Sang ibu sering kali merasa sedih memikirkan anak satu-satunya. Anaknya mempunyai tabiat yang sangat buruk yaitu suka mencuri, berjudi, mengadu ayam dan banyak lagi.
Ibu itu sering menangis meratapi nasibnya yang malang, Namun ia sering berdoa memohon kepada Tuhan, “Tuhan tolong sadarkan anakku yang kusayangi, supaya tidak berbuat dosa lagi. Aku sudah tua dan ingin menyaksikan dia bertobat sebelum aku mati.”
Namun semakin lama si anak semakin larut dengan perbuatan jahatnya, sudah sangat sering ia keluar masuk penjara karena kejahatan yang dilakukannya.
Suatu hari ia kembali mencuri di rumah penduduk desa, namun malang dia tertangkap. Kemudian dia dibawa ke hadapan raja utk diadili dan dijatuhi hukuman pancung. Pengumuman itu diumumkan ke seluruh desa dan hukuman akan dilakukan keesokan hari di depan rakyat desa dan tepat pada saat lonceng berdentang menandakan pukul enam pagi.
Berita hukuman itu sampai ke telinga si ibu. Dia menangis meratapi anak yang dikasihinya dan berdoa berlutut kepada Tuhan, “Tuhan, ampuni anak hamba, biarlah hamba yang sudah tua ini yang menanggung dosa nya.”
Dengan tertatih tatih dia mendatangi raja dan memohon supaya anaknya dibebaskan. Tapi keputusan sudah bulat, anakknya harus menjalani hukuman pancung. Dengan hati hancur, ibu kembali ke rumah. Tak hentinya, dia berdoa supaya anaknya diampuni, dan akhirnya dia tertidur karena kelelahan.
Keesokan harinya, di tempat yang sudah ditentukan, rakyat berbondong2 ingin menyaksikan hukuman tersebut. Sang algojo sudah siap dengan pancungnya dan si anak pun sudah pasrah dengan nasibnya.
Terbayang di matanya wajah ibunya yang sudah tua, dan tanpa terasa ia menangis menyesali perbuatannya. Detik-detik yang mendebarkan itupun akhirnya tiba.
Sampai waktu yang ditentukan, lonceng belum juga berdentang sudah lewat lima menit dan suasana mulai ribut. Akhirnya petugas yang bertugas membunyikan lonceng pun datang melapor.
Ia mengaku heran karena sudah sejak tadi dia menarik tali lonceng tapi suara dentangnya tidak ada. Lonceng tidak berbunyi. Saat mereka semua sedang bingung, tiba-tiba dari tali lonceng itu mengalir darah segar. Darah itu berasal dari atas tempat di mana lonceng itu diikat.
Dengan jantung berdebar-debar, seluruh rakyat menantikan saat beberapa orang naik ke atas menyelidiki sumber darah tersebut. Tahukah apa yang terjadi?
Ternyata di dalam lonceng ditemui tubuh si ibu tua dengan kepala hancur berlumuran darah. Dia memeluk bandul di dalam lonceng yang menyebabkan lonceng tidak berbunyi, dan sebagai gantinya, kepalanya yang terbentur di dinding lonceng.
Seluruh orang yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan meneteskan air mata. Sementara si anak meraung-raung memeluk tubuh ibunya yang sudah diturunkan itu. Menyesali dirinya yang selalu menyusahkan ibunya. Ternyata ketika terbangun dari tidurnya di pagi-pagi buta, si ibu dengan susah payah memanjat ke atas lonceng dan mengikat dirinya di lonceng tersebut. Memeluk besi dalam lonceng untuk menghindari bunyi lonceng yang menandakan hukuman pancung anaknya dimulai.
Alkisah di sebuah desa, ada seorang ibu yang sudah tua, hidup berdua dengan anak satu-satunya
Suaminya sudah lama meninggal karena sakit. Sang ibu sering kali merasa sedih memikirkan anak satu-satunya. Anaknya mempunyai tabiat yang sangat buruk yaitu suka mencuri, berjudi, mengadu ayam dan banyak lagi.
Ibu itu sering menangis meratapi nasibnya yang malang, Namun ia sering berdoa memohon kepada Tuhan, “Tuhan tolong sadarkan anakku yang kusayangi, supaya tidak berbuat dosa lagi. Aku sudah tua dan ingin menyaksikan dia bertobat sebelum aku mati.”
Namun semakin lama si anak semakin larut dengan perbuatan jahatnya, sudah sangat sering ia keluar masuk penjara karena kejahatan yang dilakukannya.
Suatu hari ia kembali mencuri di rumah penduduk desa, namun malang dia tertangkap. Kemudian dia dibawa ke hadapan raja utk diadili dan dijatuhi hukuman pancung. Pengumuman itu diumumkan ke seluruh desa dan hukuman akan dilakukan keesokan hari di depan rakyat desa dan tepat pada saat lonceng berdentang menandakan pukul enam pagi.
