rlina mengajukan satu permintaan kepada Aditya.
"Dit, hidup gue udah gak lama. Dokter bilang tiga hari lagi waktu gue habis. Gue kena sakit kanker stadium empat, hanya kematian yang bisa membuat gue tenang. Udah dua tahun terakhir ini dan gak bisa sembuh. Dan gue dikasih tahu kalo gue masih ada waktu tiga hari untuk melakukan apapun yang gue mau. Beruntung banget, reuni ini bisa dilakuin semasa gue masih hidup. Gue juga yakin kalo lu bakal dateng kesini. Ternyata gue bener."
"Dit, gue mau lu temenin gue selama tiga hari terakhir hidup gue ini. Gue mau lu jadi pacar gue selama tiga hari ini. Lu bisa kan?"
"Hah?!" Aditya terbelalak mendengar itu semua. Mulutnya ternganga lebar.
"Ini keinginan yang gue mau lakuin selagi gue masih bisa. Selama waktu gue belum habis. Dit, jadilah seorang yang bisa menyayangi gue di akhir hidup gue ini..."
"Tapi kenapa? Kenapa musti gue?" Tanya Aditya terbengong.
"Dit, apa selama ini pernah ada yang menolak permintaan orang yang sebentar lagi akan pergi selama-lamanya?" Erlina bertanya balik.
Aditya terdiam.
"Gue mohon, Dit. Lakukan ini untuk gue, biar gue tenang nantinya." Sambung Erlina lagi. "Gue pengen pergi dengan orang yang gue suka ada di samping gue..."
"Tapi gue kan udah bertunangan..." Kata Aditya.
"Cuma tiga hari ini aja, Dit. Selama reuni ini aja. Gue mau lu jadi pacar gue untuk tiga hari ini. Di akhir hayat gue..."
Aditya terdiam lagi. Pikirannya teringat kepada Veronica, tunangannya yang berada di Jakarta.
"Please..." Dua butir air mata menetes dari pelupuk mata Erlina yang indah itu.
Aditya paling tidak tahan melihat air mata wanita. Tak heran ketika dia melihat itu terjadi pada Erlina, hatinya tersentuh. Dia pun akhirnya menerima permintaan Erlina, menjadi kekasihnya selama 3 hari di Bandung itu.
Kejadian itu menyebar cepat di semua teman yang hadir di acara reuni itu. Semuanya mengetahui dengan jelas permintaan Erlina dan waktu-waktu terakhirnya. Bahkan teman-teman wanita ada yang menghiburnya dengan meyakinkan dirinya agar bisa percaya bahwa hidupnya tidak hanya tiga hari itu saja. Bahwa penyakit kanker bisa disembuhkan, dan berbagai dukungan lainnya.
Erlina menanggapi itu semua dengan senyuman khas lesung pipitnya. Dia hanya menjawab, "Biarkan gue menikmati saat-saat terakhir gue dengan Adit dan teman-teman di acara reuni ini. Jangan karena gue, acara yang sudah disusun baik-baik ini jadi rusak. Gue sudah senang bisa bertemu kalian semua lagi, khususnya Adit. Gue gak akan lupakan semua momen indah ini."
Namun waktu tiga hari berlalu dengan sangat cepat. Semua teman-teman Erlina, termasuk Aditya berusaha sekuat tenaga untuk menghibur gadis mantan idola sekolah itu. Permainan, acara makan bersama dan berbagi sharing, semuanya dinikmati oleh Erlina dengan tertawa dan senyum khasnya. Tak ada kekhawatiran yang terasa pada dirinya, seakan dia tak ingin mengingat bahwa hidupnya akan berakhir beberapa jam lagi.
Pada saat acara sharing, Erlina membagikan curahan hatinya kepada Aditya. Mereka semua duduk berkeliling di ruangan yang besar di villa itu. Sang pembagi cerita berdiri di tengah mengantarkan sesuatu yang ingin dibaginya kepada semua.
