Selasa, 16 November 2010

Pentingnya Menjaga Pikiran Tetap Aktif Dan Positif

Pentingnya Menjaga Pikiran Tetap Aktif Dan Positif
by. Adi W. Gunawan

Beberapa hari lalu saya kedatangan klien dari luar kota. Ibu ini, sebut saja, Bu Ani, mengeluhkan cukup banyak hal. Beberapa di antaranya adalah sulit tidur, jantung berdebar, produksi asam lambung berlebihan, takut gelap, dan kecemasan yang cukup tinggi.

Singkat cerita, setelah melalui proses wawancara mendalam saya mendapatkan beberapa hal penting sebagai titik awal terapi yang akan saya lakukan. Salah satu sumber masalah adalah emosi marah, terluka, kecewa, sakit hati, dan jengkel terhadap suaminya.

Apa yang harus dilakukan dalam kondisi ini? Apakah saya akan melakukan regresi untuk menemukan sumber masalah? Apakah saya akan melakukan Hypno-EFT untuk menetralisir emosinya? Ataukah dengan teknik yang lain?

Sebenarnya untuk membereskan suatu masalah, lebih tepatnya emosi negatif, tidaklah sulit. Ada sangat banyak teknik yang bisa digunakan, yang telah teruji secara klinis mampu membereskan emosi-emosi negatif seintens apapun. Namun dalam kasus ini saya tidak bisa melakukan regresi maupun teknik lain untuk menemukan akar masalah. Lha, buat apa diregresi? Sumber masalahnya sudah jelas.

Masalah ini, tentunya berdasarkan versi Bu Ani, yang disebabkan oleh pemberian makna terhadap tindakan atau perbuatan suaminya terhadap dirinya, selalu benar menurut pikiran klien. Dalam hal ini klien tidak bisa dan tidak boleh disalahkan sama sekali. Yang perlu dilakukan adalah menetralisir emosinya dan diikuti dengan reedukasi pikiran bawah sadar.

Namun yang menjadi pertanyaan adalah, “Katakanlah emosi Bu Ani sudah berhasil dinetralisir, tapi kan ia masih tinggal bersama suaminya, yang notabene adalah sumber masalahnya. Nanti pasti muncul lagi emosi negatifnya. Kalau begini terus kan capek deh. Apa yang harus dilakukan?’

Ini tentunya tidak mudah. Yang dihadapi klien ini masuk dalam kategori ‘Unresolved Present Issue”. Artinya, masalah yang dihadapi klien adalah masalah yang terjadi dari masa lalu, berlanjut hingga masa sekarang, dan bisa berlangsung terus hingga ke masa depan..

Singkat cerita setelah terapi Bu Ani merasa sangat lega. Edukasi pikiran bawah sadarnya juga berlangsung dengan mudah. Barusan saya melakukan follow up keadaannya. Dari jawaban yang dikirim oleh anak Bu Ani katanya sekarang kondisi ibunya sudah sangat baik dan stabil. Dengan demikian apa yang dilakukan oleh suaminya sudah tidak lagi memengaruhi Bu Ani.

Anda pasti bertanya, “Pak Adi, apa yang Bapak lakukan pada Bu Ani sehingga apa yang dilakukan suaminya sudah tidak lagi memengaruhi dirinya?”

He..he.. kalau ini nggak bisa saya jawab di sini ya.. Bukannya saya nggak mau. Tapi akan sangat panjang dan teknis.

Salah satu hal yang saya sarankan untuk Ibu Ani lakukan adalah ia perlu menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang positif dan konstruktif. Lha, selama ini, yang kerja suami dan anaknya. Bu Ani praktis jadi pengacara alis pengangguran tanpa acara. Yang Bu Ani lakukan setiap hari adalah menonton sinetron dan berbagai acara televisi yang masuk kategori negatif dan provokatif. Nggak perlu saya sebutkan ya, anda tahulah sendiri maksud saya.

Bu Ani sendiri mengakui bahwa dulu waktu anak-anaknya masih kecil, pikirannya tidak senegatif sekarang ini. Memang ada masalah dalam keluarga. Tapi ini biasa saja dan tidak terlalu memengaruhi dirinya. Saat anaknya mulai besar dan sekolah atau kuliah di Surabaya, nah saat itulah perasaan tidak nyaman mulai mendera dirinya. Sampai saat ia bertemu dengan saya. Dan memang hal ini diperparah oleh tindakan suaminya.

Nah, pikiran yang menganggur, yang hanya diisi dengan hal-hal negatif, justru akan semakin berbahaya. Salah satu sifat pikiran adalah aktif memikirkan sesuatu, baik itu yang positif atau yang negatif. Dan dari pengalaman terbukti bahwa pikiran kita lebih cenderung memikirkan hal-hal negatif daripada yang positif. Lho, kok bisa begini?

Kita ini dari kecil lebih banyak menerima program negatif. Ada yang mengatakan bahwa perbandingan hal positif dan negatif yang kita terima sejak kecil adalah satu berbanding empat belas. Maksudnya, untuk satu hal positif maka ada sekitar empat belas hal negatif lain yang kita juga terima.

Saya jadi teringat rekan saya, Pak Merta Ada, guru meditasi terkenal dari Bali, yang juga berbicara di Quantum Life Transformation Weekend di Jakarta baru-baru ini. Pak Merta mengatakan bahwa jika tidak dijaga maka pikiran akan cenderung mengarah ke hal-hal negatif. Pikiran negatif ini akan mengakibatkan timbulnya energi negatif yang selanjutnya akan mempengaruhi tubuh cakra, tubuh meridian, dan akhirnya akan memengaruhi tubuh fisik kita.

Nah,untuk mengatasi hal-hal negatif inilah saya menyarankan Bu Ani untuk mulai menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang positif. Misalnya membantu mengasuh cucunya, menanam dan merawat tanaman yang ia suka, karaoke, mengikuti kegiatan gereja, senam, dancing, aktif melakukan bakti sosial, membaca, meditasi, atau apapun itu yang bisa menyibukkan dirinya secara positif.

Pikiran yang disibukkan dengan hal-hal positif dapat menetralisir hal-hal negatif yang sebenarnya tidak negatif. Sesuatu yang sebenarnya tidak negatif menjadi negatif karena pikiran yang menganggur nggak ada kerjaan mencari-cari kesibukan sendiri, tidak terkendali, dan akhirnya menghasilkan kebosanan atau bahkan emosi negatif.

Saat pikiran mulai negatif biasanya kita tidak menyadarinya. Ibarat bola salju yang baru bergulir turun dari atas bukit. Semakin lama bola salju ini semakin besar baik ukuran maupun momentumnya, hingga suatu saat kita menyadarinya namun sudah terlambat. Kita digulung, larut, dan dikuasai oleh pikiran negatif. Jika sudah mencapai level ini maka sangatlah sulit untuk menghentikan pikiran negatif dengan cara biasa

0 komentar:

Posting Komentar