Berita hukuman itu sampai ke telinga si ibu. Dia menangis meratapi anak yang dikasihinya dan berdoa berlutut kepada Tuhan, “Tuhan, ampuni anak hamba, biarlah hamba yang sudah tua ini yang menanggung dosa nya.”
Dengan tertatih tatih dia mendatangi raja dan memohon supaya anaknya dibebaskan. Tapi keputusan sudah bulat, anakknya harus menjalani hukuman pancung. Dengan hati hancur, ibu kembali ke rumah. Tak hentinya, dia berdoa supaya anaknya diampuni, dan akhirnya dia tertidur karena kelelahan.
Keesokan harinya, di tempat yang sudah ditentukan, rakyat berbondong2 ingin menyaksikan hukuman tersebut. Sang algojo sudah siap dengan pancungnya dan si anak pun sudah pasrah dengan nasibnya.
Terbayang di matanya wajah ibunya yang sudah tua, dan tanpa terasa ia menangis menyesali perbuatannya. Detik-detik yang mendebarkan itupun akhirnya tiba.
Sampai waktu yang ditentukan, lonceng belum juga berdentang sudah lewat lima menit dan suasana mulai ribut. Akhirnya petugas yang bertugas membunyikan lonceng pun datang melapor.
Ia mengaku heran karena sudah sejak tadi dia menarik tali lonceng tapi suara dentangnya tidak ada. Lonceng tidak berbunyi. Saat mereka semua sedang bingung, tiba-tiba dari tali lonceng itu mengalir darah segar. Darah itu berasal dari atas tempat di mana lonceng itu diikat.
Dengan jantung berdebar-debar, seluruh rakyat menantikan saat beberapa orang naik ke atas menyelidiki sumber darah tersebut. Tahukah apa yang terjadi?
Ternyata di dalam lonceng ditemui tubuh si ibu tua dengan kepala hancur berlumuran darah. Dia memeluk bandul di dalam lonceng yang menyebabkan lonceng tidak berbunyi, dan sebagai gantinya, kepalanya yang terbentur di dinding lonceng.
Seluruh orang yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan meneteskan air mata. Sementara si anak meraung-raung memeluk tubuh ibunya yang sudah diturunkan itu. Menyesali dirinya yang selalu menyusahkan ibunya. Ternyata ketika terbangun dari tidurnya di pagi-pagi buta, si ibu dengan susah payah memanjat ke atas lonceng dan mengikat dirinya di lonceng tersebut. Memeluk besi dalam lonceng untuk menghindari bunyi lonceng yang menandakan hukuman pancung anaknya dimulai.
Kisah Ibu Tiri dan Nasi Goreng
Kisah Ibu Tiri dan Nasi Goreng
Kisah ini diambil dari sebuah kisah nyata di era tahun 1960an di Pontianak dan diceritakan secara turun temurun dari generasi Pho Pho (mamanya mama) hingga kepadaku. Semoga bermanfaat.
Sebut saja nama anak lelaki itu A Siang. Dia seorang anak berumur 8 tahun dan masih duduk di bangku SD kelas 2. Dia seorang anak yatim piatu, ibunya meninggal ketika melahirkannya dan ayahnya menikah lagi. Namun ayahnya juga meninggal karena sakit beberapa bulan yang lalu.
A Siang tinggal di sebuah kota kecil di Pontianak, bersama dengan ibu tirinya. Ayahnya menikah lagi ketika ibunya meninggal dan dari istri barunya itu, dia dikaruniai seorang anak lelaki yang berbeda 1 tahun dengan A Siang. Sebut saja namanya A Kwang, umurnya 7 tahun dan duduk di bangku SD kelas 1.
Semasa ayahnya masih hidup, mama tirinya menyayangi A Siang. Apapun yang A Kwang dapat, A Siang pun dapat. Begitu pula sebaliknya. Namun sepeninggal ayahnya, sifat asli mama tirinya muncul. Hampir tiap hari A Siang selalu mendapat perlakuan buruk yang sangat berbeda dengan yang didapat oleh A Kwang.
A Siang dan A Kwang bersekolah di tempat yang sama. Setiap hari mereka berdua selalu dibekali makan siang oleh mama mereka. Menu yang semestinya sama antara A Siang dan A Kwang, sejak sepeninggal ayahnya, A Siang selalu mendapatkan menu yang berbeda dengan saudara tirinya itu.
Memang setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah, mereka berdua selalu diberikan sarapan pagi. Bila A Kwang mendapatkan menu lezat setiap paginya, A Siang setiap hari selalu mendapatkan menu yang sama: nasi goreng. Bahkan termasuk menu yang dibawanya ke sekolah setiap hari: nasi goreng.
Sempat A Kwang mengajukan protes kepada mamanya karena mamanya tak pernah menghidangkan nasi goreng kepadanya, sedangkan kepada A Siang menunya selalu tidak lepas dari nasi goreng.
"A Kwang, anakku. Maafkan mama ya. Bukannya mama tidak mau memasakkanmu nasi goreng. Tapi nasi goreng itu kan panas, apalagi kalau mama menggorengnya dengan daging kambing. Maksud mama memberinya dia nasi goreng setiap hari adalah supaya dia lama kelamaan panas dalam dan akhirnya meninggal." jelas mamanya kepada A Kwang.