"Teman-teman, ada satu hal yang mau gue bagi kepada kalian semua disini. Sesuatu yang gue pendam sejak lama. Sejujurnya, udah sejak lama gue suka sama Adit. Cuma gak mungkin dong kalo gue yang bilang ke Adit lebih dulu. Adit juga gak ada inisiatif nembak gue. Padahal gue nunggu dia sampai saat kelulusan. Ternyata keinginan gue gak tercapai. Saking kesal dan kecewanya, gue akhirnya jadian dengan Randy."
"Tapi gue kehilangan kontak dengan Adit sejak kita lulus. Gue gak tau keadaannya sampai akhirnya gue ketemu dengan dia lagi di reuni ini. Ternyata dia udah bertunangan dan gue masih tetep sendiri. Gue masih menunggu Adit untuk kembali lagi kepada gue."
"Gue tolak semua cowok yang mau sama gue. Di hati gue cuma ada Adit seorang. Gue jujur terluka dan kecewa waktu tau Adit sudah punya pasangan, apalagi gue liat cincin tunangannya itu. Itu berarti gue gak mungkin lagi bisa memilikinya. Harapan gue untuk bisa jadian lagi dengannya sudah pupus."
"Makanya gue minta Adit bisa menjadi cowok gue walau hanya untuk tiga hari ini saja. Paling gak, keinginan dan impian gue untuk bisa mencintai dan dicintai Adit sudah tercapai, walau hanya untuk tiga hari ini."
"Namun gue juga senang Adit gak mendapatkan gue. Gue gak ingin dia menyesal kalau nantinya setelah dia cinta sama gue, gue akan meninggalkannya karena sakit yang gue tanggung ini. Lebih baik dia mengenal dan bisa hidup bahagia dengan wanita lain, dan wanita itu bukanlah gue. Gue senang, Dit. Selamat ya, lu bisa bertunangan. Jangan lu kecewain dia ya, atau gue gak akan tenang pergi dari dunia ini..."
Erlina menghapus air matanya yang berderai, memandang jam yang berada di lengan kirinya sebelum akhirnya dia melanjutkan.
"Waktunya hampir tiba." Dia menatap teman-temannya semua yang terdiam dalam kesedihan dan tangisan. "Gue masih ada satu permintaan terakhir. Untuk Aditya."
Aditya menatapnya dengan mata yang sudah basah karena menangis.
"Dit, peluk gue untuk yang terakhir kalinya."
Aditya menggigit bibir bawahnya menahan nangis dan melangkah ke arah dimana Erlina berdiri. Tanpa berpikir panjang lagi, Aditya memeluk tubuh Erlina dengan dekapan mesra yang tak pernah diberikannya kepada gadis itu. Disaksikan semua teman-temannya yang tak dapat menahan linangan air mata.
Erlina tersenyum, lesung pipinya masih terlihat indah di saat-saat akhir hidupnya.
"Kiss me..." Suara Erlina sudah mulai melemah saat itu.
Aditya menempelkan bibirnya mengecup bibir indah Erlina, yang masih sempat dibalas oleh Erlina sesaat.
"I love you, Aditya..." Bisik Erlina.
"I love you, Lina..." Balas Aditya yang tak dapat lagi menahan derai air mata dari matanya.
"Akhirnya aku bisa pergi dengan tenang dalam pelukanmu." Erlina tersenyum dengan senyuman khasnya. Lesung pipinya yang terakhir kalinya masih bisa terlihat. Dan dua bulir air bening menetes dari matanya. "Terima kasih untuk tiga hari ini. Selamat tinggal, kasih."
Setelah berkata begitu, Erlina menutup matanya dan kepalanya terkulai lemas di pundak Aditya yang menjerit memanggil namanya dan tangisnya yang meledak. Teman-teman lainnya juga terkubur dalam suasana duka itu.
Tiga hari yang dikatakan dokter pribadinya, tiga hari yang dipergunakannya dengan baik dan semua impiannya tercapai. Selamat jalan, Erlina. Semoga kau bahagia di alam sana...
TAMAT
0 komentar:
Posting Komentar