Akhirnya A Kwang bisa menerima dan mengerti maksud mamanya memperlakukannya berbeda.
A Siang sendiri tak pernah bertanya kenapa mama tirinya selalu memberikannya menu nasi goreng mulai dari sarapan hingga menu makan siang di sekolah. Menu makan malam mereka tak jauh berbeda, hanya sarapan pagi dan makan siang yang selalu berbeda.
Suatu hari, kebiasaan A Siang membawa nasi goreng ke sekolah untuk makan siang mendapat perhatian gurunya. Dia pun bertanya kepada A Siang mengapa setiap hari dia selalu makan nasi goreng. A Siang menjawab kalau dia diberikan makan menu yang sama oleh mama tirinya sejak papanya meninggal.
Sang guru hanya geleng-geleng kepala dan karena dia mengerti tak mungkin meminta mama tiri A Siang untuk mengganti menunya, karena dia mengerti niat jahat mama tirinya A Siang, maka sang guru berkata,
"Setiap pagi setelah kamu datang ke sekolah ini, kamu mampirlah ke ruang guru dan temui saya. Di meja saya akan saya hidangkan secangkir teh pahit untukmu. Habiskan teh itu sebelum memulai pelajaranmu di kelas. Dan setiap selesai makan siang, kamu kembali lagi ke meja saya. Saya akan hidangkan secangkir teh pahit lagi untukmu. Habiskan sebelum kamu melanjutkan pelajaranmu."
A Siang menuruti kemauan gurunya itu. Dan semua itu dilakukannya tanpa ketahuan A Kwang, saudara tirinya.
Sebulan, dua bulan, berlalu. Mama tirinya kaget dan tidak percaya ketika menyadari A Siang masih saja sehat dan tidak pernah menderita sakit, khususnya sakit panas dalam. Namun sebaliknya, A Siang malah semakin gemuk badannya.
Pikirannya yang semula jahat menjadi berubah tamak. Dia mengira nasi goreng bisa membuat seseorang menjadi gemuk. Dan mulai hari itu, dia memberikan menu yang sama kepada A Kwang, anaknya, mulai dari sarapan pagi hingga makan siang.
Sebulan, dua bulan, berlalu. A Kwang mulai batuk, sering pusing kepala dan badannya sering meriang karena panas. Namun mamanya masih tetap memberikannya nasi goreng dengan harapan anaknya akan menjadi segemuk A Siang. Hingga akhirnya A Kwang meninggal karena sakit panas dalam yang dideritanya tak tercegah lagi dan mencapai puncaknya.
Dia tidak mengetahui bahwa A Siang selalu meminum teh kental pahit buatan gurunya setiap selesai makan nasi goreng, karena teh kental pahit bisa menetralisir lemak dan panas yang diberikan oleh nasi goreng. Sehingga harapan yang diinginkannya terjadi pada A Siang tidak terlaksana dan tercegah oleh secangkir teh setiap selesai makan nasi goreng dan malah akibat tersebut mengenai ke anak kandungnya sendiri.
Baru setelah kepergian A Kwang, sang guru datang ke rumah mereka dan menjelaskan semuanya. Setelah kejadian itu, mama tiri A Siang sangat menyesal dan dia akhirnya menerima A Siang sebagai anaknya sendiri dan mereka hidup bahagia. Sejak hari itu tak ada lagi nasi goreng yang dihidangkan olehnya kepada A Siang.
Hikmah yang bisa dipetik dari kisah nyata ini adalah:
1. Janganlah berbuat jahat karena akan terkena karma buruk.
2. Janganlah tamak karena ketamakan akan membawa penderitaan.
3. Tak selamanya orang yang berbuat jahat itu sukses karena kebenaran pada akhirnya akan menang.
4. Tak selamanya pula orang yang baik dan polos itu menjadi sasaran empuk kejahatan, karena orang-orang seperti itu pasti akan ada penolongnya.
5. Orang berbuat baik, walau belum mendapat pahala tapi penderitaan telah menjauhinya. Sebaliknya orang berbuat jahat, walau belum mendapat pembalasan, namun keberuntungan telah menjauhinya.
Semoga kisah nyata yang sudah jadul ini bisa memberikan kita hikmah dalam hidup ini.
Kisah ini diambil dari sebuah kisah nyata di era tahun 1960an di Pontianak dan diceritakan secara turun temurun dari generasi Pho Pho (mamanya mama) hingga kepadaku. Semoga bermanfaat.
Sebut saja nama anak lelaki itu A Siang. Dia seorang anak berumur 8 tahun dan masih duduk di bangku SD kelas 2. Dia seorang anak yatim piatu, ibunya meninggal ketika melahirkannya dan ayahnya menikah lagi. Namun ayahnya juga meninggal karena sakit beberapa bulan yang lalu.
A Siang tinggal di sebuah kota kecil di Pontianak, bersama dengan ibu tirinya. Ayahnya menikah lagi ketika ibunya meninggal dan dari istri barunya itu, dia dikaruniai seorang anak lelaki yang berbeda 1 tahun dengan A Siang. Sebut saja namanya A Kwang, umurnya 7 tahun dan duduk di bangku SD kelas 1.
Semasa ayahnya masih hidup, mama tirinya menyayangi A Siang. Apapun yang A Kwang dapat, A Siang pun dapat. Begitu pula sebaliknya. Namun sepeninggal ayahnya, sifat asli mama tirinya muncul. Hampir tiap hari A Siang selalu mendapat perlakuan buruk yang sangat berbeda dengan yang didapat oleh A Kwang.
A Siang dan A Kwang bersekolah di tempat yang sama. Setiap hari mereka berdua selalu dibekali makan siang oleh mama mereka. Menu yang semestinya sama antara A Siang dan A Kwang, sejak sepeninggal ayahnya, A Siang selalu mendapatkan menu yang berbeda dengan saudara tirinya itu.
Memang setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah, mereka berdua selalu diberikan sarapan pagi. Bila A Kwang mendapatkan menu lezat setiap paginya, A Siang setiap hari selalu mendapatkan menu yang sama: nasi goreng. Bahkan termasuk menu yang dibawanya ke sekolah setiap hari: nasi goreng.
Sempat A Kwang mengajukan protes kepada mamanya karena mamanya tak pernah menghidangkan nasi goreng kepadanya, sedangkan kepada A Siang menunya selalu tidak lepas dari nasi goreng.
"A Kwang, anakku. Maafkan mama ya. Bukannya mama tidak mau memasakkanmu nasi goreng. Tapi nasi goreng itu kan panas, apalagi kalau mama menggorengnya dengan daging kambing. Maksud mama memberinya dia nasi goreng setiap hari adalah supaya dia lama kelamaan panas dalam dan akhirnya meninggal." jelas mamanya kepada A Kwang.
Akhirnya A Kwang bisa menerima dan mengerti maksud mamanya memperlakukannya berbeda.
A Siang sendiri tak pernah bertanya kenapa mama tirinya selalu memberikannya menu nasi goreng mulai dari sarapan hingga menu makan siang di sekolah. Menu makan malam mereka tak jauh berbeda, hanya sarapan pagi dan makan siang yang selalu berbeda.
Suatu hari, kebiasaan A Siang membawa nasi goreng ke sekolah untuk makan siang mendapat perhatian gurunya. Dia pun bertanya kepada A Siang mengapa setiap hari dia selalu makan nasi goreng. A Siang menjawab kalau dia diberikan makan menu yang sama oleh mama tirinya sejak papanya meninggal.
Sang guru hanya geleng-geleng kepala dan karena dia mengerti tak mungkin meminta mama tiri A Siang untuk mengganti menunya, karena dia mengerti niat jahat mama tirinya A Siang, maka sang guru berkata,
"Setiap pagi setelah kamu datang ke sekolah ini, kamu mampirlah ke ruang guru dan temui saya. Di meja saya akan saya hidangkan secangkir teh pahit untukmu. Habiskan teh itu sebelum memulai pelajaranmu di kelas. Dan setiap selesai makan siang, kamu kembali lagi ke meja saya. Saya akan hidangkan secangkir teh pahit lagi untukmu. Habiskan sebelum kamu melanjutkan pelajaranmu."
A Siang menuruti kemauan gurunya itu. Dan semua itu dilakukannya tanpa ketahuan A Kwang, saudara tirinya.
Sebulan, dua bulan, berlalu. Mama tirinya kaget dan tidak percaya ketika menyadari A Siang masih saja sehat dan tidak pernah menderita sakit, khususnya sakit panas dalam. Namun sebaliknya, A Siang malah semakin gemuk badannya.
Pikirannya yang semula jahat menjadi berubah tamak. Dia mengira nasi goreng bisa membuat seseorang menjadi gemuk. Dan mulai hari itu, dia memberikan menu yang sama kepada A Kwang, anaknya, mulai dari sarapan pagi hingga makan siang.
Sebulan, dua bulan, berlalu. A Kwang mulai batuk, sering pusing kepala dan badannya sering meriang karena panas. Namun mamanya masih tetap memberikannya nasi goreng dengan harapan anaknya akan menjadi segemuk A Siang. Hingga akhirnya A Kwang meninggal karena sakit panas dalam yang dideritanya tak tercegah lagi dan mencapai puncaknya.
Dia tidak mengetahui bahwa A Siang selalu meminum teh kental pahit buatan gurunya setiap selesai makan nasi goreng, karena teh kental pahit bisa menetralisir lemak dan panas yang diberikan oleh nasi goreng. Sehingga harapan yang diinginkannya terjadi pada A Siang tidak terlaksana dan tercegah oleh secangkir teh setiap selesai makan nasi goreng dan malah akibat tersebut mengenai ke anak kandungnya sendiri.
Baru setelah kepergian A Kwang, sang guru datang ke rumah mereka dan menjelaskan semuanya. Setelah kejadian itu, mama tiri A Siang sangat menyesal dan dia akhirnya menerima A Siang sebagai anaknya sendiri dan mereka hidup bahagia. Sejak hari itu tak ada lagi nasi goreng yang dihidangkan olehnya kepada A Siang.
Hikmah yang bisa dipetik dari kisah nyata ini adalah:
1. Janganlah berbuat jahat karena akan terkena karma buruk.
2. Janganlah tamak karena ketamakan akan membawa penderitaan.
3. Tak selamanya orang yang berbuat jahat itu sukses karena kebenaran pada akhirnya akan menang.
4. Tak selamanya pula orang yang baik dan polos itu menjadi sasaran empuk kejahatan, karena orang-orang seperti itu pasti akan ada penolongnya.
5. Orang berbuat baik, walau belum mendapat pahala tapi penderitaan telah menjauhinya. Sebaliknya orang berbuat jahat, walau belum mendapat pembalasan, namun keberuntungan telah menjauhinya.
Semoga kisah nyata yang sudah jadul ini bisa memberikan kita hikmah dalam hidup ini.
Selasa, 18 Mei 2010
ASAL MUASAL ORANG TIONGHOA DI INDONESIA
Tionghoa-Indonesia
Sukubangsa Tionghoa (biasa disebut juga Cina) di Indonesia adalah salah satu etnis di Indonesia. Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah Tenglang (Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka). Dalam bahasa Mandarin mereka disebut Tangren (Hanzi: 唐人, "orang Tang"). Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa-Indonesia mayoritas berasal dari Cina selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sementara orang Cina utara menyebut diri mereka sebagai orang Han (Hanzi: 漢人, hanyu pinyin: hanren, "orang Han").
Leluhur orang Tionghoa-Indonesia berimigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan perniagaan. Peran mereka beberapa kali muncul dalam sejarah Indonesia, bahkan sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Catatan-catatan dari Cina menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuna di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Cina. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Cina ke Nusantara dan sebaliknya.
Setelah negara Indonesia merdeka, orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia, sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.[3]
Asal kata Tionghoa
Tionghoa atau tionghwa, adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang keturunan Cina di Indonesia, yang berasal dari kata zhonghua dalam Bahasa (ZHONG WEN) Mandarin. Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa.
Wacana Cung Hwa setidaknya sudah dimulai sejak tahun 1880, yaitu adanya keinginan dari orang-orang di Cina untuk terbebas dari kekuasaan dinasti kerajaan dan membentuk suatu negara yang lebih demokratis dan kuat. Wacana ini sampai terdengar oleh orang asal Cina yang bermukim di Hindia Belanda yang ketika itu dinamakan Orang Cina.
Sekelompok orang asal Cina yang anak-anaknya lahir di Hindia Belanda, merasa perlu mempelajari kebudayaan dan bahasanya. Pada tahun 1900, mereka mendirikan sekolah di Hindia Belanda, di bawah naungan suatu badan yang dinamakan "Tjung Hwa Hwei Kwan(PINYIN=ZHONG HUA HUI GUAN)", yang bila lafalnya diindonesiakan menjadi Tiong Hoa Hwe Kwan (THHK). THHK dalam perjalanannya bukan saja memberikan pendidikan bahasa dan kebudayaan Cina, tapi juga menumbuhkan rasa persatuan orang-orang Tionghoa di Hindia Belanda, seiring dengan perubahan istilah "Cina" menjadi "Tionghoa" di Hindia Belanda.
Populasi TIONGHUA di Indonesia
Berdasarkan Volkstelling (sensus) di masa Hindia Belanda, populasi Tionghoa-Indonesia mencapai 1.233.000 (2,03%) dari penduduk Indonesia di tahun 1930.Tidak ada data resmi mengenai jumlah populasi Tionghoa di Indonesia dikeluarkan pemerintah sejak Indonesia merdeka. Namun ahli antropologi Amerika, G.W. Skinner, dalam risetnya pernah memperkirakan populasi masyarakat Tionghoa di Indonesia mencapai 2.505.000 (2,5%) pada tahun 1961.
Dalam sensus penduduk pada tahun 2000, ketika untuk pertama kalinya responden sensus ditanyai mengenai asal etnis mereka, hanya 1% dari jumlah keseluruhan populasi Indonesia mengaku sebagai Tionghoa. Perkiraan kasar yang dipercaya mengenai jumlah suku Tionghoa-Indonesia saat ini ialah berada di antara kisaran 4% - 5% dari seluruh jumlah populasi Indonesia.
Daerah asal TIONGHUA di Cina
Ramainya interaksi perdagangan di daerah pesisir tenggara Cina, menyebabkan banyak sekali orang-orang yang juga merasa perlu keluar berlayar untuk berdagang. Tujuan utama saat itu adalah Asia Tenggara. Karena pelayaran sangat tergantung pada angin musim, maka setiap tahunnya para pedagang akan bermukim di wilayah-wilayah Asia Tenggara yang disinggahi mereka. Demikian seterusnya ada pedagang yang memutuskan untuk menetap dan menikahi wanita setempat, ada pula pedagang yang pulang ke Cina untuk terus berdagang.
Orang-orang Tionghoa di Indonesia, umumnya berasal dari tenggara Cina. Mereka termasuk suku-suku:
Hakka
Hainan
Hokkien
Kantonis
Hokchia
Tiochiu
Daerah asal yang terkonsentrasi di pesisir tenggara ini dapat dimengerti, karena dari sejak zaman Dinasti Tang kota-kota pelabuhan di pesisir tenggara Cina memang telah menjadi bandar perdagangan yang ramai. Quanzhou pernah tercatat sebagai bandar pelabuhan terbesar dan tersibuk di dunia pada zaman tersebut.
Daerah konsentrasi tionghua
Sebagian besar dari orang-orang Tionghoa di Indonesia menetap di pulau Jawa. Daerah-daerah lain di mana mereka juga menetap dalam jumlah besar selain di daerah perkotaan adalah: Sumatra Utara, Bangka-Belitung, Sumatra Selatan, Lampung, Lombok, Kalimantan Barat(pontianak,singkawang), Banjarmasin dan beberapa tempat di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara.
Hakka - Aceh, Sumatra Utara, Batam, Sumatra Selatan, Bangka-Belitung, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat(pontianak,singkawang), Banjarmasin, Sulawesi Selatan, Manado, Ambon dan Jayapura.
Hainan - Riau (Pekanbaru dan Batam), dan Manado.
Hokkien - Sumatra Utara, Pekanbaru, Padang, Jambi, Sumatra Selatan, Bengkulu, Jawa, Bali (terutama di Denpasar dan Singaraja), Banjarmasin, Kutai, Sumbawa, Manggarai, Kupang, Makassar, Kendari, Sulawesi Tengah, Manado, dan Ambon.
Kantonis - Jakarta, Makassar dan Manado.
Hokchia - Jawa (terutama di Bandung, Cirebon, Banjarmasin dan Surabaya).
Tiochiu - Sumatra Utara, Riau, Riau Kepulauan, Sumatra Selatan, dan Kalimantan Barat (khususnya di Pontianak dan Ketapang).
Di Tangerang Banten, masyarakat Tionghoa telah menyatu dengan penduduk setempat dan mengalami pembauran lewat perkawinan, sehingga warna kulit mereka terkadang lebih gelap dari Tionghoa yang lain. Istilah buat mereka disebut Cina Benteng. Keseniannya yang masih ada disebut Cokek, sebuah tarian lawan jenis secara bersama dengan iringan paduan musik campuran Cina, Jawa, Sunda dan Melayu.
Sejarah Tionghua
Orang dari Tiongkok(RRC) daratan telah ribuan tahun mengunjungi dan mendiami kepulauan Nusantara(YINNI).
Beberapa catatan tertua ditulis oleh para agamawan, seperti Fa Hien pada abad ke-4 dan I Ching pada abad ke-7. Fa Hien melaporkan suatu kerajaan di Jawa ("To lo mo") dan I Ching ingin datang ke India untuk mempelajari agama Buddha dan singgah dulu di Nusantara untuk belajar bahasa Sansekerta dahulu. Di Jawa ia berguru pada seseorang bernama Jñânabhadra.
Dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan di Nusantara, para imigran Tiongkok pun mulai berdatangan, terutama untuk kepentingan perdagangan. Pada prasasti-prasasti dari Jawa orang Cina disebut-sebut sebagai warga asing yang menetap di samping nama-nama sukubangsa dari Nusantara, daratan Asia Tenggara dan anakbenua India. Dalam suatu prasasti perunggu bertahun 860 dari Jawa Timur disebut suatu istilah, Juru Cina, yang berkait dengan jabatan pengurus orang-orang Tionghoa yang tinggal di sana. Beberapa motif relief di Candi Sewu diduga juga mendapat pengaruh dari motif-motif kain sutera Tiongkok.
Catatan Ma Huan, ketika turut serta dalam ekspedisi Cheng Ho, menyebut secara jelas bahwa pedagang Cina muslim menghuni ibukota dan kota-kota bandar Majapahit (abad ke-15) dan membentuk satu dari tiga komponen penduduk kerajaan itu. Ekspedisi Cheng Ho juga meninggalkan jejak di Semarang, ketika orang keduanya, Wang Jinghong, sakit dan memaksa rombongan melepas sauh di Simongan (sekarang bagian dari Kota Semarang). Wang kemudian menetap karena tidak mampu mengikuti ekspedisi selanjutnya. Ia dan pengikutnya menjadi salah satu cikal-bakal warga Tionghoa Semarang. Wang mengabadikan Cheng Ho menjadi sebuah patung (disebut "Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong"), serta membangun kelenteng Sam Po Kong atau Gedung Batu.[8] Di komplek ini Wang juga dikuburkan dan dijuluki "Mbah Jurumudi Dampo Awang".
Sejumlah sejarawan juga menunjukkan bahwa Raden Patah, pendiri Kesultanan Demak, memiliki darah Tiongkok selain keturunan Majapahit. Beberapa wali penyebar agama Islam di Jawa juga memiliki darah Tiongkok, meskipun mereka memeluk Islam dan tidak lagi secara aktif mempraktekkan kultur Tionghoa.
Kitab Sunda Tina Layang Parahyang menyebutkan kedatangan rombongan Tionghoa ke muara Ci Sadane (sekarang Teluknaga) pada tahun 1407, di masa daerah itu masih di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda (Pajajaran). Pemimpinnya adalah Halung dan mereka terdampar sebelum mencapai tujuan di Kalapa
Sukubangsa Tionghoa (biasa disebut juga Cina) di Indonesia adalah salah satu etnis di Indonesia. Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah Tenglang (Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka). Dalam bahasa Mandarin mereka disebut Tangren (Hanzi: 唐人, "orang Tang"). Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa-Indonesia mayoritas berasal dari Cina selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sementara orang Cina utara menyebut diri mereka sebagai orang Han (Hanzi: 漢人, hanyu pinyin: hanren, "orang Han").
Leluhur orang Tionghoa-Indonesia berimigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan perniagaan. Peran mereka beberapa kali muncul dalam sejarah Indonesia, bahkan sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Catatan-catatan dari Cina menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuna di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Cina. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Cina ke Nusantara dan sebaliknya.
Setelah negara Indonesia merdeka, orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia, sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.[3]
Asal kata Tionghoa
Tionghoa atau tionghwa, adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang keturunan Cina di Indonesia, yang berasal dari kata zhonghua dalam Bahasa (ZHONG WEN) Mandarin. Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa.
Wacana Cung Hwa setidaknya sudah dimulai sejak tahun 1880, yaitu adanya keinginan dari orang-orang di Cina untuk terbebas dari kekuasaan dinasti kerajaan dan membentuk suatu negara yang lebih demokratis dan kuat. Wacana ini sampai terdengar oleh orang asal Cina yang bermukim di Hindia Belanda yang ketika itu dinamakan Orang Cina.
Sekelompok orang asal Cina yang anak-anaknya lahir di Hindia Belanda, merasa perlu mempelajari kebudayaan dan bahasanya. Pada tahun 1900, mereka mendirikan sekolah di Hindia Belanda, di bawah naungan suatu badan yang dinamakan "Tjung Hwa Hwei Kwan(PINYIN=ZHONG HUA HUI GUAN)", yang bila lafalnya diindonesiakan menjadi Tiong Hoa Hwe Kwan (THHK). THHK dalam perjalanannya bukan saja memberikan pendidikan bahasa dan kebudayaan Cina, tapi juga menumbuhkan rasa persatuan orang-orang Tionghoa di Hindia Belanda, seiring dengan perubahan istilah "Cina" menjadi "Tionghoa" di Hindia Belanda.
Populasi TIONGHUA di Indonesia
Berdasarkan Volkstelling (sensus) di masa Hindia Belanda, populasi Tionghoa-Indonesia mencapai 1.233.000 (2,03%) dari penduduk Indonesia di tahun 1930.Tidak ada data resmi mengenai jumlah populasi Tionghoa di Indonesia dikeluarkan pemerintah sejak Indonesia merdeka. Namun ahli antropologi Amerika, G.W. Skinner, dalam risetnya pernah memperkirakan populasi masyarakat Tionghoa di Indonesia mencapai 2.505.000 (2,5%) pada tahun 1961.
Dalam sensus penduduk pada tahun 2000, ketika untuk pertama kalinya responden sensus ditanyai mengenai asal etnis mereka, hanya 1% dari jumlah keseluruhan populasi Indonesia mengaku sebagai Tionghoa. Perkiraan kasar yang dipercaya mengenai jumlah suku Tionghoa-Indonesia saat ini ialah berada di antara kisaran 4% - 5% dari seluruh jumlah populasi Indonesia.
Daerah asal TIONGHUA di Cina
Ramainya interaksi perdagangan di daerah pesisir tenggara Cina, menyebabkan banyak sekali orang-orang yang juga merasa perlu keluar berlayar untuk berdagang. Tujuan utama saat itu adalah Asia Tenggara. Karena pelayaran sangat tergantung pada angin musim, maka setiap tahunnya para pedagang akan bermukim di wilayah-wilayah Asia Tenggara yang disinggahi mereka. Demikian seterusnya ada pedagang yang memutuskan untuk menetap dan menikahi wanita setempat, ada pula pedagang yang pulang ke Cina untuk terus berdagang.
Orang-orang Tionghoa di Indonesia, umumnya berasal dari tenggara Cina. Mereka termasuk suku-suku:
Hakka
Hainan
Hokkien
Kantonis
Hokchia
Tiochiu
Daerah asal yang terkonsentrasi di pesisir tenggara ini dapat dimengerti, karena dari sejak zaman Dinasti Tang kota-kota pelabuhan di pesisir tenggara Cina memang telah menjadi bandar perdagangan yang ramai. Quanzhou pernah tercatat sebagai bandar pelabuhan terbesar dan tersibuk di dunia pada zaman tersebut.
Daerah konsentrasi tionghua
Sebagian besar dari orang-orang Tionghoa di Indonesia menetap di pulau Jawa. Daerah-daerah lain di mana mereka juga menetap dalam jumlah besar selain di daerah perkotaan adalah: Sumatra Utara, Bangka-Belitung, Sumatra Selatan, Lampung, Lombok, Kalimantan Barat(pontianak,singkawang), Banjarmasin dan beberapa tempat di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara.
Hakka - Aceh, Sumatra Utara, Batam, Sumatra Selatan, Bangka-Belitung, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat(pontianak,singkawang), Banjarmasin, Sulawesi Selatan, Manado, Ambon dan Jayapura.
Hainan - Riau (Pekanbaru dan Batam), dan Manado.
Hokkien - Sumatra Utara, Pekanbaru, Padang, Jambi, Sumatra Selatan, Bengkulu, Jawa, Bali (terutama di Denpasar dan Singaraja), Banjarmasin, Kutai, Sumbawa, Manggarai, Kupang, Makassar, Kendari, Sulawesi Tengah, Manado, dan Ambon.
Kantonis - Jakarta, Makassar dan Manado.
Hokchia - Jawa (terutama di Bandung, Cirebon, Banjarmasin dan Surabaya).
Tiochiu - Sumatra Utara, Riau, Riau Kepulauan, Sumatra Selatan, dan Kalimantan Barat (khususnya di Pontianak dan Ketapang).
Di Tangerang Banten, masyarakat Tionghoa telah menyatu dengan penduduk setempat dan mengalami pembauran lewat perkawinan, sehingga warna kulit mereka terkadang lebih gelap dari Tionghoa yang lain. Istilah buat mereka disebut Cina Benteng. Keseniannya yang masih ada disebut Cokek, sebuah tarian lawan jenis secara bersama dengan iringan paduan musik campuran Cina, Jawa, Sunda dan Melayu.
Sejarah Tionghua
Orang dari Tiongkok(RRC) daratan telah ribuan tahun mengunjungi dan mendiami kepulauan Nusantara(YINNI).
Beberapa catatan tertua ditulis oleh para agamawan, seperti Fa Hien pada abad ke-4 dan I Ching pada abad ke-7. Fa Hien melaporkan suatu kerajaan di Jawa ("To lo mo") dan I Ching ingin datang ke India untuk mempelajari agama Buddha dan singgah dulu di Nusantara untuk belajar bahasa Sansekerta dahulu. Di Jawa ia berguru pada seseorang bernama Jñânabhadra.
Dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan di Nusantara, para imigran Tiongkok pun mulai berdatangan, terutama untuk kepentingan perdagangan. Pada prasasti-prasasti dari Jawa orang Cina disebut-sebut sebagai warga asing yang menetap di samping nama-nama sukubangsa dari Nusantara, daratan Asia Tenggara dan anakbenua India. Dalam suatu prasasti perunggu bertahun 860 dari Jawa Timur disebut suatu istilah, Juru Cina, yang berkait dengan jabatan pengurus orang-orang Tionghoa yang tinggal di sana. Beberapa motif relief di Candi Sewu diduga juga mendapat pengaruh dari motif-motif kain sutera Tiongkok.
Catatan Ma Huan, ketika turut serta dalam ekspedisi Cheng Ho, menyebut secara jelas bahwa pedagang Cina muslim menghuni ibukota dan kota-kota bandar Majapahit (abad ke-15) dan membentuk satu dari tiga komponen penduduk kerajaan itu. Ekspedisi Cheng Ho juga meninggalkan jejak di Semarang, ketika orang keduanya, Wang Jinghong, sakit dan memaksa rombongan melepas sauh di Simongan (sekarang bagian dari Kota Semarang). Wang kemudian menetap karena tidak mampu mengikuti ekspedisi selanjutnya. Ia dan pengikutnya menjadi salah satu cikal-bakal warga Tionghoa Semarang. Wang mengabadikan Cheng Ho menjadi sebuah patung (disebut "Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong"), serta membangun kelenteng Sam Po Kong atau Gedung Batu.[8] Di komplek ini Wang juga dikuburkan dan dijuluki "Mbah Jurumudi Dampo Awang".
Sejumlah sejarawan juga menunjukkan bahwa Raden Patah, pendiri Kesultanan Demak, memiliki darah Tiongkok selain keturunan Majapahit. Beberapa wali penyebar agama Islam di Jawa juga memiliki darah Tiongkok, meskipun mereka memeluk Islam dan tidak lagi secara aktif mempraktekkan kultur Tionghoa.
Kitab Sunda Tina Layang Parahyang menyebutkan kedatangan rombongan Tionghoa ke muara Ci Sadane (sekarang Teluknaga) pada tahun 1407, di masa daerah itu masih di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda (Pajajaran). Pemimpinnya adalah Halung dan mereka terdampar sebelum mencapai tujuan di Kalapa
Label:
Sejarah dan Tradisi Tionghoa